youngster.id - Berawal dari keprihatinan melihat keterbatasan sarana terapi bagi para penyadang autis, Nurul Wakhidatul Ummah dan Muhammad Rizky Habibi membuat aplikasi Cakra. Ini adalah terapi autis dengan menggunakan teknologi yang interaktif. Mereka berharap dengan aplikasi ini penanganan terapi autis akan dapat lebih terjangkau dan mudah.
Autis adalah gangguan perkembangan syaraf yang sangat kompleks. Ditandai dengan kesulitan dalam berinteraksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas. Meskipun autisme belum dapat disembuhkan, ada banyak layanan bantuan pendidikan dan terapi yang dapat meningkatkan kemampuan. Hanya saja, butuh biaya yang tidak sedikit dan waktu yang panjang.
Berawal dari kesadaran bahwa tidak semua anak berkebutuhan khusus, terutama autis berasal dari kalangan mampu, maka Habibi dan Nurul pun menciptakan aplikasi Cakra.
“Sejarah bikin aplikasi autis ini sudah dilakukan sejak dulu setelah kami melakukan riset dan mengetahui biaya terapi penderita autis cukup mahal, yaitu Rp 5 – 6 juta per bulan,” ungkap Nurul dan Habibi saat ditemui Youngsters.ID.
Dari keinginan untuk memecahkan masalah itu Habibi, berupaya mengembangkan aplikasi terapi autis dengan teknologi yang interaktif. ’Kenapa tidak digabungkan saja antara terapi dan teknologi biar orang tua bisa melakukan terapi sendiri di rumah,’’ paparnya.
Aplikasi ini mulai diperkenalkan pada tahun 2014 di berbagai kompetisi inovasi lewat kompetisi program kreativitas mahasiswa (PKM). Tak puas sampai di situ, mereka mengikutsertakan aplikasi Cakra di ajang yang lebih besar, yaitu Imagine Cup yang digelar Microsoft. “Kami ingin mendapat wadah yang lebih besar lagi agar dapat mengembangkan aplikasi ini. Maka kami ikut di Imagine Cup 2014 yang digelar Microsoft,” ungkap Nurul. Pada kompetisi ini mereka menjadi juara I kategori World Citizenship Indonesia.
Setelah itu, aplikasi Cakra pun menjadi juara pada beberapa kompetisi inovasi dan teknologi tingkat nasional. Terakhir, tahun lalu, Cakra menang di Wirausaha Muda Mandiri 2015 untuk kategori Mandiri Young Technopreneur. “Menang kompetisi cuma bonus. Kami hanya ingin membantu anak-anak autis,” ujar Nurul.
Kini, Cakra telah digunakan oleh lebih dari 2.000 pengguna yang berasal dari 78 kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta dan Makassar. Termasuk pengguna di 6 negara, seperti Amerika Serikat, Qatar dan Australia.
Riset Panjang
Sejatinya, aplikasi Cakra lahir dari sebuah proses riset yang panjang yang dilakukan Habibi. Bahkan, pemuda kelahiran Gresik, 3 Juni 1993 ini memulai proses untuk membuat aplikasi ini ketika masih di semester III jurusan Teknik Informatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Habibi mengakui hal itu tidak mudah. Maklum, ia tidak memiliki pengetahuan apapun soal anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti autis, selain dari melihat adik dari kenalannya.
Riset dan proses pengembangan aplikasi Cakra ini dimulai pada 2011. Ia banyak melakukan studi mengenai penyakit autis dan penanganan yang harus dilakukan secara intensif untuk meringankan gejala penyakit tersebut. Tak hanya itu, Habibi juga mendatangi satu tempat ke tempat lain mencari mitra. Mulai tempat terapi ABK, autism centre, hingga klinik psikologi. Tujuannya mencari cara menggabungkan teknologi dan terapi. Sebab, menurut Habibi, hampir semua ABK bisa mengoperasikan gadget, tapi hanya untuk main game.
“Kenapa tidak digabungkan saja antara terapi dan teknologi biar orang tua bisa melakukan terapi sendiri di rumah,” ungkap Habibi mengenai pemikirannya waktu itu.
Upaya Habibi nyaris tidak berhasil. Ia diangap anak bau kencur yang kurang kerjaan karena mengajak kerja sama dengan modal seadanya. “Kalau dahulu diusir-usir, sekarang alhamdulilah dicari-cari,’’ ucap Habibi sambil tertawa.
Sampai akhirnya Habibi bertemu drg Illy Yudiono, pemilik Cakra Autism Centre Surabaya. ’’Bu Illy yang bersedia mengajari saya dari awal mengenai terapi untuk ABK,’’ ujar Habibi.
