youngster.id - Sampah adalah persoalan lingkungan yang hingga saat ini belum teratasi. Toh, kepedulian akan masalah sampah ini terus bergulir. Termasuk dari kalangan anak muda. Mereka membuat berbagai inovasi agar lingkungan sekitar bebas sampah. Namun semua kembali pada pola pikir masyarakat.
Di awal tahun ini Indonesia dinyatakan darurat sampah. Pasalnya selama 10 tahun, jumlah sampah terutama di perkotaan menunjukkan tren kenaikan. Mengutip data Dewan Adipura Nasional, pada tahun 2005 timbunan sampah sebanyak 11%, naik menjadi 15% pada tahun 2015. Sampah di darat, yang mayoritas berasal dari kegiatan sehari-hari masyarakat, kemudian turut mencemari laut.
Berangkat dari persoalan tersebut, belakangan ini upaya untuk pemanfaatan sampah mulai bergulir. Bahkan, bermunculan berbagai inovasi untuk mengatasi masalah lingkungan yang diakibatkan sampah, sekaligus menjadikannya sebagai ladang bisnis. Salah satunya adalah inovasi aplikasi Sisaku, yang dikembangkan tiga anak muda: Fauzan, Fajar Febriyan, dan Tri Wahyu Hidayat.
“Sisaku adalah aplikasi yang diharapkan dapat memiliki dampak positif terhadap lingkungan, khususnya mengurangi jumlah sampah,” ucap Fauzan, co-founder dan CEO Sisaku kepada Youngsters.id.
Bersama kedua temannya, pemuda kelahiran Padang, 3 Oktober 1996 ini membangun Sisaku setelah memenangkan kompetisi Indonesia Sociopreneur Challenge (ISoC) untuk kategori ide aplikasi (apps) pada tahun 2015 silam.
Mereka gelisah melihat persoalan sampah yang sulit tertangani. Ide awal dari aplikasi ini berangkat dari permasalah sampah di lingkungan tempat mereka tinggal, yakni di Tangerang Selatan. Daerah ini dapat memproduksi 800 ton sampah per harinya.
Jika dilihat dari jumlah penduduknya yang mencapai 1.402.170 jiwa, berarti rata-rata per individu menghasilkan sampah sebesar 0,56 kg/hari. Masalah ini semakin diperparah dengan sempitnya lahan TPA yang dimiliki oleh Tangerang Selatan, yang hanya seluas 5,6 hektar. Akibatnya, terciptanya gunungan sampah dengan ketinggian mencapai sekitar 15 meter.
Menurut Fauzan, adanya permasalahan tersebut dikarenakan masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pemilahan sampah. Itu berujung pada terhambatnya proses untuk mengurangi timbunan sampah yang ada di TPA.
“Oleh kareta itu, Sisaku hadir untuk mengubah persepsi masyarakat yang selama ini menganggap sampah adalah sesuatu yang tidak bermanfaat menjadi sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi. Dengan begitu, sampah tidak lagi dibuang namun dikumpulkan dan diolah kembali,” jelasnya.
Ketiga alumni Surya University itu kemudian mengembangkan aplikasi yang diberi nama Solusi Masalah Lingkungan (Sisaku), yakni aplikasi yang memberikan edukasi kepada masyarakat dalam mengurai sampah di lingkungannya. Pada perkembangannya, aplikasi itu berkembang menjadi marketplace bagi produk hasil upcycle, dari para pengrajin pembuat produk berbahan sampah anorganik.
“Karena dengan sistem pegelolaan sampah sanitary landfill, bukan tidak mungkin lahan yang digunakan untuk menimbun sampah lama-kelamaan akan habis. Oleh karena itu, kami berpikir untuk dapat mengurangi volume sampah yang diangkut ke TPA dengan penggunaan aplikasi langsung ke individunya,” imbuhnya.
Tiga Layanan
Diceritakan Fauzan, sebelumnya aplikasi Sisaku ini bernama e-Loak, yakni aplikasi yang ditujukan untuk jual beli barang-barang bekas. Pengembangan aplikasi ini menjadi Sisaku terjadi setelah mereka memenangkan Indonesia Sociopreneur Challenge (ISoC) 2015.
“Jadi setelah memenangkan ISoC 2015, Sisaku yang sebelumnya bernama e-Loak diinkubasi oleh Program Studi Technopreneurship Surya University hingga akhirnya pada tanggal 21 Februari 2016, bertepatan dengan Hari Sampah Nasional, versi Beta apps Sisaku diluncurkan di Bintaro Exchange, Tangerang,” ungkap Fauzan.
Dari sinilah startup ini pun terus mengembangkan diri. Fauzan menjelaskan, Sisaku memiliki tiga fitur yang saling terintegrasi untuk melenyapkan sampah anorganik. Pertama, layanan Marketku yang menyediakan market place untuk aneka produk hasil upcycle. Jadi, para pengrajin yang punya produk-produk yang terbuat dari sampah anorganik dapat diperjualbelikan secara umum.
“Dengan adanya fitur ini memberikan akses kepada para peduli lingkungan yang memiliki ketertarikan terhadap produk olahan dari sampah. Fitur ini sekaligus menujukkan kepada masyarakat luas bahwa sampah memiliki nilai jual yang tinggi,” jelas Fauzan bersemangat.
