youngster.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan arahan kepada Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menetapkan batas atas bunga pinjaman daring (pindar). Kebijakan tersebut diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara perlindungan konsumen dan pertumbuhan industri pindar di Indonesia.
Direktur Pengawasan Layanan Pendanaan Bersama (Pindar) OJK Indra menjelaskan, pada periode awal perkembangan industri, lembaganya belum memiliki regulasi khusus yang mengatur praktik pinjaman daring.
“Sebelum terbitnya POJK 77 Tahun 2016, belum ada ketentuan yang secara rinci mengatur operasional layanan pendanaan bersama. Karena itu, OJK memberikan kewenangan kepada AFPI untuk mengatur batas atas bunga melalui code of conduct,” katanya dikutip Selasa (4/11/2025).
Indra adalah saksi di sidang dugaan kesepakatan penetapan suku bunga pindar yang digelar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Gedung RB Soepardan, Jakarta.
Menurut Indra, penetapan batas atas tersebut muncul sebagai respons terhadap maraknya keluhan masyarakat mengenai suku bunga yang tinggi. Sebelum ada aturan batas atas, banyak penyelenggara pinjaman online yang menerapkan bunga 1% – 2% perhari. Selain itu, terjadi pula praktik penagihan yang tidak beretika. Hal ini memberikan tekanan kepada masyarakat bahkan ada yang berujung bunuh diri.
“Hal ini kemudian menjadi perhatian presiden, sehingga kami merasa harus segera ada batasan manfaat ekonomi. OJK kemudian meminta AFPI untuk membuat batasan tertinggi sehingga suku bunga pindar tidak lagi sebesar sebelumnya demi memberi perlindungan kepada masyarakat,” imbuh dia.
Arahan penetapan batas atas manfaat ekonomi (bunga) tersebut kemudian ditegaskan melalui surat OJK Nomor S-408/NB.213/2019 tertanggal 22 Juli 2019 tentang Pelaksanaan Rapat Pleno dan Komunikasi Transparansi Kinerja Pinjam Meminjam dan Organisasi pada Aplikasi, Laman Web, Sistem Elektronik dan/atau Media Lain yang Dikelola Secara Resmi oleh Penyelenggara Fintech Lending.
“Penetapan batas atas manfaat ekonomi ditujukan demi memberikan perlindungan masyarakat sekaligus untuk membedakan pinjaman legal dan ilegal yang tidak berizin OJK,” tegas dia.
Terkait dengan besaran batas atas sebesar 0,8%, Indra mengungapkan, hal tersebut merupakan hasil diskusi OJK dengan asosiasi yang mengacu pada praktik di sejumlah negara. “Angka 0,8% tersebut merupakan benchmarking dari praktik yang berjalan di sejumlah negara,” ucapnya.
Indra menambahkan, aturan penetapan batas atas manfaat ekonomi bukan berarti para pelaku usaha menerapkan bunga yang sama. Dalam praktiknya, pelaku usaha menerapkan bunga berbeda-beda sesuai profil risiko sesuai klaster dan segmen pasar masing-masing platform pindar. Klaster pinjaman produktif akan berbeda dengan pinjaman konsumtif maupun syariah.
“Saya tegaskan kembali bahwa peraturan manfaat ekonomi adalah bentuk memberikan perlindungan kepada konsumen dari tekanan suku bunga tinggi. Jadi masing-masing punya perbedaan manfaat ekonomi, bukan penyeragaman,” tutur Indra.
Dia bahkan mengatakan bahwa penerapan batas atas suku bunga pindar membawa dampak positif. Batas atas suku bunga tersebut bahkan mendapat respons baik dari masyarakat, baik lender maupun borrower. Buktinya, pengaduan masyarakat terkait bunga yang tinggi menjadi turun.
STEVY WIDIA
