youngster.id - Belakangan ini operator seluler tengah diterpa isu merugikan negara karena mekanisme kuota data internet yang hangus saat masa berlaku telah habis. Pemerintah yakni Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan hangusnya kuota internet tidak melanggar regulasi selama operator seluler menerapkan prinsip transparansi dan edukasi dalam penawaran produk.
Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Komdigi, Denny Setiawan menjelaskan, dalam Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021, pasal 74 disebutkan, saldo deposit prabayar dapat dipergunakan untuk mengakses layanan telekomunikasi termasuk jasa produk multimedia akses internet dengan menggunakan jaringan bergerak seluler. Hal ini diatur juga dalam Pasal 66 termasuk pengaturan mengenai pentarifan.
“Karena itu operator seluler bebas merancang berbagai jenis paket data, mulai dari yang reguler hingga termurah, asalkan menjelaskan secara jelas karakteristik dan pembeda tiap paket kepada pelanggan,” kata Denny dalam diskusi Selular Business Forum bertajuk “Mekanisme Kuota Data Hangus, Apakah Melanggar Regulasi & Merugikan Konsumen? Rabu (16/7/2025) di Jakarta.
Denny menjelaskan, sistem kuota ini dikategorikan sebagai layanan prabayar. Operator juga diberi ruang untuk membatasi jumlah kuota yang bisa diakumulasi (rollover), baik dari sisi volume maupun waktu, agar tidak terjadi kelebihan beban jaringan (network congestion).
“Isu kuota hangus bisa diselesaikan lewat sistem transparansi. Ini akan menguntungkan pelanggan sekaligus menjaga keberlangsungan bisnis operator. Ini win-win solution,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Marwan O. Baasir menilai, paket internet dengan sistem kuota hangus dinilainya memberikan pilihan bagi konsumen untuk mengakses paket internet dengan harga murah.
“Paket data yang dijual operator itu sudah diatur dasar hukumnya, termasuk batas kuota dan masa aktif. Misalnya, kuota 3 GB dengan masa aktif dua hari, itu sah-sah saja, selama dijelaskan secara jelas ke pelanggan,” ujarnya dalam diskusi tersebut.
Menurut Marwan, harga per gigabyte di pasaran saat ini merupakan hasil dari perhitungan yang mempertimbangkan efisiensi jaringan dan keberlanjutan usaha. Sisa kuota internet, misalnya dari total 50 Mbps hanya terpakai 30 Mbps, tidak serta-merta bisa dianggap sebagai kuota yang bisa dikompensasikan ke bulan berikutnya. Hal ini karena penyelenggara layanan internet (ISP) juga berlangganan bandwidth dari penyedia jaringan (NAP) dalam jangka waktu tertentu, biasanya bulanan.
“Kalau semua kuota bisa dikompensasi atau diakumulasi tanpa batas, maka operator akan mengalami beban biaya jaringan yang lebih tinggi. Ini akan berdampak langsung pada harga layanan yang dibayar pelanggan,” katanya.
Pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo menilai, mayoritas pengguna layanan seluler di Indonesia adalah pengguna prabayar yang didorong oleh aksesibilitas harga yang lebih terjangkau. “Hal ini berbeda dengan negara-negara seperti di Eropa, di mana sistem pascabayar lebih umum digunakan,” ujarnya.
Sementara pada kesempatan terpisah, VP Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel Saki Hamsat Bramono menegaskan, struktur produk dan masa aktif kuota dari Telkomsel telah disusun mengikuti Permenkominfo itu.
“Semua paket yang kami keluarkan sudah sesuai regulasi. Konsumen diberi informasi yang jelas soal masa aktif dan besaran kuota. Pelanggan juga diberi pilihan luas, ada yang satu hari, tiga hari, tujuh hari, bahkan paket khusus seperti TikTok atau aplikasi tertentu lainnya,” ujarnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post