youngster.id - Pendidikan adalah tangga penting bagi manusia Indonesia untuk meraih kesejahteraan yang lebih baik. Di samping pendidikan akademisi, pendidikan vokasi juga menjadi sorotan pemerintah. Sayangnya masih banyak yang belum menyadari pentingnya pendidikan non akademik ini.
Indonesia diprediksi akan mendapat bonus demografi pada tahun 2020-2030. Dan seiring dengan itu angkatan kerja di Indonesia akan mencapai angka 70%. Oleh karena itu, bonus demografi ini harus dipersiapkan agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
Salah satu upaya meningkatkan daya saing dapat dilakukan dengan pendidikan vokasi. Hal ini juga ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan dalam Rangka HUT RI ke 73 yang mengatakan bahwa proses pendidikan harus mampu membuat Indonesia lebih produktif dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, Pemerintah memperkuat pendidikan dan vokasi. Tujuannya untuk melahirkan sumberdaya terampil, yang siap masuk dunia kerja.
Apalagi saat ini angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan menengah ke bawah (SD-SMP). Dari 128 juta orang angkatan kerja, sebesar 60,08% berpendidikan menengah ke bawah.
Dengan pendidikan yang tepat maka generasi muda dapat mengembangkan potensi diri agar dapat bersaing di dunia kerja global. Peduli akan hal itu sejumlah anak muda membangun sebuah platform bernama MauBelajarApa (MBA). Ini adalah sebuah platform pendidikan yang fokus pada non akademis.
“Ini platform edukasi tetapi edukasi yang khusus non-akademis. Jadi Mau Belajar Apa adalah lembaga pendidikan yang fokus ke pendidikan vokasi, yaitu pendidikan soft skill, personal development, bisnis entrepreneurship, atau kelas yang berhubungan dengan hobi, craft dan art,” ungkap Dwina Putri, Co-founder dan Chief Operations Officer MauBelajarApa kepada youngster.id belum lama ini di Jakarta.
Ya, sama dengan startup edukasi yang tengah booming belakangan ini, MauBelajarApa merupakan marketplace yang mempertemukan mereka yang ingin belajar dan pengajar. Namun bedanya, bidang yang tersedia di sini adalah non-akademis atau lebih dikenal sebagai pendidikan vokasi.
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang berorientasi pada keahlian yang khas serta kemampuan untuk siap kerja. Bahkan pendidikan vokasi menjadi jembatan masuk pasar kerja atau berwirausaha.
“Selama ini orang hanya terpaku pada lembaga pendidikan umum yang menekankan pada akademis. Namun ternyata tidak sedikit lulusan kemudian kesulitan masuk ke pasar kerja karena tidak memiliki soft skill yang diharapkan. Untuk itulah awalnya kami hadir,” ucap Dwina.
Dia percaya pendidikan di luar akademis dapat membantu pengembangan pribadi terutama anak muda yang merupakan angkatan kerja terbesar saat ini. Dia menyadari bahwa kebutuhan industri terhadap tenaga kerja muda, cekatan dan terampil sangatlah tinggi. Tak hanya itu, dunia industri juga membutuhkan tenaga kerja dengan sikap dan soft skill yang baik, siap dengan perubahan, inovatif serta memiliki daya tahan tinggi.
“Pendidikan vokais dan soft skill adalah langkah yang tepat untuk mempersiapkan masa depan di era global ini,” ujarnya.
Satu Visi
Dwina mengaku bergabung dengan MauBelajarApa tak lama setelah platform ini didirikan oleh Jourdan Kamal pada tahun 2016. Padahal saat itu lulusan Fakultas Seni Rupa dan Design ITB dengan predikat cumlaude ini telah bekerja di sebuah perusahaan design.
“Saya memiliki visi yang sama dengan MauBelajarApa, yaitu ingin membangun edukasi yang berkualitas bagi semua orang. Dan saya ingin ambil bagian dalam mengedukasi masyarakat Indonesia,” tegas Dwina.
