youngster.id - Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 menunjukan angka tingkat literasi keuangan perempuan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan selisih tipis 50,33% dan 49,05%.
Meskipun angka inklusi keuangan masih didominasi kelompok laki-laki sebesar 86,28%, angka literasi keuangan perempuan di tahun 2022 ini perlu dilihat sebagai pertanda baik semakin tingginya pemahaman perempuan Indonesia tentang layanan keuangan.
Wakil Bendahara II Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Chrisma Albandjar juga menyatakan bahwa angka inklusi keuangan perempuan yang semula 75,15% meningkat menjadi 83,88% di tahun 2022 lalu.
“Teknologi, khususnya di sektor keuangan, sangat membantu karakter perempuan sebagai pengelola keuangan rumah tangga yang dituntut serba bisa dan mampu multi-tasking. Perempuan memiliki motivasi berinvestasi yang lebih berorientasi ke investasi jangka panjang untuk keluarga. Hal ini yang semakin meningkatkan urgensi perlunya perempuan memiliki pemahaman tentang inovasi teknologi keuangan, mulai dari fitur dan tools di aplikasi keuangan sampai proses mempertimbangkan risiko keuangan,” kata Chrisma, dalam talkshow Suara Perempuan dengan tema “Perempuan, Fintech, dan Gaya Hidup”.
Berdasarkan survei Pluang tentang investasi ritel di 2022, mayoritas responden perempuan menyisihkan setidaknya 20% dari penghasilannya untuk alokasi investasi. Tiga alasan utama perempuan berinvestasi adalah untuk meningkatkan pendapatan pasif, mempersiapkan dana darurat dan mempersiapkan dana untuk pendidikan anak. Motivasi perempuan yang lebih berorientasi pada masa depan keuangan keluarga berbeda dibandingkan mayoritas responden yang secara umum memilih persiapan dana pensiun sebagai alasan utama berinvestasi.
Kartika Dewi, Head of Corporate Communication Pluang menekankan tentang tren akses layanan keuangan digital terhadap perilaku keuangan perempuan.
“Kemudahan onboarding layanan keuangan digital untuk perempuan perlu dibarengi dengan tingkat literasi finansial guna memastikan dampak positif bagi produktivitas mereka. Sebelum ada platform pembayaran digital, belanja bulanan atau untuk setiap keperluan pembayaran domestik rumah tangga sering makan banyak waktu dan sering kali tidak terkontrol dengan baik secara pengeluaran. Sekarang semua transaksi keuangan bisa dilakukan semudah ketukan jari dari smartphone. Literasi finansial membantu perempuan untuk mengatur keuangan lebih efektif lagi dengan mengoptimalkan akses kemudahan yang diberikan platform digital,” papar Tika.
Untuk memfasilitasi preferensi investasi ini, Tika melanjutkan bahwa perlu lebih banyak pemimpin perempuan di puncak kepemimpinan sektor fintech.
Setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memastikan kepemimpinan perempuan di sektor ini. Pertama, meningkatkan visibilitas pemimpin perempuan di industri fintech melalui partisipasi dalam acara-acara publik, maupun program pelatihan untuk pengusaha perempuan.
Kedua, memperkuat startup yang dirintis oleh perempuan, karena investor perlu peka terhadap bias gender yang bisa mempengaruhi penilaian mereka terhadap ide bisnis dari founder perempuan, terutama sektor fintech yang didominasi laki-laki. Ketiga, keterwakilan para pemimpin perempuan perlu menjadi budaya profesional baru yang sangat mungkin dicapai dan bermanfaat bagi pertumbuhan sektor fintech.
Dari perusahaan-perusahaan fintech di Indonesia yang menjadi anggota AFTECH, Pluang merupakan salah satu dari perusahaan rintisan fintech yang memiliki sosok pemimpin perempuan yaitu Claudia Kolonas. Kepemimpinan Claudia di Pluang juga memastikan adanya keterwakilan perempuan di posisi-posisi strategis dengan memastikan proporsi pegawai perempuan Pluang minimal 30% dan sebagian besar dari mereka memiliki posisi strategis di manajemen tingkat atas.
“Dengan memastikan keterwakilan perempuan di puncak kepemimpinan, Pluang berharap bisa membawa inovasi teknologi yang bisa menjawab kebutuhan finansial perempuan Indonesia dan semoga bisa jadi rujukan perusahaan lain di industri teknologi,” tutup Tika.
HENNI S.
Discussion about this post