Kegelisahan Sabrina Mustopo Untuk Petani Cokelat

youngster.id - YOUNGSTERS.idKecintaannya pada dunia pertanian, sekaligus ingin memberdayakan para petaninya, mendorong Sabrina Mustopo mendirikan PT Aneka Cokelat Kakoa, perusahaan pembuat cokelat yang 100% menggunakan biji cokelat Indonesia. Tak hanya itu, ia terjun langsung membantu ratusan petani cokelat di Lampung untuk mengolah perkebunan mereka dengan benar.

Sosok cantik, tinggi, berkulit bersih dan pembawaan lembut Sabrina, bisa mengecoh. Penampilan bak model ini berbanding terbalik dengan usahanya di bidang pertanian. Sebagai CEO dan pemilik brand Kakoa Chocolate, Sabrina tak hanya duduk manis di kantor. Gadis kelahiran 27 Oktober 1984 ini kerap keluar masuk kampung dan perkebunan di wilayah Tangamus, Lampung, untuk bertemu dengan para petani. Di sana dia bertemu dengan para petani dan mengajarkan mereka untuk mengerti cara berkebun cokelat yang baik, agar dapat menghasilkan biji cokelat yang berkualitas.

“Saya memang punya passion di bidang pembangunan pertanian. Orang banyak yang sudah tak acuh terhadap pertanian, padahal ini adalah sektor yang sangt penting. Karena itu saya ingin dapat mengembangkan sektor pertanian di Indonesia,” ucap Sabrina saat ditemui  di sela-sela kesibukannya di Jakarta.

Untuk itu dia rela meninggalkan karier profesionalnya yang mapan di Amerika dan kembali ke Indonesia. Dan dia punya idealisme untuk berkontribusi di bidang pertanian negeri ini. Produksi cokelat pun menjadi pilihan Sabrina. “Saya merasa harus melakukan sesuatu. Indonesia merupakan penghasil terbesar ketiga biji cokelat di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Tetapi jika Anda membeli cokelat di Indonesia, sebagian besar dibuat di luar negeri. Jadi, dimana coklat yang dibuat di Indonesia? ” ungkapnya.

Dia pun membangun usaha social entrepreneur.  Dia berharap lewat Kakoa ia dapat bermitra dengan petani, membeli produk mereka dengan harga yang baik, mengajarkan mereka memproduksi biji cokelat yang berkualitas, serta mengubah pola pikir mereka  dari pertanian jangka pendek menjadi pertanian jangka panjang. “Saya bangun Kakoa ini tidak hanya untuk mendapatkan profit dari bisnis ini, tetapi kami ingin memberi dampak sosial. Dan itu yang saya coba lakukan,” ungkap lulusan International Agriculture and Rural Development dari Cornell University ini.

 

Ragu dan Gelisah

Sabrina sempat ragu dan gelisah saat memutuskan kembali ke Indonesia dan memulai Kakoa Chocolate. Pasalnya ia tidak tahu apakah langkah yang dia lakukan akan berhasil atau tidak. Apalagi sebelum ini dia tidak punya pengalaman berwirausaha.

Lulusan berpredikat magna summa cum laude ini sebelumnya bekerja di McKinsey Company, perusahaan konsultan yang fokus pada pembangunan pertanian. Dia sudah ke Etiopia, Tanzania, Papua  Nugini, Malaysia dan Indonesia untuk mengembangkan cara-cara pertanian.

Hanya saja, sebagai konsultan saat itu ia hanya sebatas memberikan rekomendasi. Padahal, Sabrina ingin menjadi orang yang benar-benar melakukan pekerjaan di lapangan. Keinginan itu mendorong dia untuk menjadi socialpreneur.

“Pertama saya ingin menjadi orang yang benar-benar melakukan pekerjaan di lapangan. Kedua, kesempatan ini saya rasa harus dilakukan sekarang,” kata lajang itu penuh semangat.

Karier sebagai konsultan internasional selama enam tahun menjadi bekal Sabrina untuk membangun Kakoa Chocolate. Visinya adalah dapat membangun usaha yang menunjang kehidupan para petani kecil, menaikkan kualitas coklat dan meningkatkan nilai ekonomi produk coklat dari Indonesia.

“Saya merasa harus melakukan sesuatu. Pengetahuan sudah ada di luar sana dan bagaimana melakukan hal-hal dengan benar, merawat perkebunan sehingga penyakit berkurang dan produk akan memiliki kualitas yang lebih tinggi. Tetapi tidak ada yang mengajar mereka ini. Tidak ada orang yang membantu untuk mengirimkan informasi ini kepada para petani,” paparnya.