Menurut Dwina, MauBelajarApa diinisiasi oleh Jourdan sejak tahun 2015. Bersama Jourdan ada Daniel Liejardi sebagai CTO dan Dwina sebagai COO. “Saya melihat MauBelajarApa bukan main-main atau iseng saja. Jason melihat bahwa kualitas dari anak muda terutama fresh graduate terlalu fokus pada akademis dan melupakan hal di luar akademis. Padahal, hal itu mendukung kualitas mereka dalam mencari pekerjaan. Dan itu membuat mereka kurang mampu bersaing di pasar tenaga kerja. Untuk itu butuh pendidikan soft skill. Alasan itu juga yang membuat saya memutuskan untuk ikut bergabung di sini,” ungkapnya.
Sejak awal kemunculannya MauBelajarApa mencoba membantu pasar pendidikan non akademik di Indonesia untuk bisa dijangkau banyak orang. Di platform MauBelajarApa bisa ditemukan berbagai macam workshop dengan berbagai macam tema. Pengajar-pengajar workshop akan dengan mudah memasarkan kelasnya, demikian juga dengan pengguna yang mudah mencari kelas-kelas workshop yang mereka inginkan.
“Pasar pendidikan non-akademik di Indonesia agak tersebar di Indonesia, sehingga sulit bagi orang-orang untuk menemukan, membandingkan dan membeli kelas-kelas yang mereka inginkan. Misalnya untuk orang-orang yang mau cari tahu untuk belajar calligraphy atau coding class di Jakarta, mungkin mereka agak kesulitan untuk mencari tahu info-info workshop di web. Selain itu, kami ingin mencoba membantu orang-orang yang mau belajar extra skill di dalam pekerjaannya seperti personal development, social media skill, dan lainnya,” jelasnya.
Meski MauBelajarApa hadir dalam platform berbasis teknologi, namun kelas yang diadakan tetaplah offline alias tatap muka. “Karena menurut kami offline itu penting. Orang-orang perlu bertemu dengan orang lain untuk networking atau sekadar berbagi cerita, karena ini skill. Kalau ikut kelas mereka tidak hanya dapat ilmunya saja tetapi mereka juga dapat networking dengan orang lain. Bisa dengan mereka yang sudah lebih berpengalaman, atau juga mungkin dengan orang yang sama tahapnya dengan mereka. Dapat teman berbagi, atau supporting system untuk komunitas juga,” jelasnya.
Perubahan Sistem
Awalnya, MauBelajarApa hanya memiliki kelas untuk art dan kerajinan tangan (craft). Dwina mengakui hal itu karena komunitas untuk kegiatan ini sudah kuat. Namun seiring berjalannya waktu, kelas kegiatan bertambah. Saat ini sudah ada lebih dari 10 kategori, di antaranya kelas bisnis, wirausaha (entrepreneur), personal development, Teknologi Informasi, masak, fashion, hingga content media, kids, dan parenting.
“Yang paling diminati belakangan ini adalah kelas personal development dan business entrepreneurship. Rupanya banyak yang ingin jadi entrepreneur. Apalagi bisnis startup lagi booming. Selain itu, lagi banyak creativepreneur seperti content creator, dan sosial media,” ujar gadis berkacamata ini.
Dengan tingginya peminat saat ini MauBelajarApa telah memiliki 20 ribu anggota dengan 600-an tenaga pengajar se-Jabodetabek. Apa yang dicapai MauBelajarApa ini terbilang menggembirakan. Apalagi, menurut Dwina, mereka masih bootstrapping.
“Setahu saya modal awal kurang dari Rp 100 juta. Tapi itu sudah balik modal. Saat ini kami masih bootstrapping, meski tidak menutup diri akan masuknya investor. Tetapi kami tetap selektif karena jangan sampai semua kerja keras kami jadi sia-sia hanya karena demi mendapatkan uang,” ucap gadis kelahiran Jakarta, 16 Desember 1989 itu.
