youngster.id - Startup adalah bisnis yang menjadi impian anak muda. Namun kurangnya pengalaman bisnis kerap menjadi kendala startup bisa berkembang. Untuk itu, Fajrin Rasyid, Direktur Digital Business PT Telkom berbagi strategi untuk mendorong startup lokal menjadi pemenang di negeri sendiri.
Fajrin mengatakan, startup lokal harus menerapkan tiga pendekatan bisnis, tiga pola pikir mendasar, serta berfokus ke pelanggan. “Tiga pendekatan bisnis tersebut adalah diferensiasi atau fokus konten lokal, integrasi offline dan online, serta sinergi dengan perusahaan lokal. Ini penting karena nilai ekonomi digital Indonesia tahun 2019 sudah mencapai US$40 miliar dan akan menjadi US$133 miliar di tahun 2025,” ungkap Fajrin dalam keterangannya Sabtu (31/10/2010).
Fajrin menekankan, startup lokal bisa menghadirkan strategi konten lokal eksklusif. Misalnya film/seri lokal, jenis musik lokal, animasi, permainan bercita rasa lokal, dan semacamnya.
“Memang OTT asing pun menghadirkan konten lokal. Namun, mestinya OTT lokal dapat membangun pengetahuan, kerjasama, dan kapabilitas sehingga mampu menghadirkan konten lokal ini dengan lebih baik,” katanya.
Selain itu, strategi integrasi offline online menjadi potensi besar karena startup luar belum tentu bisa menghadirkan presensi secara luring secara kontinyu, sehingga peluang ini bisa dioptimalkan sekaligus menjadi pembeda. Sementara strategi sinergi dengan sesama perusahaan lokal diarahkan ke yang memiliki ukuran besar. Baik dari sisi jumlah pelanggan, penetrasi pasar, infrastruktur, dan lainnya namun belum memiliki penetrasi digital yang kuat.
“Dalam hal ini, startup lokal dapat menjadi mitra digital bagi perusahaan lokal tersebut. Hal ini tentu saja perlu dipersiapkan dengan matang sehingga menghasilkan kerja sama yang bersifat win-win,” tambahnya.
Mantan Presiden Bukalapak mengungkapkan, strategi ini harus dibangun dari tiga perubahan pola pikir. Pertama, learning/growth mindset yakni perubahan era digital yang berlangsung dengan cepat mengharuskan kita menguasai skill yang sesuai era tersebut.
“Skill teknis yang kita pelajari 10 tahun lalu bisa jadi kurang relevan dengan kebutuhan saat ini, sehingga kita harus terbuka untuk mau terus belajar agar tidak tergilas kemajuan zaman,” katanya.
Kedua, collaborative mindset yakni kemampuan dan kemauan untuk dapat berkolaborasi di dalam tim maupun dengan tim lain bahkan organisasi lain, terlebih sebuah startup tidak mungkin menguasai seluruh bidang keahlian.
Ketiga, proses yakni adaptasi prosuder yang sesuai tren digital. Percuma kita menerapkan teknologi canggih dan menyiapkan SDM yang andal apabila tidak didukung prosedur yang sesuai. Sebagai contoh, teknologi digital signature dapat berjalan efektif apabila SOP di dalam organisasi tidak mengharuskan penerapan tanda tangan basah di dalam dokumen resmi perusahaan.
“Terakhir adalah berfokus pelanggan. Ini berarti melihat sesuatu dari sudut pandang mereka atau mencoba duduk dari posisi mereka. Startup, terutama yang akan mendaftar Indigo, harus memahami siapa pelanggan mereka, berapa usianya, bagaimana keseharian dan lingkungan mereka,” tambahnya.
Arahan tersebut diberikan terkait proses pendaftaran Indigo Creative Nation Bath 2 Tahun 2020 pada 1 Oktober sampai 13 November nanti. Program inkubator dan akselerator startup pertama milik BUMN di Indonesia ini mulai diluncurkan tahun 2013 lalu.
Program Indigo menawarkan beberapa fasilitas bagi startup yang diinkubasi, antara lain pendanaan hingga Rp 2 miliar. Juga, mentoring dari para ahli dan peluang akses pasar kepada pelanggan Telkom Group baik pelanggan Indihome, Telkomsel, maupun pelanggan korporasi serta UMKM.
Program Batch 2 tersebut mengkhususkan enam kategori startup yang bisa berpartisipasi mendaftar yakni agrikultur, pendidikan, keuangan, kesehatan, logistik, serta travel dan turisme.
“Kuncinya pada akhirnya adalah startup mampu menghadirkan layanan yang dapat memberikan pengalaman pengguna paling tepat, paling sesuai kebutuhan. Mudah-mudahan lebih banyak lagi startup lokal yang tumbuh pesat di Indonesia ke depannya,” pungkas Fajrin.
STEVY WIDIA
Discussion about this post