Kedua, layanan Bank Saku yang merupakan layanan antar-jemput sampah. Mirip seperti Bank Sampah, tapi Bank Saku ini dilaksanakan secara online. Masyarakat yang punya sampah untuk dijual, tinggal meng-klik layanan Bank Saku, kemudian sampah akan dijemput untuk diambil. Penjemputan ini bekerjasama dengan sejumlah bank sampah yang ada Kota Tangsel. Sampah yang dijemput akan ditimbang, dicatat dan dihitung berapa nilai rupiahnya, sehingga masyarakat dapat memiliki tabungan dari sampah-sampah tadi.
“Fitur ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat menjual sampah, dengan syarat sampah yang sudah terpilah (antara organik dan anorganik). Dengan begitu, ke depannya sampah tidak lagi langsung dibuang ke TPA, namun diolah kembali oleh para pengepul,” jelas Fauzan.
Menurut Fauzan, adanya fitur ini juga dapat memberikan akses pasar yang luas pada pengepul dalam mendapatkan bahan baku (sampah) untuk diolah kembali.
Ketiga, layanan Infoku, yaitu seputar edukasi sampah. Misalnya, bagaimana memilah dan memilih sampah, mengelola sampah untuk dijadikan produk upcycle serta berita terkait sampah baik aspek teknologi dan ekonomis.
“Aplikasi ini diciptakan untuk mengubah mindset masyarakat, dari yang sementara ini berpikiran bahwa sampah hanyalah benda-benda yang sudah tidak penting dan layak dibuang begitu saja, menjadi pola pikir bagaimana memilah dan memilih sampah untuk dijadikan benda-benda upcycle yang memiliki nilai ekonomis,” ungkapnya.
Dukungan Mentor
Sebagai startup, Fauzan mengaku usaha berbasis sosial ini masih dirintis. Ada banyak hambatan yang harus mereka lalu. Meskipun sampah adalah barang yang dibuang, ternyata mengumpulkannya tidaklah mudah.
“Hambatan itu bisa datang dari mana saja. Misalnya, sulitnya untuk mengajak kerja sama pengepul-pengepul yang masih belum bisa menerima penerapan aplikasi. Kemudian ibu-ibu bank sampah yang masih jarang menggunakan smartphone, sehingga memerlukan usaha yang lebih untuk bisa bekerjasama dengan mereka,” ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Fauzan, edukasi kepada masyarakat menjadi penting. Upayanya, antara lain bisa dimulai dari cara memilah sampah. “Hal ini dikarenakan rata-rata individu di Indonesia sendiri dapat menghasilkan sampah per harinya mencapai 0,5 kg. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kesadaran diri kita masing-masing dan bertanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan sendiri,” kata Fauzan mengingatkan.
Selain itu, mereka juga merasa masih perlu mengedukasi masyarakat agar aplikasi Sisaku dapat dengan mudah digunakan oleh masyarakat.
“Untuk saat ini belum banyak kegiatan yang kami lakukan dalam mengenalkan Sisaku kepada masyrakat luas. Sebab, kami masih harus lebih fokus men-develop aplikasi yang lebih baik agar dapat digunakan masyarakat dengan mudah dan mencari mitra untuk dapat berkolaborasi, “ katanya.
Bagi Fauzan, meski menemui kendala dalam perjalanan membentuk perusahaan rintisan ini, ia tak ingin menyerah begitu saja. Lagipula, mereka telah memiliki bekal ilmu mumpuni yang pernah didapatnya di bangku kuliah. Juga, bimbingan dari beberapa mentor yang memungkinkan mereka tetap punya keyakinan bisa mewujudkan impiannya itu.
“Kendala-kendala tersebut kami hadapi dengan melakukan diskusi, baik itu dengan tim internal maupun melalui mentor yang sekaligus dosen di kampus. Yang pasti kedua orang tua saya, para dosen serta teman-teman yang berdada di sekitar saya, sangat mendukung dengan apa yang saya lakukan ini,” ujarnya.
Fauzan meyakini apa yang dilakukannya saat ini, paling tidak bisa memberikan manfaat bagi dirinya. Bahkan, dapat bermanfaat untuk orang lain, yakni mengajak orang di sekitarnya untuk peduli terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungannya.
“Keberadaan Sisaku untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan, dengan harapan ke depannya sampah tidak lagi dibuang. Tetapi, sampah itu dikumpulkan untuk dijual kembali. Dengan begitu, sampah dapat memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat sekitarnya,” tegasnya.
Selain itu, Fauzan juga berharap dukungan dari berbagai pihak, baik itu pemerintahan, pengepul, bank-bank sampah dan perusahaan-perusahaan maupun individu itu sendiri agar lebih sadar terhadap lingkungannya.
“Kami saat ini masih terbuka untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri persampahan untuk dapat bekerjasama membantu mewujudkan Indonesia bebas sampah,” pungkasnya.
==========================================
Fauzan
- Tempat Tanggal Lahir : Padang, 3-10-1996
- Pendidikan Terakhir : S1 Technopreneurship, Surya University
- Nama Aplikasi : Sisaku
- Mulai Usaha : Desember 2015
Prestasi :
- 2015 Indonesia Sociopreneur Challenge (ISoC) – 1st place in Apps Project in Idea Category
- 2014 – present Dahlan Iskan Scholarship
- Mendapat gelar Best Project dalam acara The Pitch Indonesia
- Semifinalis di SOPREMA yang diadakan oleh Universitas Gajah Mada (UGM)
===========================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post