Sesungguhnya, MauBelajarApa sudah berkembang pesat. Bahkan mereka sudah sempat merambah ke sejumlah daerah seperti Surabaya, Medan, Bandung, Yogya, Semarang, Makasar dan Bali. Tetapi kemudian layanan di daerah itu harus dihentikan sementara waktu.
“Tahun ini kami melakukan penyempurnaan sistem agar customer lebih mudah dalam masuk ke website kami. Perubahan ini membuat kami harus menutup semua kegiatan di luar Jakarta untuk sementara,” jelas Dwina.
Setelah sistem itu dinilai sempurna maka akan segera dibuka lagi layanan untuk Bali dan Surabaya. “Keanggotaan kami tidak dipunggut biaya, baik pengajar mapun mereka yang jadi peserta kelas,” ujarnya.
Untuk monetize terjadi ketika kelas tersebut diinisiasi oleh mitra dengan sistem pembagian hasil alias ada biaya yang dipunggut dari setiap penjualan tiket yang terjual di maubelajarapa.com.
“MauBelajarApa merupakan marketplace yang menghubungkan para guru atau institusi atau fasilitator workshop dengan para pelajar. Jadi jika ada orang ingin meng-organize sebuah workshop atau mengajar di dalam satu workshop, mereka bisa daftar sebagai educator. Lalu, workshop mereka akan dipublikasi di website kami, dan jika ada peminat workshop ingin ikut, mereka tinggal register dan bayar,” paparnya.
Berbagai kelas pernah diadakan mulai dari kelas masak, kelas kaligrafi, fotografi dan sebagainya. Tiap orang bisa mendaftar sebagai pengajar atau peserta. Masing-masing mitra atau pengajar bisa menentukan sendiri berapa harga untuk setiap kelas yang diadakan.
“Kami sediakan juga sistem pembayaran dengan pilihan bank transfer, kartu kredit atau cicilan. Beberapa kursus harganya tidak murah. Kami bantu mereka untuk ikut kelasnya, kami sediakan program cicilan. Tinggal pilih mau bayar pakai apa. Sesudah dapat konfirmasi tinggal datang ke kelasnya,” jelas Dwina.
Awalnya, memang terlihat tidak mudah. Apalagi masih banyak pandangan yang menganggap rendah pendidikan non akademik. “Dulu orang banyak berpikir ini cuma hobi, kenapa harus repot, atau kenapa harus diseriusi. Dan untuk itu kami harus bekerja keras menyadarkan mereka akan pentingnya soft skill,” ucapnya.
Kini, langkah itu mulai membuahkan hasil. Diklaim Dwina, dalam satu bulan mereka bisa menggelar hingga 1.000 kelas workshop. Namun angka itu masuh jauh dibandingkan dengan jumlah penduduk muda dan produktif di Indonesia yang terus bertambah.
Di sisi lain, dengan perkembangan teknologi maka permintaan untuk kelas online mulai bermunculan. Meski demikian, Dwina menegaskan bahwa pihak MauBelajarApa belum mengarah ke hal tersebut. “Kami tetap ingin berkembang bersama komunitas. Jadi tak sekadar berbagi ilmut teapi membangun komunitasi. Itu yang masih kami bangun,” tegasnya.
====================================
Dwina M Putri
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Desember 1989
- Pendidikan Terakhir : Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung
- Usaha : maubelajarapa.com
- Jabatan : Co-founder & Chief Operations Officer (COO)
- Jumlah Tim : 14 orang
- Mulai Usaha : 2015
- Modal Awal : sekitar Rp 100 juta
- Member : sekitar 20 ribu
- Pengajar : sekitar 600 orang
- Wilayah : Jabodetabek
====================================
STEVY WIDIA
Discussion about this post