Iqra Putra Sanur : Bisnis Sampah Bukan Bisnis Musiman

Iqra Putra Sanur, Co-founder & General Manager Clean Up Indonesia (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Belakangan isu tentang bahaya sampah plastik yang mengancam kelangsungan hidup hewan di laut sangat gencar. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sampah plastik membuat ini bak bom waktu yang siap meledak. Tak ada pilihan lain, kecuali bergegas menemukan solusinya.

 

Sampah plastik bertebaran di segenap penjuru laut dunia. Berbagai pemberitaan media belakangan telah menunjukkannya secara gamblang. Pemberitaan media tentang sampah-sampah plastik yang menutupi laut, menimbulkan penyakit, membuat lumba-lumba tersedak, menjerat kuda laut, dan membunuh banyak kehidupan lainnya, mulai menyadarkan kita bahwa sampah plastik merupakan musuh baru umat manusia.

Tapi penggunaan plastik dan mikroplastik tetap tinggi. Sejak tahun 1950-an, sekitar 9 juta ton plastik telah diproduksi di seluruh dunia. Dan, saat ini setidaknya masih meninggalkan sampah sebesar 7 juta ton. Penelitian terbaru lainnya juga menunjukan jumlah microplastik yang tersebar di lingkungan kini mencapai sekitar 51 triliun butir, atau setara 236 ribu metrik ton.

Studi yang dilakukan peneliti di Pusat Nasional UC Santa Barbara yang diterbitkan dalam jurnal Science menyebut, 8 juta metrik ton sampah plastik mencemari laut setiap tahun. Pada tahun 2025, input tahunan diperkirakan mencapai 2 kali lipat lebih besar lagi.

Terkait semua ini, Indonesia memiliki sebuah prestasi yang tidak bisa dibanggakan jika dikaitkan dengan persoalan sampah plastik. Pasalnya, saat ini Indonesia masuk dalam daftar negara sebagai penyumbang sampah plastik di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke dua sebagai negara dengan sampah terbanyak yang dibuang ke laut.

Pada saat bersamaan, masyarakat enggan atau bahkan tidak mampu mengelola sampah plastik secara efektif. Akibatnya, sampah plastik menjadi masalah global yang mempengaruhi hidup manusia dalam berbagai bidang, mulai dari lingkungan hingga sosial-ekonomi-politik.

Prihatin akan kondisi sampah plastik yang terjadi di dalam negeri belakangan ini, akhirnya membuat Iqra Putra Sanut mengembangkan aplikasi Clean Up yang menyediakan layanan pengangkutan sampah untuk area publik.

“Jadi aplikasi Clean Up yang kami buat ini fokus untuk pengangkutan pelayanan sampah. Khususnya di kawasan publik area, residensial area, atau perumahan,” kata Iqra, Co-founder & General Manager Clean Up kepada youngster.id pada acara Program Plastic Reborn 2.0 CocaCola 2019 di Jakarta baru –baru ini.

Menurut Iqra, visi dari Clean Up Indonesia adalah melayani dengan semangat inovasi. “Kami ingin menjadi pengelola sampah yang edukatif, tepat guna dan inovatif, serta terbesar di Indonesia di tahun 2022,” ucapnya.

Di sisi lain, dia juga ingin membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang tuna aksara dan kurang berpendidikan tinggi. “Permasalahan sampah itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Tetapi sekaligus bisa menjadi bisnis yang menjanjikan di masa depan,” ucapnya.

 

Bisnis B2B

Pria asal Makassar ini mendirikan perusahaan pengambilan sampah ini sejak Maret 2015 di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Layanan ini berangkat dari keprihatinan Iqra melihat banyaknya sampah yang tidak terangkut optimal dan tepat waktu oleh petugas dinas kebersihan di kotanya. Hal ini mendorong dia mendirikan usaha pengangkutan sampah berbasis aplikasi.

“Saya melihat potensi sampah itu bukan bisnis yang musiman untuk dikerjakan. Apalagi saya melihat layanan sampah di negara-negara maju sudah banyak dikelola oleh pihak swasta. Peluang dan ide ini saya coba aplikasikan,” ucap anak sulung dari tiga bersaudara ini.

Selain terinspirasi dari pengelolaan sampah di luar negeri, masih kurangnya perhatian pihak pemerintah terkait efisiensi anggaran dalam pengelolaan transportasi pengangkutan layanan samapah, dilihat sebagai potensi bisnis oleh Iqea. Untuk itu, melalui Clean Up, Iqra dan timnya ingin menangkap potensi itu sekaligus dapat menyelesaikan permasalahan pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.

Tadinya, Iqra menyasar pelanggan dari rumah ke rumah, business to customer (B2C). Ternyata, model itu cukup sulit diterapkan. Masalah utamanya, banyak warga yang belum paham pentingnya menggunakan jasa angkut sampah. “Tantangan terbesar ya mengajak mereka masuk ke sistem kami,” ungkap Iqra.

Akhirnya dia pun melakukan evaluasi dan mencari akar permasalahah sampah ini. “Setelah kami evaluasi, ternyata permasalahan sampah itu berlapis dari hulu ke hilir. Dan untuk menyelesaikannya dapat dimulai dari sistem collecting-nya,” ucap Iqra.

Iqra juga mengamati bahwa armada pengangkutan sampah dari pemerintah hanya bertahan dua tahun, dan sesudahnya tak dapat dipergunakan lagi. Hal itu, ternyata sumber masalahnya ada pada efisiensi anggaran. “Nah semua itu kami lihat sebagai potensi karena kami membentuk sistem yang lebih efisien,” ujarnya.

