Resesi 2023 Bakal Mengancam Profesi Kreator Konten

kreator konten

Kreator Konten Berperan dalam Meminimalisir Risiko Penggunaan Media Sosial (Foto: ilustrasi/istimewa)

youngster.id - Industri kreator konten (content creator) melejit sejak kemunculan media sosial seperti Instagram, YouTube, dan TikTok. Namun, resesi 2023 diprediksi akan membuat industri creator economy ini bakal terancam.

Menurut laporan Big Technology, profesi ini bakal mengalami keterpurukan di masa ekonomi sulit. Pasalnya,  persaingan di dalamnya semakin ketat.

Pada awal 2022, valuasi Linktree berhasil mencapai US$1,3 miliar atau sekitar Rp 20 triliun berkat beberapa seri pendanaan. Namun, di masa mendatang, agaknya bisnis Linktree akan menantang.

“Orang-orang punya waktu terbatas untuk mengonsumsi banyak konten. Para kreator konten harus menjadi yang terbaik, atau masuk di beberapa jajaran teratas, untuk punya ruang berkembang,” kata Austin Rief CEO Morning Brew dikutip dari Big Technology.

Ketika kreator tier menengah susah bertumbuh, maka startup yang membantu menyuburkan ekosistem itu pun akan susah scale up. Misalnya saja Linktree yang menyediakan layanan tautan di profil media sosial kreator konten (link-in-my-bio).

Content creator yang masih bisa bertahan hanya mereka yang tergabung dalam “top 1% kreator”, alias yang memang sudah punya basis pengikut dalam jumlah besar dan reputasi mentereng. Kreator tier menengah bakal lebih sulit menanjak.

Industri memprediksi bahwa nilai total untuk Creator Economy bakal mencapai US$104,2 miliar atau setara Rp 1.611 triliun. Angka itu memang terdengar banyak, sebab digabung dengan nilai investasi di startup yang mendukung bisnis kreator seperti Linktree.

“Mungkin nilai investasi yang diberikan ke startup-startup itu tak akan kembali modal,” kata laporan Big Technology.

Pendanaan untuk startup yang fokus ke content creator terus merosot sepanjang 2022. Ada 58 putaran pendanaan dengan nilai US$343 juta di kuartal pertama 2022.

Angka itu turun menjadi 42 putaran pendanaa dengan total US$336 juta pada kuartal kedua, dan terakhir merosot ke 19 putaran pendanaan bernilai US$110 juta, dikutip dari TechCrunch.

Seiring dengan popularitas algoritma TikTok yang membuat konten apa saja bisa mendadak trending tanpa harus punya basis pengikut yang besar, mengumpulkan pendapatan yang stabil bagi content creator akan semakin sulit. Faktor ini juga menambah tekanan bagi kreator dan platform yang mendukung mereka.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version