youngster.id - Kalangan akademisi dan peneliti diminta untuk bekerja sama untuk mencari solusi pandemi. Semua bidang keilmuan seperti kedokteran, farmasi, MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam), maupun teknik harus saling bersinergi melakukan riset bersama.
Demikian disampaikan Menteri Riset dan Teknologi dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Soemantri Brodjonegoro.
“Semua pihak harus mengesampingkan yang namanya ego sektoral atau ego bidang ilmunya. Bahkan diantara peneliti, akademisi pun timbul kesadaran bahwa penanganan Covid ini memang membutuhkan keahlian lintas bidang, sinergi, riset antar bidang,” kata Bambang dalam pembukaan webinar yang digelar oleh Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, Jumat (05/02/2021).
Selain dari sisi keilmuan, Menristek mengatakan pendekatan triple helix sangat penting dalam upaya riset penanganan Covid-19. Triple helix adalah model inovasi yang melibatkan akademisi, industri, dan pemerintah untuk menumbuhkan perkembangan ekonomi dan sosial.
Menurut Bambang, akademisi berperan untuk pengembangan keilmuan, sedangkan pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, serta dunia usaha adalah pihak yang memberi dukungan anggaran. Dunia usaha juga paling mampu mendeteksi kebutuhan masyarakat, serta bisa mendorong agar produk-produk prototipe agar bisa dikomersialkan secara luas kepada masyarakat.
“Jadi kombinasi tiga pihak inilah yang kemudian melatarbelakangi upaya kami di Kementerian Riset dan Teknologi untuk membentuk Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19,” kata Bambang, merujuk konsorsium yang sudah dibentuk sejak Maret 2020.
Bambang mengatakan pada 2021, konsorsium tetap akan berfokus kepada lima hal untuk penanganan Covid-19. Pertama, pencegahan antara lain herbal immunomodulator (jambu biji, virgin coconut oil/VCO), curcumin, jahe merah, minyak kayu putih, costus, probiotik, dan vitamin), suplemen kesehatan, alat pelindung diri, dan sterilisasi.
Kedua, skrining atau deteksi seperti deteksi molekuker dan imunologi, kit dan alat PCR, GeNose, Biosensor, BSL-2, RT-Lamp, skrining, deteksi Covid berbasis keringat ketiak, produksi Rtase. Ketiga, alat kesehatan pendukung seperti ventilator ICU, alat sterilisasi, aplikasi artificial intelligence (AI), telemedicine.
Keempat, plasma konvalesen, plasmapheresis, eksosom, stem cell, obat anti-SARS-Cov, obat herbal, dan lainnya. Kelima, sosial humaniora dan basis data seperti whole genome sequencing (WGS), survei serologi, studi pada pasien, basis data tanaman obat, dan lainnya.
“Untuk alat kesehatan pendukung, kami fokus melahirkan ICU Ventilator,” kata Bambang.
Terkait vaksin merah putih, Bambang menargetkan vaksin buatan dalam negeri itu bisa digunakan mulai 2022 baik sebagai vaksinasi awal atau vaksinasi ulang/tambahan.
STEVY WIDIA
Discussion about this post