Perkembangan dan Tantangan Transisi Energi Lintas Sektor 

Transisi Energi

Perkembangan dan Tantangan Transisi Energi Lintas Sektor  (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia menyatakan target pengurangan emisi CO2 sebesar 32% atau 358 juta ton CO2 dengan usaha sendiri, dan sebesar 41% atau sebanyak 446 juta ton CO2 dengan bantuan dunia internasional pada tahun 2030.

Di antara berbagai bentuk inisiasi Net Zero, mitigasi melalui energi terbarukan menonjol sebagai kontributor terbesar, yang sudah mengurangi sebanyak 51,29 juta ton CO2e di Indonesia. Kemudian disusul oleh efisiensi energi dengan penurunan sebesar 31,87 juta ton CO2e, penggunaan bahan bakar rendah (15,55 juta ton CO2e), penggunaan teknologi bersih (13,33 juta ton CO2e), dan aktivitas lainnya (15,63 juta CO2e).

Maka dari itu, sektor energi memiliki target untuk mengurangi konsumsi energi melalui implementasi Peraturan Pemerintah baru No. 33/2023, yang harus dilakukan oleh penyedia energi, pengguna sumber energi, dan pengguna energi untuk menurunkan ambang batas konsumsi energi. Implementasi PP ini juga membuat batasan konsumsi energi menjadi lebih spesifik, yaitu 6.000 TOE. 4000 TOE untuk sektor industri dan transportasi, serta 500 TOE untuk gedung dan bangunan. Dengan ini, sektor industri dapat menghemat sebanyak 5,28 juta TOE (Rp20,8 triliun) pada 2030 dan 9,34 juta TOE (Rp35,3 triliun) dalam berbagai sektor lainnya.

Pada tahun 2022, ada sekitar 242 perusahaan yang telah melaporkan bauran energi mereka di Indonesia. Dari 242 perusahaan ini, total penggunaan energi adalah 852,126 GWh, dengan penghematan energi mencapai 20,461 GWh atau setara dengan pengurangan emisi sebesar 11,7 juta Ton CO2 eq.

Gigih Adi Utomo, Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, 52.8% dari penggunaan energi tersebut berasal dari batu bara, khususnya dalam industri kertas, semen, dan baja, karena panas yang dihasilkan sangat stabil sehingga membantu proses pembakaran bahan-bahan.

“Adapun bahan bakar ini memang termasuk yang paling murah dan penggantinya hingga saat ini adalah energi biomassa,” ujar Gigih, dalam ESG SYMPOSIUM 2023 Indonesia, dikutip Jum’at (17/11/2023).

Kemudian untuk sektor alat-alat elektronik, penggunaan energi listrik diatur dalam Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM), yang dimaksud untuk membatasi jumlah konsumsi energi maksimum pada produk-produk seperti AC, rice cooker, kipas angin, kulkas, lampu LED, dan TV. Hal ini dapat mengurangi penggunaan listrik sebesar 787 MW dan menghemat energi sebanyak 3.8 TWh pada tahun 2030.

Sedangkan untuk transportasi, penggunaan energi terbesar dalam subsektor transportasi darat. Misalnya saja truk dengan teknologi mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine/ICE) masih mendominasi pengguna bahan bakar minyak, yang menjadi sumber utama polusi udara.

Transisi energi dapat dilakukan dengan beberapa langkah strategis, seperti mengadopsi energi alternatif seperti biomassa untuk menggantikan batu bara dalam kegiatan produksi, mengubah jenis kendaraan operasional bisnis menjadi kendaraan berbahan bakar listrik, dan mengganti atau menggunakan peralatan listrik sesuai dengan Standar Kinerja Energi Minimum pada gedung-gedung operasional perusahaan.

“Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat transisi energi adalah dengan mengimplementasikan penjualan karbon. Melalui sistem perdagangan karbon, pemerintah dapat mengawasi jumlah karbon yang dihasilkan dan pengendalian emisi gas yang dilepaskan ke atmosfer bumi dapat dilakukan lebih efektif,” jelas Gigih.

Executive Vice President SCG, Thammasak Sethaudom menjelaskan, untuk mencapai Net Zero Emission harus dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai informasi, pengetahuan, serta pengalaman yang dapat membantu seluruh stakeholders, baik dari pemerintah maupun swasta, agar mampu menciptakan sinergi inisiasi yang dilakukan.

Menurutnya, SCG berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dalam operasionalnya. Langkah menuju Net Zero diwujudkan melalui inisiasi teknologi daur ulang, yang sejalan dengan kerangka ESG 4 Plus — prinsip bisnis SCG yang dipersonalisasi dari framework ESG global, yang melibatkan Net Zero 2050, Go Green, Reduce Inequality, Embrace Collaboration, serta Keadilan dan Transparansi.

“Kami juga percaya kerja sama dengan pemerintah dan sektor lainnya adalah kekuatan utama untuk membawa perubahan positif,” kata Sethaudom.

Di Indonesia, SCG telah mengimplementasikan berbagai inisiasi transisi energi. Pertama, PT Semen Jawa dan PT Tambang Semen Sukabumi menggunakan teknologi Alternative Fuel and Alternative Raw Material (AF/AR) untuk menghasilkan energi dan bahan baku alternatif dari limbah industri dan bekerja sama dengan berbagai pelaku industri di Sukabumi untuk mendapatkan limbahnya. Kedua, PT Fajar Surya Wisesa Tbk (FajarPaper), anak perusahaan SCG di lini Packaging, menggunakan Sistem Pengolahan Anaerobik (Anaerobic Treatment System) untuk mengolah air limbah dan menghasilkan biogas sebagai bahan bakar alternatif.

Selain kedua inisiasi tersebut, PT Semen Jawa dan PT Tambang Semen Sukabumi juga sedang mengembangkan teknologi Refuse-Derived Fuel (RDF) pertama di Sukabumi, yang juga bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk mengolah sampah kota menjadi energi alternatif pengganti bahan bakar fosil.

 

HENNI S.

Exit mobile version