youngster.id - Potensi Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah akan menjadi basis kekuatan dalam strategi membangun industri nasional. Untuk itu Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengusulkan agar pemerintah segera mengeksekusi peta jalan pengembangan industri nasional.
“Kami mengusulkan industri agribisnis, maritim, kreatif dan pariwisata sebagai empat sektor prioritas yang memiliki kekuatan untuk membangun ekonomi Indonesia,” kata Ketua KEIN Soetrisno Bachir dalam keterangan tertulis Jumat (9/12/2016) di Jakarta.
Ia menyampaikan hal tersebut pada Focus Group Discussion Industri Pilihan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) dalam Kerangka Strategi Industrialisasi Indonesia 2045 (Roadshow I – Institut Pertanian Bogor) di Bogor.
“Kita sudah punya keunggulan komparatif, jika seluruh energi atau kebijakan difokuskan pada empat sektor prioritas tersebut, kita akan punya keunggulan kompetitif,” tuturnya. Selain itu, diperlukan penanaman rasa nasionalisme kepada masyarakat untuk mencintai dan menggunakan produk dalam negeri.
Dalam hal ini, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, indikasi pertumbuhan industri nasional akan meningkat, yang dapat dilihat dari beberapa investasi besar yang tengah berjalan.
Misalnya, pabrik pulp dan kertas di Sumatera Selatan, pabrik gula tebu di Nusa Tenggara Barat, pabrik smelter alumina di Kalimantan Barat, serta pabrik methanol dan semen di Papua.
“Dalam upaya percepatan pembangunan industri ke depan, kami juga memfasilitasi pengembangan kawasan industri di beberapa daerah sebagai pusat pertumbuhan industri seperti di Sei Mangkei, Dumai, Berau, Konawe, Morowali, Kendal, dan Gresik,” sebutnya.
Selain itu, lanjut Airlangga, pelaku industri akan diarahkan untuk berbasis digital dalam rangka menyongsong globalisasi dan era industri 4.0.
“Salah satu program yang kami siapkan adalah e-smart IKM, sebagai upaya untuk memanfaatkan platform digital melalui kerja sama dengan perusahaan startup di Indonesia,” ujarnya. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengembangan kapasitas sektor yang mendominasi populasi industri di Indonesia.
Airlangga mengatakan, perbedaan jam kerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing industri Indonesia seperti di sektor tekstil dan produk tekstil dibandingkan dengan negara kompetitor utama yaitu Vietnam dan Bangladesh. “Jam kerja tenaga kerja di Indonesia 40 jam per minggu, lebih rendah dari dengan 48 jam kerja per minggu, dan Bangladesh yang 50 jam per minggu,” ucapnya.
Menurut Menperin, yang juga perlu mendapat perhatian untuk mencapai tujuan pembangunan industri dan meningkatkan daya saing di era globalisasi adalah penyiapan SDM industri terampil dengan kompetensi yang bersaing.
“Sebagai gambaran, saat ini terdapat sejumlah 15,3 juta orang yang bekerja di sektor industri manufaktur. Namun, mayoritas 95,1 % berpendidikan SMU dan SMK atau lebih rendah,” ungkapnya.
Hal tersebut membuat tenaga kerja Indonesia belum mampu menduduki peran strategis di perusahaan industri atau masih sebatas tenaga operasional dan teknis. Melalui unit pendidikan di lingkungan Kemenperin, kami hanya menghasilkan 30 ribu per tahun. Sedangkan kata Presiden, Indonesia butuh jutaan tenaga terampil,” ujarnya. Untuk itu, Kemenperin telah menyusun kebijakan dan program operasional dalam upaya pengembangan SDM industri.
STEVY WIDIA