youngster.id - Kehadiran startup dan e-commerce diantisipasi pemerintah dengan berbagai aturan. Salahs atunya adalah perusahaan start-up dan e-commerce, yang beroperasi di dalam negeri berbadan usaha dan menjadi subyek penerimaan pajak.
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan telah berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk segera mengimbau perusahaan start-up dan e-commerce, yang beroperasi di dalam negeri berbadan usaha. Dia menegaskan, perusahaan-perusahaan tersebut saat ini sudah menjadi subjek pajak, dan harus menaati aturan negara yang berlaku, yakni membayar pajak.
“Sehingga setiap transaksi, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) bisa dikenakan, dan perusahaannya sendiri harus bayar PPh (Pajak Penghasilan) badan,” kata Bambang Selasa (29/3/2016) di Jakarta.
Upaya ini, kata Bambang, dilakukan agar ada kesetaraan antarperusahaan yang beroperasi di Indonesia. Ia menegaskan, tidak akan pandang bulu terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak mematuhi aturan yang selama ini berlaku. “Mau (perusahaan) raksasa, atau kurcaci itu semua kena,” ujar Bambang.
Sementara itu para pelaku industry e-Commerce menilai banyaknya regulasi terhadap kegiatan ini akan menjadi penghambat kemajuan. “Kalau makin banyak regulasi (aturan, red.), terutama di industri yang baru seumur jagung, industrinya nanti gak bisa ‘terbang’ (maju, red.),” ungkap Kusumo Martanto, CEO Bibli dalam kesempatan terpisah.
Namun ia tidak menampik bahwa di antara regulasi-regulasi tersebut ada yang betul-betul penting. “Kecuali (regulasi, red.) soal customer protection, kami sangat setuju ya. Tapi apa semua hal harus dibuat regulasinya? Kan enggak,” tutur pria yang menjadi CEO Blibli.com sejak 2010 itu.
STEVY WIDIA
Discussion about this post