Sabrina tak serta merta membangun pabrik. Selama enam bulan pertama ia melakukan penelitian untuk pengembangan usaha ini. Ia pergi ke Belgia dan melihat bagaimana membuat cokelat. Ia berkeliling perkebunan hanya untuk berbicara dengan orang-orang melihat apa yang mereka lakukan dan mencoba untuk membuat kontak. Dia mengirim email ke banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mencari mitra yang dapat berkomunikasi langsung dengan petani.

Sabrina dan para petani cokelat Lampung

 

Tantangan Terberat

Sabrina  memilih Lampung sebagai pusat kegiatan Kakoa. Alasannya, daerah ini memiliki perkebunan kakao yang luas dengan lokasi tidak terlalu jauh dari Jakarta. Pertimbangan lain, daerah ini belum banyak intervensi dari perusahaan-perusahaan cokelat skala besar. “Jadi saya merasa bahwa kami bisa membuat perbedaan di sini. Fakta lain, bahwa ayah saya adalah dari Lampung. Jadi kami memiliki hubungan keluarga di sini,” akunya.

Di sana dia bersama beberapa staf merintis berbagai kegiatan untuk mengajarkan petani bagaimana mengurus perkebunan cokelat yang baik. Mulai dari proses pemilihan, fermentasi, pengeringan, hingga roasting. “Hampir 90% biji cokelat di Indonesia tidak melewati tahapan fermentasi. Padahal fermentasi ini yang paling penting untuk menjaga rasa asli cokelat. Petani juga cenderung mencampur biji cokelat kualitas baik dan cokelat yang berpenyakit. Itu hal lain yang kita mencoba untuk mengajar mereka untuk berubah,” terangnya.

Ternyata tidak mudah. Tantangan terberat bagi Sabrina adalah petani. “Petani adalah individu yang baik, tetapi sangat berbeda dari diriku sendiri. Jelas, pola pikir yang berbeda, motivasi berbeda, dan perjuangan mereka hadapi berbeda. Jadi, yang perlu waktu untuk mengenal mereka untuk memahami hal-hal dari sudut pandang mereka dan memiliki apresiasi untuk itu,” ungkap Sabrina.

Selama dua tahun dia terus berusaha melakukan pendekatan dan pelatihan kepada para petani itu. Hingga kini sudah ada 100 petani yang ikut terlibat dalam proyek Kakoa. Mereka diajarkan cara mengurus kebun yang baik sehingga dapat menghasilkan cokelat berkualitas tinggi.

Agar semakin kuat, Sabrina juga membangun rantai pasok menjadi efisien dengan cara membeli langsung cokelat petani. Tentunya dengan harga fair. “Lakukan fermentasi, lakukan penyortiran, lakukan semua itu, dan kami membayar Anda untuk harga yang jauh lebih tinggi untuk itu,” komitmen Sabrina dengan para mitra petaninya. Namun ia membebaskan para petani binaan untuk menjual hasil perkebunannya tanpa harus terikat dengan Kakoa.

Langkah Sabrina memberdayakan para petani cokelat tersebut membuat LGT Venture Philantropy tertarik dan ikut berinvestasi. Hal itu menambah rasa percaya diri Sabrina untuk terjun sebagai sociopreneur di bidang pertanian.

Kini, meski masih berskala kecil, tetapi Kakoa Chocolate terus berkembang. Produknya mulai dari cokelat batang aneka rasa, termasuk rasa unik pada Kakoa Chili Chocolate. Ada juga snack dari biji coklat (chocolate nibs) yang bisa digunakan dalam aneka resep kue. Sejauh ini produk premium cokelat ini bisa didapatkan secara online lewat www.kakoachocolate.com, dan di mal Jakarta seperti di Ranch Market Grand Indonesia, dan Kem Chicks Pasific Place.

Menurut Sabrina, produk cokelatnya memang belum massal, namun sudah mendapat banyak perhatian. Apalagi dia mengemas produk dengan corak batik. “Saya menjaga agar semua komposisi menggambarkan asli Indonesia. Dengan begitu orang tahu, produk Indonesia itu sangat baik. Dan masyarkat makin bangga dengan produk asli Indonesia,”  katanya penuh harap.

 

—————————————————————————–

CV

Nama : Sabrina Mustopo

Tanggal Lahir : 27 Oktober 1984

Pendidikan :

Prestasi :

 

Info Grafis :

——————————————————————————-

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version