Dia memutuskan untuk menerapkan model bisnis B2B yang menyasar ke kawasan perumahan, para pengembang perumahan, termasuk area restoran dan pusat perbelanjaan.

“Sebelumnya kami survey dahulu. Setelah mendapatkan permintaan, survey jumlah unit, mau dilayani berapa kali dalam sepekan, atau ada service tambahan seperti pencucian tempat sampah tiap unit di perumahan tersebut. Setelah itu semua kami ketahui, baru kami ajukan penawaran ke developer. Kalau sudah deal, baru mulai kami layani,” ungkapnya.

Dari sanalah bisnis Clean Up pun berkembang. Saat ini Clean Up telah memiliki armada untuk jasa pengakutan pelayanan sampah di wilayah Makassar, Sulawesi Selatan dan Minahasa, Sulawesi Utara. Iqra mengaku, Clean Up telah mampu memberikan pelayanan pengangkutan sampah di wilayah Makassar sebanyak 3 ton dalam satu hari.

“Fokus kami benar-benar di hulu yaitu sistem collecting-nya. Kami ingin mengurangi timbulan sampah yang ada dari user-user kami,” ujar Sarjana Manajemen Sumber Daya Perairan, IPB itu.

Iqra menjelaskan, Clean Up memiliki armada dan tim sendiri dengan tiga layanan, yaitu layanan rutin harian, pick up by request, dan admin pengangkutan sampah.

“Kami melihat bahwa masalah di masyarakat untuk sampah-sampah luar biasa. Misal sampah hasil renovasi rumah, bersih-bersih halaman batang kayu dan daun, atau sesudah event di perumahan itu juga dilayani dengan pelayanan sampah berlangganan. Nah, makanya kami menjadi penghubung dari para pengguna dengan pengangkut, sehingga tidak ada lagi sampah yang tertimbun,” papar Iqra

Di sisi lain, Clean Up juga membangun komunikasi dengan pemerintah setempat. Mereka juga membayar retribusi untuk pembungan sampah ke TPA serta bekerjasama dengan vendor-vendor untuk pengumpul sampah bernilai tinggi. “Hal ini juga bisa mengurangi timbulan sampah ke TPA,” ujarnya.

Dalam perjalanan di awal perusahaan rintisan ini berdiri, tak sedikit halangan yang dihadapi. Tantangan terbesar datang dari orang-orang yang lebih dulu berkecimpung dalam dunia persampahan. Iqra dan Clean Up dianggap sebagai saingan.

 

Menurut Iqra Putra Sanur, Clean Up memiliki visi untuk menyelesaikan sampah dari hulu ke hilir di tahun 2020 Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Nyaris celaka

Iqra menceritakan pernah dua kali hampir dibegal. Pertama, ketika dia berurusan dengan para pemulung senior, waktu meninjau tempat pembuangan akhir (TPA). Ketika itu Iqra dicegat dan hendak dicelakai.

Kedua, karena cukup sulit menarik warga sebagai customer, akhirnya Iqra menyasar developer. Skalanya lebih besar dan dapat langsung banyak rumah. “Tapi, waktu ngajuin ke developer, tiba-tiba dicegat lagi sama pemulung-pemulung di tengah jalan,” kenangnya.

Namun halangan itu tidak membuat Iqra berkecil hati. Bahkan, dia terus mengembangkan usaha hingga ke daerah Minahasa. “Untuk saat ini kami ada armada 3 roda, dan ada pick up sebanyak 4 unit. Untuk mitra, sudah ada sebanyak 30 mitra yang berkolaborasi dengan Clean Up,” sambungnya.

Menariknya, kini tantangan Iqra adalah sumber daya manusia. Dia mengaku, tak mudah merekrut para pekerja.

“Persoalan lainnya terbesar yang kami temui sekarang adalah pengembangan SDM. Karena 50% picker yang bekerja dengan kami itu orang-orang yang cenderung perekonomian dan latar pendidikannya menengah ke bawah. Malahan 50% itu orang buta aksara. Jadi tantanganya adalah untuk mengajak mereka berkembang bersama. Effort-nya butuh lebih. Paling cara yang paling efektif mengatasi persoalan ini dengan cara pendekatan persuasif,” ungkapnya.

Meski bisnis ini mulai berkembang, tetapi Iqra merasa tidak bisa sendirian. Butuh lebih banyak orang yang mau terjun ke bisnis ini. Untuk itu, dia juga menilai kolaborasi penting untuk mencari solusi masalah pengelolaan sampah.

“Saya melihat tidak ada persaingan di bisnis ini. Bahkan pemerintah itu bukanlah kompetitor karena memang segmentasinya berbeda. Kalau saya melihatnya ekosistem bisnis ini jadi lebih besar dengan adanya kompetitor. Karena dengan adanya kompetitor, saya bisa mengukur dan belajar lebih banyak dan memperbaiki sistem. Justru yang menjadi permasalahan saya 4 tahun ke belakang adalah saya nggak tahu tempat belajar yang baik, saya nggak punya role model bisnis yang sama. Malah saya butuh yang punya seperti itu, sehingga saya bisa belajar,” ungkapnya.

Sejauh ini, Clean Up memiliki visi untuk menyelesaikan sampah dari hulu ke hilir di tahun 2020. Iqra juga berharap dapat menghadirkan layanan ini di kota-kota besar di Indonesia.

“Sudah banyak penawaran untuk pengangkutan sampah di kota lain seperti di Palembang, Bogor, Surabaya. Cuma memang kami sadar harus membuat sistemnya dahulu, sehingga baru kami aplikasikan. Visi kami yaitu ingin menjadi solusi pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir pada tahun 2020,” pungkasnya.

 

================================

Iqra Putra Sanur

============================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version