Hestyriani Anisa : Berinvestasi Sekaligus Memberdayakan Masyarakat Miskin

Hestyriani Anisa, Founder dan CEO IWAK, dan Ade Armyanta Yusfantri, Co-Founder IWAK (Foto: dok. pribadi/Youngsters.id)

youngster.id - Sekarang ada banyak produk investasi. Mulai dari saham, reksadana, properti, obligasi, deposito hingga emas dan masih banyak jenis investasi lainnya. Ada juga investasi alternatif yang tidak saja memberi keuntungan bagi invesor, tetapi dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Seperti yang ditawarkan Hestyriani Anisa lewat program investasi IWAK.

Ini adalah program investasi berupa budidaya ikan air tawar. Berbeda dengan program investasi lain, program ini berbasis pemberdayaan masyarakat lewat budidaya ikan air tawar. Program ini menyediakan platform yang menghubungkan investor dengan keluarga petani.

“Berinvestasi melalui IWAK, selain bisa memberikan keuntungan bagi investor, juga dapat membantu menyejahterakan masyarakat. Soalnya, dalam program ini melibatkan petani ikan budidaya dengan pemodal, ahli perikanan, dan teknologi perikanan budidaya. Jadi ini benar-benar memberdayakan masyarakat,” jelas Anisa co-Founder dan CEO IWAK kepada Youngsters.id.

Cara kerja IWAK cukup sederhana. Anisa menjelaskan, setelah investor masuk, IWAK membudidayakan ikan lewat 2-3 kolam di keluarga petani. Kolam budidaya bersifat portabel berbentuk bundar berukuran 4×1 meter. “Investasi yang kami tawarkan mulai Rp 150 ribu hingga Rp 15 juta,” ujarnya.

Pada setiap tahapan budidaya, petani didampingi dan diawasi oleh tim ahli di bidang perikanan. “Hasil panen akan dijual kepada pedagang berskala besar dan keuntungan penjualan dibagi kepada investor, tim manajemen, dan petani,” terangnya.

Hanya dalam kurun waktu singkat, program IWAK ini telah mengalami kenaikan hingga 20% setiap bulan. Bahkan omsetnya bisa mencapai Rp 550 juta. Tak hanya investor yang diuntungkan, tetapi masyarakat di daerah Nganjuk dan sekitarnya turut merasakan dampak ekonominya.

“Saya melihat adanya gap di bidang perikanan ini, dan berusaha untuk memberikan solusi setidaknya untuk memperkecil gap tersebut. Sehingga tak hanya kami dan investor yang merasakan keberhasilan program ini tetapi juga masyarakat, para petani ikan itu sendiri,” ungkap gadis kelahiran Jakarta 10 September 1993 itu.

Bangga Pernah Gagal

Sesungguhnya program IWAK ini baru dimulai pada bulan Juni 2015. Berawal dari keterlibatan Anisa dan tiga orang temannya Ade Armyanta Yusfantri, Anggita Arum Pertiwi, dan Rian Adam Rajagede terlibat dalam proyek untuk pemberdayaan masyarakat desa yang mereka kunjungi, yakni Desa Kebon Agung, Kabupaten Nganjuk Jawa Timur.

Menurut Anisa, di sana masih banyak pengangguran, dan sebagian besar masyarakatnya merupakan keluarga miskin. “Sebagian besar lahan di desa Kebon Agung masih berupa lahan kosong yang belum dimanfaatkan. Kami berpikir untuk memanfaatkan lahan itu sebagai lahan untuk kolam budidaya ikan,” tutur alumnus Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya UGM ini.

Dari sanalah ide untuk mengembangkan sebuah usaha yang bisa meningkatkan kesejahteraan warga. Dengan hanya bermodalkan waktu, usaha, tenaga dan pikiran mereka pun menggelar program budidaya ikan lele.

Menariknya, menurut Anisa, tak ada satupun dari founder IWAK yang memiliki latar belakang di bidang perikanan. Akibatnya mereka merasakan gagal ketika baru memulai. Tetapi Anisa malah merasa bangga dengan itu. “Kagagalan itu memberikan kami pelajaran dan insight yang nggak bisa dipelajari dari mentor manapun,” ucap Anisa.

Untuk mengatasi hal itu, tim IWAK berusaha mencari kesalahan dan memperbaiki hal itu. Menurut Anisa, hal itu terutama terkait dengan masalah budidaya perikanan. Maklumlah karena mereka memang tidak punya pengetahuan khusus akan hal itu.

“Kami belajar tentang perikanan dan investasi dari awal dan mencoba sendiri. Semuanya kami mencoba sendiri, membuat kolam, wawancara petani, cara membudidaya, memberi makan ikan, panen, mencari investor, hingga menjadi teman curhat untuk investor dan petani IWAK. Karena bagi kami, membangun kepercayaan itu sangat penting baik kepada investor maupun kepada petani,” ungkap Anisa.

Modal kepercayaan ini yang kemudian menjadikan IWAK cepat mendapat tempat di masyarakat. “Kami belajar dan memperbaiki kesalahan sehingga dengan cepat bisa mengatasi masalah terutama terkait dalam hal budidaya perikanan,” ujarnya lagi.

Keberhasilan mereka melakukan panen perdana di awal tahun 2016 membuat program IWAK ini mendapat perhatian dari pihak kampus UGM. Dari publisitas ini, akhirnya IWAK mulai dikenal masyarakat luas. Apalagi setelah menjadi nominator INAICTA 2015 dan masuk program inkubasi sehingga program IWAK semakin kuat.

