youngster.id - Guna meningkatkan wawasan dan kesiapan masyarakat dalam melindungi diri dari dampak buruk polusi udara terhadap kesehatan, platform digital pemantau kualitas udara, Nafas berkolaborasi dengan Halodoc untuk menyajikan laporan terbaru tentang dampak polusi udara terhadap risiko kesehatan masyarakat.
Irwan Heriyanto, MARS, Chief of Medical Halodoc mengatakan, di tengah kondisi udara saat ini, pihaknya melihat adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan yang tercermin dari tren meningkatnya konsultasi terkait gangguan pernapasan di Halodoc.
Oleh karena itu, menurutnya, akses telemedisin seperti Halodoc menjadi salah satu cara bagi masyarakat untuk dapat berkonsultasi dengan dokter terpercaya, khususnya sebagai deteksi awal gejala gangguan pernapasan, sebelum berkembang menjadi penyakit yang serius.
“Kolaborasi Halodoc dan Nafas ini juga diharapkan semakin meningkatkan literasi kesehatan dari yang semula hanya kuratif menjadi preventif. Sejalan dengan arahan Kemenkes RI, Halodoc juga secara proaktif terus mengajak masyarakat untuk semakin peduli dengan kondisi kesehatannya dan segera berkonsultasi dengan dokter sebagai deteksi awal gejala gangguan pernapasan di tengah kondisi udara saat ini,” kata Irwan, Selasa (26/9/2023).
Pada laporan studi gabungan Nafas bersama Halodoc, terungkap salah satu temuan utamanya yaitu terjadi peningkatan kasus penyakit pernapasan sebesar 34% ketika terjadi kenaikan polusi PM2.5 sebesar 10 μg/m3 pada periode Juni-Agustus 2023. Selain memaparkan berbagai temuan terkait relevansi polusi udara dan kasus penyakit pernapasan, laporan ini juga dilengkapi dengan edukasi dampak polusi PM2.5, serta rekomendasi maupun langkah-langkah tepat dalam menjaga kesehatan di tengah polusi udara dari para ahlinya.
Polusi udara telah menjadi perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir, namun mulai pertengahan tahun 2023, masalah polusi udara mendapatkan perhatian besar karena kondisinya kerap memburuk dan meningkatkan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak kesehatan, dimana pada kondisi udara yang buruk ada beberapa keluhan juga yang sering muncul yaitu gangguan terkait pernapasan seperti batuk, pilek, dan demam, selama beberapa bulan terakhir. Kini, kondisi polusi udara di beberapa wilayah Indonesia, terutama Jabodetabek, masih tidak menentu bahkan didominasi oleh tingkat kualitas udara yang buruk.
Piotr Jakubowski, Co-founder & Chief Growth Officer Nafas menyatakan, Nafas bangga dapat berkolaborasi dengan Halodoc untuk dapat menyajikan data-data terkait polusi udara serta keterkaitannya dengan penyakit pernapasan yang saat ini tengah banyak melanda masyarakat.
“Harapannya, melalui laporan studi ini, masyarakat dapat lebih memahami risiko kesehatan akibat polusi udara yang dampaknya dirasakan mulai dari jangka pendek, tidak hanya jangka panjang saja. Saat ini kami juga terus berkomitmen memperluas jaringan pemantauan kualitas udara yang saat ini sudah terpasang di lebih dari 180 titik lokasi pemantauan di berbagai kota,” kata Piotr.
Berikut lima temuan utama dari hasil studi Nafas dan Halodoc yang dilakukan pada periode Juni-Agustus 2023:
- Terjadi peningkatan keluhan penyakit pernapasan di Halodoc sebesar 34% pada bulan Juni, ketika terdapat kenaikan polusi PM2.5 sebesar 10 μg/m3
- Polusi meningkat, persentase keluhan penyakit pernapasan di setiap kecamatan di Jabodetabek meningkat hingga 41%
- Semakin sering kejadian polusi tinggi (PM2.5 di atas 55 μg/m³), ada potensi semakin tinggi risiko terjadinya keluhan penyakit pernapasan dalam kurun waktu 12 jam
- Keluhan terkait Sinusitis dan Asma mengalami kemunculan kasus tercepat (3 – 48 jam), sementara keluhan terkait Asma dan Bronkitis mengalami peningkatan kasus tertinggi (5 kali lipat).
- Peningkatan kasus penyakit pernapasan tertinggi terjadi pada kelompok sensitif, yaitu sebesar 48% di kelompok usia di atas 55 tahun dan disusul 32% di kelompok usia 0-17 tahun
“Apresiasi kami bagi Halodoc dan Nafas sebagai platform digital yang telah bersama-sama menaruh kepedulian pada isu polusi udara ini. Kami mengimbau masyarakat untuk terus rajin menerapkan protokol kesehatan untuk mengurangi efek buruk dampak polusi udara,” ujar dr. Anas Ma’ruf, MKM, Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI.
Nafas dan Halodoc percaya bahwa isu kualitas udara merupakan tanggung jawab bersama untuk diatasi, terlebih melihat dampak signifikannya terhadap kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam hal ini, kolaborasi yang dilakukan Nafas dan Halodoc merupakan salah satu upaya dalam mendukung masyarakat dalam menghadapi risiko kesehatan akibat kondisi udara yang selalu berubah setiap saat.
HENNI S.
Discussion about this post