Dian Kurniawati : Relawan yang Bangun Bisnis Daur Ulang Sampah Demi Pelestarian Lingkungan

Dian Kurniawati, Co-founder & CEO Tridi Oasis (Foto: Istimewa/youngster.id)

youngster.id - Indonesia tengah mengalami tantangan yang cukup pelik dalam menangani isu sampah plastik. Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2020, Indonesia memproduksi sebanyak 7,8 juta ton sampah plastik per tahun dan lebih dari separuhnya, yakni sebesar 4,9 juta ton sampah plastik belum terkelola dengan baik. Kepedulian akan kondisi ini mendorong banyak pihak terjun dalam pengolahan sampah, bahkan menjadikan ini sebagai bisnis yang berkelanjutan.

Pada kenyataannya, pengelolaan sampah sebenarnya bernilai ekonomi bagi para pengumpul dan sektor industri, terlebih pada jenis sampah plastik. Pasalnya, sampah plastik memiliki jalur daur ulang dan memiliki peminat yang tinggi.

Di tahun 2020, kebutuhan di tingkat global terhadap plastik jenis PET (Polyethylene terephthalate) untuk botol minum atau botol air mineral mencapai 27 juta ton, dan diperkirakan di tahun 2030 mendatang kebutuhan ini sebesar 42 juta ton. Kendati kondisi sampah di Indonesia masih tercampur antara sampah organik dan anorganik, rantai daur ulang bisa mengelola sampah dengan metodenya masing-masing.

Dengan begitu penerapan model ekonomi sirkular, atau peningkatan produksi barang daur ulang bisa menguntungkan banyak pihak. Peluang ini yang mendorong Dian Kurniawati memutuskan untuk mendirikan perusahaan pengelolaan sampah plastik, Tridi Oasis. Perusahaan ini fokus dalam mendaur ulang materi sampah menjadi material baru.

“Sebagai salah satu pengelola limbah plastik yang sedang berkembang di Indonesia, kami menghadirkan lebih dari sekadar produk yang berfungsi dengan baik, tetapi juga pengelolaan limbah plastik yang bertanggung jawab, transparan, dan dapat memberikan traceability (ketelusuran) data sampah plastik yang diolah dari sumber awal,” kata Dian, CEO dan Co-founder Tridi Oasis kepada youngster.id.

Berdiri sejak tahun 2016, Tridi Oasis memproduksi berbagai macam serpihan PET kelas menengah hingga tinggi yang dapat diubah menjadi kemasan dan produk tekstil berkelanjutan yang banyak dicari oleh berbagai industri seperti kemasan makanan dan tekstil.

“Kami punya misi untuk membangun dan memajukan ekonomi sirkular di Indonesia, serta berupaya membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan dan memperhatikan lingkungan sembari menyediakan lapangan kerja yang berkesinambungan kepada lebih banyak orang,” ucap Dian.

Alumni Teknik Universitas Indonesia ini mengungkapkan, sebagaimana rencana pemerintah Indonesia melalui platform National Plastic Action Partnership (NPAP), untuk mengurangi 70% sampah plastik di laut pada 2025, Tridi Oasis juga turut membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan hidup di Indonesia serta mendorong kontribusi dari pihak lokal untuk menyelesaikan permasalahan ini.

“Meski kesadaran masyarakat akan isu lingkungan sudah mengalami peningkatan dan semakin banyak tokoh yang menyuarakan isu tersebut, kita masih perlu memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas industri waste management demi menekan angka limbah plastik yang ada di Indonesia,” kata Dian.

 

Relawan

Sesungguhnya Dian pernah bekerja sebagai profesional di sebuah perusahaan konsultan manajemen yang mengharuskannya berkeliling ke banyak tempat. Hal ini rupanya yang membuat dia tertarik dengan lingkungan.

“Saya tidak ada latar belakang di teknik lingkungan atau teknik kimia. Saya juga tidak ada pengalaman sebelumnya di industri pengolahan sampah plastik. Tetapi saya memang punya ketertarikan di bidang lingkungan dan aktif di beberapa komunitas peduli lingkungan. Bahkan kami juga membangun komunitas ‘Beach Cleanup- Jakarta’, yang secara rutin bersama para relawan setiap 2-3 bulan sekali ke Kepulauan Seribu untuk membersihkan sampah plastik di pantai,” kisah Dian.

Kondisi ini mendorong Dian bersama rekannya Dinda Utami memutuskan untuk keluar dari tempat mereka bekerja dan membangun usaha yang fokus pada pengembangan teknologi dan inovasi sains untuk mendaur ulang sampah plastik.

“Jadi kami secara entitas itu berdiri tahun 2016, dengan misi bergerak di bidang waste management. Kami mengolah sampah khususnya sampah plastik yang tadinya masalah menjadi sebuah peluang. Kami konsentrasinya di sampah plastik karena kami sadari plastik itu adalah material yang ketika sudah menjadi sampah dan dibuang ke alam itu butuh ratusan tahun untuk degradasi,” ungkapnya.

