Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Dorong SDM Unggul

Irzan Raditya selaku CEO dan Co-Founder Kata.ai membuka Interact 2019. (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Strategi nasional ini disusun oleh Kemenristek BRIN, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Irzan Raditya CEO dan Co-Founder Kata.ai mengatakan, Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial disusun untuk membangun SDM unggul Indonesia. Proyek ini direncanakan hingga tahun 2045.

“Kata.ai jadi bagian dari yang merumuskan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial, yang merupakan kolaborasi antara pemerintah, industri, akademik dan komunitas. Satu rumusan yang didasarkan pada konsep Quadruple Helix, terbagi untuk sektor publik dan sektor industri unggulan nasional,” ungkap Irzan dalam diskusi live instagram yang bertajuk Help Conversations Turned Into Conversions belum lama ini.

Irzan menilai, jika Indonesia ingin berkembang dengan teknologi AI, sebaiknya fokus pada pengaplikasian AI tersebut di sektor industri. Dengan begitu, lanjut Irzan, Indonesia bisa punya daya saing untuk menyelesaikan berbagai masalah dengan mengaplikasikan teknologi AI di berbagai sektor, termasuk insurtech.

“Penting untuk percaya diri menghadapi pasar, supaya masyarakat bisa tahu bahwa AI berguna dan bermanfaat. AI juga akan memberikan nilai ke dunia insurtech, tidak hanya sebatas transaksional. AI bisa memberikan end to end customer experience, memberikan pengalaman yang menyenangkan mulai dari ketika seseorang membeli polis asuransi sampai nanti merasakan benefit dari asuransi tersebut,” ungkapnya.

Sementara itu dalam diskusi tersebut VP Marketing Qoala, Cliff Sutantijo, mengatakan, langkah pemerintah ini merupakan sebuah lompatan untuk mengejar negara lain yang selangkah lebih maju dalam pengembangan teknologi AI. Cliff juga berharap, AI bisa mengubah persepsi masyarakat tentang asuransi.

“Di negara lain, AI sudah diaplikasikan lebih dulu di dunia asuransi dan lebih canggih. Contohnya, untuk asuransi kesehatan, premi didasarkan pada riwayat kesehatan. Nah, negara lain itu punya AI berupa facial recognition (pengenalan wajah) yang bisa mengetahui level merokok seseorang. Semakin tinggi level kebiasaan merokoknya, premi asuransi kesehatannya semakin besar,” papar Cliff.

Cliff menjelaskan, Qoala juga sudah mengaplikasikan teknologi AI untuk proses klaim asuransi smartphone. Apabila smartphone rusak, pelanggan cukup mengirimkan video kondisi smartphone tersebut. Selanjutnya, sistem berbasis teknologi AI ini yang akan membaca video tersebut. Dalam hitungan menit, akan keluar hasil apakah smartphone rusak dan layak diklaim. 

“Kami mendukung penuh pengembangan teknologi AI di Indonesia. Khusus untuk dunia insurtech, kami berharap AI bisa mengubah persepsi orang bahwa asuransi itu penting untuk melindungi kita dari hal yang tidak diinginkan. Saya optimis Indonesia akan mengadopsi AI secara matang dan bisa diterima seluruh masyarakat,” tutup Cliff.

STEVY WIDIA

Exit mobile version