youngster.id - Perkembangan teknologi membuat perusahaan-perusahaan, harus berevolusi dan meningkatkan kompetensi mereka di era digital. Pelaku usaha harus mengadopsi pola pikir digital termasuk kerap berinovasi dan tidak takut mengambil risiko
Demikian disampaikan Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemkominfo, Ismail MT. Mengutip data Global Management Consulting dan Accenture, ia mengatakan ada banyak perusahaan yang hilang dari daftar Fortune 500 sejak 2000. Penyebab utamanya adalah mereka gagal dan tidak mampu bertahan di era digital.
“Teknologi itu tidak lepas dari kemanusian. Ini adalah isu yang penting sekali untuk diperhatikan dalam kondisi era digital ke depan,” tutur Ismail dalam acara Dell EMC Forum (DEF) 2017 Kamis (2/11/2017) di Jakarta.
Agar hal tersebut tidak terus terjadi, menurut Ismail, perusahaan-perusahaan harus memiliki kemampuan teknologi tingkat tinggi sebagai bagian dari kompetensi yang harus dimiliki di era digital.
Hal tersebut didukung dengan kemampuan untuk membaca tren dan peluang, mengkombinasikan dan mengkolaborasikan berbagai ide unik. Selain itu, juga harus bisa berempati dan memahami interaksi manusia dan saling menciptakan keuntungan.
Ismail menjelaskan, ada tujuh kunci teknologi yang membuat teknologi begitu cepat mengalami perubahan, yaitu Advanced Robotics, Artificial Intelligence, Interent of Things, Cloud Computing, Big Data Analytics, 3D Printing dan Digital Payment Systems. Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan tujuh kunci teknologi tersebut agar tidak ketinggalan dengan perkembangan teknologi.
“Bagi bisnis, ini semua adalah peluang dan artinya kita memiliki peluang besar untuk mengejar itu semua. Ini kesempatan kita, era kita untuk punya pasar potensial yang besar,” jelasnya.
Banyak perusahaan di Indonesia, kata Ismail, sudah memahami pentingnya transformasi digital seiring dengan teknologi yang terus berkembang. Mengutip survei Microsoft tahun ini, 90% pimpinan perusahaan tahu mengenai pentingnya transformasi digital. Namun, permasalahannya adalah mereka belum sampai ke tahap “action”. Sebanyak 51% baru berencana melakukan transformasi digital, 27% sudah memiliki strategi dan 22% belum memulai apa pun.
“Ada kondisi yang cukup signifikan untuk dikejar karena Indonesia masih dalam tahap believe, belum action,” kata Ismail.
STEVY WIDIA
Discussion about this post