Hestyriani Anisa dan Ibu Kepala Desa Kebonagung, Nganjuk, sebagai pilot project IWAK (Foto: dok. pribadi/Youngsters.id)
Hestyriani Anisa dan Ibu Kepala Desa Kebonagung, Nganjuk, sebagai pilot project IWAK (Foto: dok. pribadi/Youngsters.id)

Raih Kepercayaan

Menurut Anisa, investor pertama IWAK adalah keluarga dan kerabat mereka sendiri. “Investor pertama IWAK adalah kakak dari salah satu tim kami berserta temannya dan bude dari salah satu tim kami juga,” kenangnya sambil tersenyum.

Untuk berinvestasi di IWAK bisa menyetorkan dana mulai dari Rp 150 ribu hingga lebih dari Rp 15 juta. Masa investasi ikan lele di IWAK ini adalah 3,5 tahun dengan estimasi 21 kali panen. Untuk itu, investor tak perlu khawatir karena manajemen iwak.me sudah menyiapkan draft MoU untuk menunjang faktor legalitas. Bahkan Anisa menjamin dalam waktu delapan kali panen maka investor sudah bisa balik modal.

Selain itu, investor akan mendapatkan laporan harian mengenai kolam yang diinvestasikan. Termasuk informasi mengenai keluarga petani, operator, besaran investasi, kondisi kolam, serta laporan keuangan yang transparan.

Cara kerjanya, menurut Anisa, dari hasil penjualan tersebut, investor akan menerima 55% keuntungan setiap panen, yaitu dua bulan sekali. Adapun periode investasi berlangsung hingga 3,5 tahun. Selanjutnya setelah bulan ke-9, waktu perkiraan investor balik modal dengan bagi hasil 35% untuk pemodal. Sedang sisanya, 35% untuk petani dan 30% untuk manajemen.

Investor akan mendapatkan laporan harian mengenai kolam investasi. “Laporan tentang pakan, jumlah kematian ikan, dan biaya yang dikeluarkan juga bisa dilihat oleh investor setiap harinya,” ucap Anisa. Dengan begitu, diharapkan investor bisa memantau budidaya yang dilakukan setiap harinya. Termasuk mendapatkan berbagai informasi tentang perkembangan kolam dan budidaya melalui situs iwak.me. Website ini juga menampilkan informasi bagi investor mengenai keluarga petani, operator, besaran investasi, kondisi kolam, serta laporan keuangan yang transparan.

Jika terjadi gagal panen, Anisa menjamin pihaknya akan menutupi itu dengan memanfaatkan dana bersama. Dana ini merupakan dana kolektif dari setiap investasi yang masuk. Besaran dana bersama sekitar 7% dari investasi. “Dana bersama ini juga berasal dari penyisihan keuntungan yang diperoleh setiap kali panen,” jelasnya.

Di sisi lain, untuk mendukung keberhasilan budidaya, petani diberikan pelatihan mengenai budidaya ikan air tawar.

Kini, pertumbuhan IWAK semakin pesat. Berawal dari tiga orang, sekarang sudah lebih dari 70 orang bergabung dalam program ini. Selain itu, Anissa dan kawan-kawan sudah berhasil menggandeng 15 investor dari Yogyakarta dan Jakarta serta mengelola 6 kolam ikan.

Di sisi kualitas peternak, IWAK juga sudah memperhitungkan betul sisi keamanan dan keberhasilan panen. “Petaninya kami latih dan kami sudah punya SOP untuk mereka, lengkap beserta profilnya karena kami tak ingin main-main di sini,” ungkap Anisa lagi.

Pengembangan bisnis ini tak hanya memberikan keuntungan dan mengentaskan kemiskinan saja. Namun, bisnis ini juga berhasil meraih penghargaan 2nd Winner Asean Young Socialpreneurs Program 2015. Selain itu, IWAK juga berhasil masuk sebagai nominator Indonesia ICT Award 2015. Anisa juga didampuk menjadi motivator di sejumlah ajang entrepreneur muda.

Meski demikian, gadis ini mengaku tidak berpuas diri dengan hal itu. Dia terus belajar dan terbuka menerima kritik dan masukan. “Kadang banyak entrepreneur muda yang belum terbuka mengenai saran dan kritik dari orang lain karena semangatnya yang mengebu-gebu. Tetapi terbukalah. Karena dengan itu banyak ilmu yang dapat diambil dan jangan mencoba untuk men-defense kalau salah,” jelas Anisa.

Untuk saat ini program IWAK baru berjalan di Nganjuk. Namun ke depan Anisa berharap dapat mengembangkan IWAK menjadi lebih besar. Anisa berupaya menambah lebih banyak lagi jenis budidaya ikan yang bisa diinvestasikan. “Sekarang kami baru melakukan riset untuk budidaya ikan nila,” ujarnya.

Dengan semua itu, Anisa berani menargetkan IWAK sudah dapat mengekspor ikan ke pasar Asia Tenggara di tahun 2018 mendatang.


===============================================================================

Hestyriani Anisa Widyaningsih, S.S

• Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 September 1993
• Pendidikan : Sarjana Sastra Universitas Gajah Mada
• Nama Perusahaan : IWAK
• Jabatan : Co-Founder – CEO
• Mulai Usaha : Juli 2015
• Modal Awal : –
• Pertumbuhan penjualan : 20% setiap bulan
• Kapan BEP : Rencana 2018
• Labar Bersih/Omzet : Rp 550.000.000

Prestasi :

• 2nd Runner Up ASEAN Young Sociopreneur Programme 2015
• Nominator INAICTA 2015
• 16 besar finalis Young Social Entrepreneur Programme 2016

==================================================================


MARCIA AUDITA

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version