youngster.id - Serangan siber kini makin canggih dengan memanfaatkan AI dan AI generatif untuk menjebak, melakukan peniruan suara, hingga pemalsuan identitas. Riset Cybersecurity Resilience in Mid-Market Organisation 2025 dari Palo Alto Networks menunjukkan UMKM Indonesia masih belum siap menghadapi risiko ini terkait kelangsungan operasional usaha mereka.
Country Manager Indonesia Palo Alto Networks Adi Rusli, mengatakan, UMKM, sebagai salah satu penopang ekonomi Indonesia, saat ini telah bertumbuh dan adaptif dalam pengadopsian digitalisasi di bisnis. Dia menyebut riset mereka mengungkapkan, para pelaku UMKM mengalokasikan 14,4% dari omzet mereka untuk investasi keamanan siber. Hal ini menandakan adanya kesadaran dari berbagai ancaman digital.
“Langkah proaktif untuk mengatasi ancaman siber yang canggih ini menjadi contoh ideal bagaimana organisasi menjamin keberlangsungan usaha,” ucapnya dikutip Jumat (12/9/2025).
Namun Adi mengingatkan, bahwa serangan siber makin ganggih. Para peretas kini memanfaatkan AI dan AI generatif untuk mengeksploitasi sisi emosional manusia, mulai dari memanipulasi hasil pencarian Google, membuat perintah (prompt) palsu, menyusup ke layanan customer service, sampai dengan melakukan penipuan menggunakan suara yang telah diimitasi oleh AI.
Teknik-teknik ini memungkinkan peretas mengambil alih sistem dengan cepat, dan lebih dari setengah serangan yang terjadi terbukti mengakibatkan kebocoran data atau melumpuhkan operasional hingga mengakibatkan kebangkrutan usaha.
“Situasi ini menegaskan betapa krusialnya perlindungan yang solid bagi UMKM dengan sumber daya yang terbatas. Menghadapi ancaman seperti ini, bisnis tidak bisa lagi mengandalkan sistem keamanan lama dan perlu beralih ke solusi AI yang adaptif dan bereaksi langsung terhadap ancaman,” ucapnya.
Menurut Adi, meskipun serangan AI semakin canggih, kelemahan terbesar tetap berasal dari sisi manusia. Terbukti, 13% serangan social engineering berhasil karena karyawan mengabaikan peringatan keamanan yang muncul. Di samping itu, kurangnya otentikasi berlapis dan pemberian hak akses yang terlalu luas kepada user turut menyebabkan 10% kasus kebocoran data. Dengan SDM yang kurang memadai, tim keamanan siber sering kewalahan dan tidak mengindahkan peringatan adanya upaya login mencurigakan dan meluasnya akses ke sistem tertentu sehingga baru menyadari adanya serangan setelah peretas telah memiliki kontrol.
“Teknologi AI kini mengubah keamanan siber dari sistem terpisah menjadi platform terpadu yang memberikan visibilitas menyeluruh dan perlindungan komprehensif untuk memperkuat kredibilitas bisnis. Ini bukan soal satu solusi saja, tapi tentang membangun budaya keamanan yang berakar pada prinsip zero trust di mana setiap akses, aktivitas, dan seluruh komunikasi harus secara berkala diverifikasi,” paparnya.
Dia berharap para pelaku UMKM UMKM adaptif dengan teknologi terbaru. Kunci utamanya dengan menguasai teknologi terlebih dahulu, sehingga dapat efektif diimplementasi pada operasional bisnis.
STEVY WIDIA
Discussion about this post