youngster.id - Perkembangan kehidupan dunia dan bisnis pada saat ini telah mengalami pergeseran paradigma, yaitu dari era ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis pengetahuan dan kreativitas.
Demikian kesimpulan yang mengemuka dalam kuliah umum bertajuk “Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Menuju Pasar Dunia”, yang disampaikan Komarudin Kudiya, selaku pendiri dan pemilik Batik Komar, di Aula Barat ITB, Rabu (31/08/16).
Komarudin menjelaskan bahwa sumber inspirasi untuk berkreasi dapat diperoleh dari membaca buku, menjelajah internet, majalah, dan pameran-pameran seni. Ia menyebutkan bahwa desain produk yang kerap kali laku itu, terkadang tidak sesuai dengan idealisme yang dimiliki oleh pembuat dan tidak bisa asal mengikuti tren yang sedang berlangsung. “Untuk itu, eksplorasi dan referensi juga dibutuhkan guna mengetahui selera pasar terhadap produk tertentu,” saran Komarudin, seperti dilansir di laman ITB.
Untuk Batik Komar sendiri, lanjut Komarudin, telah dilakukan berbagai studi mengenai sketsa, bentuk, komposisi, dan produksi agar pasar dapat menjadi suatu produk yang baru, orisinal, dan berkualitas.
Teknik Amati-Tiru-Modifikasi (ATM) juga tidak disarankan oleh Komarudin. “Lebih baik kita buat sesuatu yang inovatif dan general atau mudah dikenali,” tegasnya.
Pionir Gelar Batik Terpanjang yang tercatat di MURI dan Guiness World Record 2005 ini juga menerangkan tentang metode penentuan harga dari sebuah produk. Caranya, lihat dulu berapa biaya untuk research and development produk, biaya produksi, dan baru dikira-kira berapa untungnya.
Indonesia sendiri memiliki potensi dalam industri kreatif ini. Misalnya tekstil, seni ukir, dan seni tari. Sedangkan alat fotonik batik, Klungbot (robot angklung), dan Shibotik (gabungan shibori dari Jepang dan batik dari Indonesia) merupakan hasil produk budaya kreatif dan teknologi hasil kolaborasi dari perguruan tinggi dan komunitas (praktisi). Hasil karya bangsa yang bertaraf internasional dan mempunyai karakteristik nasional yang dapat bersaing secara global ini sering disebut sebagai Indonesia Design Power. Dengan budaya dan kreativitas, nilai dari suatu produk bangsa dapat dilipatgandakan dan menjadi lebih bermakna.
“Kreativitas itu lahir dari rasa cinta. Ekonomi kreatif inilah yang akan menjadi masa depan bagi masyarakat Indonesia dan dunia,” pungkas Komarudin.
RADEN DIBI IRNAWAN
Discussion about this post