youngster.id - Seorang peretas yang berbahasa Rusia telah menjual lebih dari setengah juta akun Zoom kepada pakar keamanan siber di situs gelap. Data yang diunggah oleh para peretas tersebut antara lain berupa alamat surel, login dan kata sandi, tautan obrolan dan juga PIN untuk menggelar konferensi video.
The Times, memberitakan bahwa perusahaan keamanan siber Cyble membeli akun Zoom di dark web dari pengguna Telegram berbahasa Rusia. Sejumlah akun tersebut milik pelanggan Cyble sehingga perusahaan dapat memverifikasi keasliannya.
Jumlah pengguna Zoom meningkat selama pandemi Covid-19 dan transisi besar-besaran oleh kantor dan sekolah seiring dengan penerapan bekerja dan belajar dari rumah guna memutus rantai penyebaran virus corona.
Menurut Zoom, pada Desember 2019, sekitar 10 juta orang menggunakan Zoom dalam sehari, sedangkan pada Maret 2020, angka itu melonjak menjadi 200 juta orang. Namun, pada awal April, The Washington Post melaporkan bahwa terjadi kebocoran ribuan rekaman panggilan video Zoom.
CEO Zoom Eric Yuan mengakui layanan Zoom tidak siap untuk peningkatan tajam jumlah pengguna. “Kami mengakui bahwa kami belum memenuhi harapan masyarakat—dan kami sendiri—mengenai privasi dan keamanan,” katanya dalam sebuah wawancara.
Di antara data yang bocor tersebut ada percakapan pribadi pengguna dan percakapan rapat. Menurut laporan sebelumnya, jaringan peretas, yang disponsori oleh kelompok Necurs dan kemungkinan beroperasi di Rusia, tersebut telah dihancurkan oleh Microsoft.
Divisi keamanan siber Microsoft bekerja melawan jaringan bot yang secara diam-diam mengirim spam ke komputer beberapa pengguna. Komputer pengguna juga terinfeksi ransomware, yang menuntut tebusan untuk membuka kunci. Semua kejahatan tersebut diduga dilakukan oleh kelompok peretas Necrus.
Belum lama ini Zoom mengklaim telah meningkatkan keamanan di platformnya, dan menambahkan sejumlah lapisan perlindungan yang diharap dapat mengatasi masalah sebelumnya dan menjauhkan pengguna dari masalah keamanan.
STEVY WIDIA
Discussion about this post