Waspadalah, Kejahatan Siber Meningkat

Serangan cyber perlu segera diantisipasi. (Foto: Ilustrasi/Youngsters.id)

youngster.id - Symantec menemukan sejumlah peningkatan dalam hal kejahatan siber pada 2015 lalu. Peningkatan tindak kejahatan siber yang dialami sejumlah perusahaan, baik besar maupun kecil. Hal ini mengindikasikan perusahaan sebagai target utama pelaku kejahatan siber.

“Zero Day menjadi waktu yang semakin dikhawatirkan oleh pelanggan, karena telah semakin banyak dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber. Sebab, di hari software selesai dan diluncurkan, kreator masih belum menemukan celah pada software mereka,” kata Halim Santoso Director System Engineering ASEAN, dalam siaran resmi Internet Security Threat Report (ISTR) Volume 2,  Selasa (19/4/16), di Jakarta.

Symantec menemukan selama tahun 2015, jumlah kerentanan yang ditemukan pada Zero Day sebanyak 54 buah. Angka ini meningkat sebesar 125 persen dari tahun 2014. Selain itu, Symantec juga menemukan sebanyak 430 juta varian malware baru ditemukan sepanjang tahun 2015 lalu.

Sementara itu, Symantec juga menyebut Indonesia menduduki peringkat ke lima pada tahun 2015, terkait dengan tingkat kerentanan terutama di segi media sosial. Sebelumnya, pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat ke tujuh terkait dengan kerentanan tersebut.

Selain itu, peningkatan juga terjadi dalam hal ransomware, dengan pertumbuhan sebesar 35 persen sepanjang 2015 dari tahun sebelumnya. Kejahatan ini dinilai Symantec semakin berbahaya karena telah mencapai fase penyanderaan konten digital konsumen via enkripsi.

Symantec menyebut serangan ransomware telah merambah ke berbagai perangkat dari PC hingga smartphone bersistem operasi Mac dan Linux. Indonesia menduduki peringkat ke 13 untuk wilayah yang paling banyak diserang ransomware, dengan jumlah serangan rata-rata sebanyak 14 per hari sepanjang 2015.

“Peningkatan jumlah perusahaan yang memilih untuk menahan rincian penting setelah pelanggaran terjadi menjadi tren yang meresahkan,” ujar Halim.

Berdasarkan laporan tersebut, Symantec memperkirakan sebanyak lebih dari setengah miliar kehilangan data yang tidak dilaporkan oleh perusahaan. Namun, kasus kehilangan terbesar yang pernah dilaporkan kepada publik hanya sebanyak 191 juta data.

Symantec juga menemukan, perusahaan lebih memilih untuk bungkam saat terjadi kasus kehilangan data yang lebih besar. Salah satu temuan Symantec menyebut terdapat kasus dengan jumlah identitas tersebar sebanyak 429 juta identitas, yang tidak dilaporkan oleh perusahaan terkait.

Hal ini, jelas Halim, disebabkan oleh budaya dan sifat tertutup yang dimiliki sebagian besar perusahaan, terutama di Indonesia, terkait permasalahan yang dihadapinya. Halim mengungkap, transparansi terkait jumlah serangan penting untuk dimiliki perusahaan terutama terkait dengan masalah keamanan.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version