youngster.id - Startup asal Indonesia, Atmos FC-19, memenangi Hack4Resilience. Ajang kompetis ini digelar Founders Talent (FoTa), organisasi pendukung gerakan inovasi berkelanjutan yang juga diikuti peserta dari Thailand, India, dan Belanda.
Atmos FC-19 membawa inovasi berbentuk platform bertajuk Waktu Tani untuk menjawab permasalahan agrikultur di Tanah Air, khususnya terkait ketahanan pangan.
Perwakilan dari Atmos FC-19, Yogi Sahat Maruli Simanjuntak, menyebutkan bahwa platform ini diciptakan mengingatkan distribusi hasil pertanian di Indonesia tidak merata. Hal ini digawangi masalah defisit atau surlus hasil bumi. Pada akhirnya harga pangan tersebut tidak stabil di pasaran.
“Hal ini harus begitu diperhatikan menimbang sektor pertanian jadi modal ketahanan pangan. Di luar itu, pandemi Covid-19 menuntut setiap negara, termasuk Indonesia, dapat mandiri dengan urusan kebutuhan pokok masyarakatnya,” tutur Yogi dalam keterangannya Senin (28/9/2020).
Waktu Tani menghadirkan beberapa fitur yang dapat memetakan kondisi surplus dan defisit di daerah dan komoditasnya. Lalu, memproyeksikan ketersediaan pangan berdasarkan analisis kondisi lokal dan cuaca. Selanjutnya, menganalisis dampak fenomena cuaca skala besar, seperti ESO dan IDO beserta rekomendasi tindakan. Terakhir, memberikan rekomendasi masa tanam yang ideal.
Sementara itu, Direktur Founders Talent, Ida Hindarsah, mengatakan, Hack4Resilience digelar untuk membangun sejumlah aplikasi big data yang nantinya dapat berkontribusi menangani krisis akibat pandemi Covid-19. Acara ini digelar sejak 16 Juni 2020. Prototipe dari peserta dimasukkan ke dalam Covid-19 Observatory.
“Inovasi yang diperlombakan dalam Hack4Resilience, dibuat berdasarkan kebutuhan pejabat publik, atau fenomena masyarakat di tengah pandemi Covid-19, sehingga perlu dicarikan solusinya,” ungkap Ida.
Beberapa fitur yang dihadirkan dari platform ini adalah dapat memetakan kondisi surplus dan defisit di daerah dan komoditasnya. Lalu, memproyeksikan ketersediaan pangan berdasarkan analisis kondisi lokal dan cuaca. Selanjutnya, menganalisis dampak fenomena cuaca skala besar, seperti ESO dan IDO beserta rekomendasi tindakan. Terakhir, memberikan rekomendasi masa tanam yang ideal.
“Tujuannya untuk memberi waktu pemerintah pusat sampai daerah untuk melingkupi kebutuhan pangan dan melindungi harga. Sedangkan untuk petani, kapan waktu tanam yang tepat. Di Belanda, kami telah bermitra dengan Pusat Inovasi Data dan kota-kota tangguh Rotterdam dan Den Haag. Nantinya akan segera ditindaklanjuti kepada pejabat publik dengan data di dunia nyata,” kata Ida lagi.
Pihaknya telah menyiapkan kerangka kerja dukungan di setiap wilayah yang berpartisipasi yang terdiri dari komunitas mitra di tingkat global. Seperti TomTom, Facebook, T-Hubs Hyderabad, STEAM Platform, Thailand dan Singapura Swiss Technical University Future Resilient Cities Center (ETH), Founders Talent Bandung, dan Global Resilient Cities Network.
STEVY WIDIA
Discussion about this post