youngster.id - Produksi perikanan budidaya di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencpaai 1,89 juta ton, dan sebagian besar adalah rumput laut. Oleh karena itu pemerintah mendorong agar NTT menjadi sentra budidaya rumput laut.
“Kondisi alam di NTT sangat cocok untuk pengembangan budidaya rumput laut. Kemudian di dukung dengan perikanan budidaya air tawar seperti lele dan nila, untuk mendukung ketahanan pangan,” kata Slamet Soebjakto Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam siaran pers, Minggu (20/3).
Untuk meningkatkan kualitas hasil laut tersebut, menurut Slamet, pihaknya tengah mengembangkan bibit rumput laut kultur jaringan (kuljar). Tahun lalu, KKP telah membangun tiga laboratorium kuljar di Lampung, Takalar dan Lombok.
“Tahun ini, akan di tambah 5 laboratorium lagi di Aceh, Batam, Jepara, Situbondo dan Ambon. Ini untuk menjamin ketersediaan bibit kuljar dan menjaga kualitas rumput laut yang dihasilkan,” katanya.
“Kami harapkan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi NTT, juga menyiapkan anggaran untuk mendukung pembangunan laboratorium kuljar ini, karena mengingat NTT merupakan sentra budidaya rumput laut.”
Dia menambahkan, budidaya bandeng juga berpotensi dikembangkan di NTT, khususnya Belu. Budidaya bandeng di Belu sangat mendukung untuk peningkatan perekonomian di perbatasan.
“Saat ini, produksi bandeng di Belu mengandalkan benih dari alam. Tetapi perlu diingat bahwa tidak boleh dieksploitasi secara berlebihan,” katanya.
“Untuk itu, gerakan pakan ikan mandiri harus terus di dorong pengembangannya di NTT. Pabrik pakan mandiri dapat dipusatkan di Tablolong. Kemudian di daerah perbatasan di bangun pabrik pakan mandiri mini. Perlu pemanfaatatan bahan baku lokal, sehingga tidak tergantung dari impor.”
Untuk produksi awal, lanjutnya, bisa di mulai 1 ton per hari. Ini untuk memenuhi kebutuhan pembudidaya di sekitar pabrik pakan mandiri. Diharapkan, harga pakan mandiri nantinya tidak lebih dari Rp 6.500 per kg.
ANGGIE ADJIE SAPUTRA
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post