Dian mengungkapkan, Tridi Oasis fokus menggarap sampah plastik PET dari botol-botol plastik, umumnya yang dipakai untuk kemasan air mineral dan minuman kemasan. Sampah ini didaur ulang menjadi bahan baku lagi (raw material). Nanti bahan ini dapat diolah menjadi plastik baru yang bisa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya kemasan makanan dan minuman atau jadi serat atau benang seperti polyester dan filamen untuk garmen.

“Jadi misi kami, pertama ingin memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Kedua, ingin berkontribusi di dalam circular economy, jadi kami ‘mengambalikan’ plastik ke pasar. Intinya kami ingin plastik hidupnya lebih panjang tanpa mencemari lingkungan, sebab kalau jadi sampah kan butuh ratusan tahun untuk dia bisa hancur. Ketiga, menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat sekitar,” ucapnya.

Tridi Oasis kini dapat memproduksi lebih dari ribuan ton plastik daur ulang per tahun. Sampai dengan tahun 2021, Tridi Oasis telah berhasil mendaur ulang 250 juta botol plastik yang kemudian digunakan kembali di pasar.

 

Tridi Oasis - Beach Clean Up
Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap lingkungan, Dian juga membangun komunitas ‘Beach Cleanup- Jakarta’, yang secara rutin bersama para relawan setiap 2-3 bulan sekali ke Kepulauan Seribu untuk membersihkan sampah plastik di pantai (Foto: Istimewa/youngster.id)

 

Tantangan Pengembangan Usaha

Bisa dibilang bisnis Tridi Oasis awalnya mengalami banyak kendala. “Di awal kami benar-benar harus belajar dari awal, mulai dari jenis-jenis plastik dan bagaimana memisahkannya. Selain itu juga kami harus mencari customer. Semua itu menjadi tantangan besar di awal,” ungkap Dian.

Seiring perkembangan bisnis, Dian mengaku menemui juga tantangan lain. “Seperti yang kita ketahui di Indonesia itu sampahnya banyak tetapi kecampur-campur antara sampah organik dan anorganik, yang anorganik pun antara sampah botol plastik, kaleng almunium, stereofoam itu masih kecampur-campur. Sehingga kami juga masih memikirkan strateginya agar collecting lebih efektif dan efisien jadi kami bisa dapatkan botol plastiknya lebih banyak. Karena diproduksi daur ini sangat penting untuk mengurangi kontaminasi sampah atau limbah lainnya di dalam botol plastik itu,” ungkapnya.

Tantangan lain adalah pendanaan. Menurut Dian usaha ini mulai berkembang di tahun 2020. Ketika itu Tridi Oasis mendapatkan pendanaan dari modal ventura asal Singapura, Circulate Capital sebesar US$6 juta untuk Tridi Oasis. Di tahun Berikut, mereka juga mendapat dana hibah melalui DBS Foundation.

Adanya investasi ini membuat mereka bisa menambah kapasitas pabrik. Tridi Oasis juga dapat melanjutkan studi kelayakan, riset pasar, dan menyelesaikan penelitian dan pengembangan terkait proses daur ulang kemasan plastik multi-lapis (MLP), sebuah jenis plastik yang paling sedikit didaur ulang namun yang paling umum berakhir di lingkungan. Di sisi lain, Tridi Oasis juga sukses membangun kerja sama dengan berbagai perusahaan di bidang FMCG, e-commerce, dan logistik.

Menurut Dian, di tahun ini mereka juga mengembangkan bisnis dengan mulai mengolah jenis plastik yang fleksibel seperti sachet dan sedotan. “Sampah jenis ini kerap dinilai rendah, berbeda dengan sampah botol. Tetapi sampah ini memiliki dampak besar pada lingkungan, karena 90% sampah yang kami temui berserakan di pantai adalah sampah jenis ini. Dampaknya jelas lebih buruk kalau tidak diolah,” ungkap Dian.

Untuk itu Tridi Oasis bekerjasama dengan perusahan semen untuk menjadikan sampah jenis fleksibel ini sebagia bahan bakar. Selain itu, menurut Dian mereka juga melakukan studi dan riset untuk bisa mengolah sampah ini menjadi produk baru seperti furnitur.

“Produk kami dijual B2B ada yang lokal dan ada yang untuk ekspor. Jadi yang lokal adalah mereka yang bergerak di bidang tekstil, packaging dan roof. Kemudian yang ekspor juga sama. Total sekitar 5 – 10 perusahaan,” ucap Dian.

Bisnis pengolahan sampah ini juga menciptakan lapangan kerja. Tim Dian sendiri berjumlah 130 karyawan. Selain itu mereka bermitra dengan para pekerja di bidang pengumpulan sampah yang berada di Jabodetabek, Serpong, Cirebon, Majalengka, Serang, hingga Sumedang.

“Masalah sampah plastik ini bukan hanya selesai di daur ulang tapi lebih kompleks. Semua kita punya perang, mulai dari pendaur ulang, masyarakat, pemerintah termasuk juga media dan organisasi. Semua orang harus berperan untuk mengurangi sampah plastik,” pungkasnya.

 

=======================

Dian Kurniawati

=======================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version