Sebagai bentuk penghargaan atas kepercayaan yang diberikan Illy, maka Habibi menamakan aplikasi tersebut: Cakra. Pada awalnya, aplikasi ini bernama Treatment and Education of Autism with Kinect and Prompt Technology (TEACCH).
Dia berusaha memikirkan cara mengamalkan khasiat terapi ABK dalam sistem aplikasi komputer. Pada perjalanan tersebut, Habibi dibantu Nurul dan Mentari Queen Glossyta. Konsep yang dipilih adalah terapi applied behavior analysis (ABA). Terapi ABA diterjemahkan Habibi dalam bentuk aplikasi.
Dijelaskan Habibi, aplikasi Cakra ini memiliki 3 fitur dengan total 77.000 pertanyaan untuk anak-anak. Orangtua anak-anak penderita autis tinggal membantu mengarahakn sang anak untuk memberikan jawaban dan umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan Cakra. Selanjutnya, Cakra akan menilai jawaban-jawaban yang berhasil diberikan oleh sang anak penderita autis.
Untuk mengukur sejauh mana efektivitas Cakra, aplikasi ini diujikan pada 9 anak dengan kategori autis parah, autis meengah dan autis ringan di Cakra Autism Center. Dengan uji coba selama 3 bulan, diperoleh hasil bahwa ada penderita autis yang keadaannya konstan dan ada pula yang menunjukkan kemajuan. Kemajuan yang diperoleh dari terapi dengan aplikasi Cakra tergantung dari respon dan timbal balik yang diberikan sang penderita autis pada pertanyaan-pertanyaan di aplikasi itu.
Awalnya, lanjut Habibi, Cakra hanya berisi 20 macam terapi dengan empat jenis laporan mengenai diagnosis kondisi penderita. Namun, dalam perkembangannya, saat ini jumlah terapi yang terpasang 137 jenis. Dalam aplikasi itu, juga terdapat dua jenis alat yang digunakan. Pertama adalah proton, yang berfungsi untuk terapi okupasi dan reseptif. Kedua adalah kinect yang berfungsi untuk terapi motorik penderita. Selain itu, Habibi membenamkan tiga fitur utama berupa evaluasi, terapi, dan laporan.
“Aplikasi ini juga bisa dimanfaatkan sebagai terapi penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), Down Syndrome, retardasi mental dan lambat belajar,” tambah Nurul.
Cakra pu bisa dipakai cuma-cuma untuk community edition yang terbatas pada satu pengguna. Sementara versi berbayarnya terdiri dari dua edisi, Home Edition (single user) seharga Rp 500 ribu dan Therapis Edition (multi user) seharga Rp 1 juta.
Menurut Nurul, pengalaman menarik, bahkan menyentuh, yang membuat mereka semakin terpacu membuat aplikasi lebih baik adalah setelah mendapat tanggapan dari sejumlah pengguna. Padahal waktu itu aplikasi mereka belum diluncurkan untuk umum.
“Waktu itu pernah ada orangtua yang menelepon, menceritakan kondisi anaknya. Berminat mau beli, tapi waktu itu ketika dilombakan pertama kali aplikasinya belum jadi. Mereka tanya, kapan selesainya,” kenang Nurul.
Kini Cakra sudah dikomersilkan. Pembelinya bukan hanya kalangan orang tua, tetapi juga terapis dan psikolog. Ke depan Habibi dan Nurul ingin agar karya mereka dapat dipakai lebih luas lagi.
“Kami ingin aplikasi Cakra ini dapat menjadi solusi bagi ABK terutama autis lebih luas lagi. Jadi tidak hanya dipakai perorangan, tetapi juga institusi pendidikan dan lembaga terapi sehingga dapat menjangkau lebih banyak lagi dan dampak dan manfaatnya lebih luas lagi,” ucap keduanya.
========================================
Nurul Wakhidatul Ummah
- Jabatan : CEO Cakra
- Tempat Tanggal Lahir : Gresik, 18 Juni 1993
Muhammad Rizky Habibi
- Jabatan : CTO Cakra
- Tempat Tanggal Lahir : Gresik, 3 Juni 1993
Prestasi Cakra :
- Wirausaha Muda Mandiri 2015 untuk kategori Mandiri Young Technopreneur
- Imagine Cup Indonesia 2014 kategori World Citizen
- Health Application Winner Telkom Indonesia 2014
- Medical Electronic & Assistive Technology dalam Lomba Cipta Elektronik Nasional 17 ITS 2014.
- Pemenang Pergelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi yang diselenggarakan Dikti 2014
- Pemenang kategori pengembangan aplikasi pada IT Contest dalam rangkaian ITS Expo 2014
- Special Mention kategori Tertiary Student Project dalam Indonesia ICT Award oleh Kemenkominfo 2014.
=========================================
STEVY WIDIA
Discussion about this post