youngster.id - Saat ini Indonesia sedang dalam proses menjadi salah satu pasar konsumer terbesar di dunia, terutama dalam hal bisnis digital. Namun bagaimana Indonesia mengaplikasikan kemampuan online di bisnis offline?
Boston Consulting Group mengestimasi kelas menengah ke atas di negeri ini akan bertambah dua kali lipat menjadi 141 juta orang pada tahun 2020 mendatang. Namun, mayoritas dari konsumer ini masih berbelanja secara offline, dan e-commerce hanya menyumbang kurang satu persen dari total transaksi ritel saat ini.
Berangkat dari masalah itulah Reynazran Royono mendirikan Snapcart, startup cashback dan analisis konsumen. Startup ini bisa memberikan uang (cashback) kepada para pengguna setiap kali mereka berbelanja. Para pengguna hanya perlu memotret struk belanja dengan aplikasi mobile yang mereka buat, untuk mendapatkan cashback tersebut.
“Saat bekerja di Procter & Gamble selama 9 tahun. Aku menyadari pentingnya berfokus kepada pembeli, namun kurangnya data mendalam dan pengetahuan terbaru tentang pembeli menjadi kendala di marketing. Tetapi, setelah bekerja sebagai konsultan di perusahaan ternama dan mendapatkan pengalaman memimpin situs iklan online Berniaga.com, saya belajar bagaimana Big Data bisa mempengaruhi perilaku pembeli secara positif,” ungkap Reynazran kepada Youngsters.id.
Diklaim pria yang akrab disapa Rey ini, Snapcart merupakan aplikasi mobile di Indonesia pertama yang memungkinkan pembeli mendapatkan cashback dari foto struk belanja mereka. Bahkan, aplikais ini memungkinkan brand berinteraksi lebih dalam dengan konsumer melalui aktivitas di aplikasi seperti survei dan selfie.
“Mekanisme cashback didukung oleh brand, sehingga memberikan mereka akses ke analisis konsumer secara real-time dari seluruh negeri dan untuk menargetkan pembeli dengan penawaran dan kampanye yang telah dipersonalisasi dan dilokalisasi yang sebelumnya tidak bisa dilakukan karena kurangnya data live,” paparnya.
Rey menyadari pentingnya berfokus kepada pembeli. Namun kurangnya data mendalam dan pengetahuan terbaru tentang pembeli menjadi kendala di marketing. Hal itu juga dialami ketika dia bekerja sebagai konsultan di perusahaan ternama dan pengalaman memimpin situs iklan online Berniaga.com. “Saya jadi belajar bagaimana big data bisa mempengaruhi perilaku pembeli secara positif,” ujarnya.
Berangkat dari pengalaman bergelut di dunia bisnis teknologi maka Rey pun memutuskan untuk menerapkan pengetahuannya itu dalam aplikasi bisnis bernama Snapcart pada tahun 2015. Ia mendapat dukungan dari Ardent Capital, perusahaan modal ventura yang beroperasi di Asia Tenggara.
Dari Dasar
Rey mendirikan Snapcart bersama dua rekannya, yakni Teresa “Mayeth” Condicion dan Laith Abu Rakty yang bertindak sebagai Chief Technology Officer. Aplikasi Snapcart mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia pada bulan September 2015.
Rey mengaku tidak mudah memulai startup ini. Banyak kendala yang dia temui. “Jadi ketika di awal Snapcart berdiri, belum ada teknologi yang mendukung konsep atau cara kerja kami. Karena tidak adanya template dari aplikasi yang sudah ada, maka aplikasi Snapcart harus dibangun dari dasar. Terlebih kami membutuhkan machine learning untuk mengidentifikasi jenis-jenis barang dalam struk belanja. Ada lebih dari setengah milyar data unik yang harus kami identifikasi setiap harinya untuk mendapatkan data yang akurat,” paparnya.
Namun dia menyadari prospek bisnis ini besar. Apalagi melihat perkembangan e-commerce di Indonesia dan Asia. “Saya melihat betapa mudahnya e-commerce untuk mendapatkan data konsumen. Ironisnya, mayoritas lebih dari 95% aktivitas jual-beli di Indonesia masih dilakukan secara offline dan cara mendapatkan data konsumen masih sangat tradisional di offline melalui tim riset pasar yang berkunjung ke rumah-rumah konsumen untuk diwawancara. Maka muncullah ide untuk membangun sebuah aplikasi yang dapat membantu brands untuk mendapatkan real-time insights dari pembelanjaan yang dilakukan secara offline. Tidak sekedar data namun insights yang dapat ditindaklanjuti atau kami menyebutnya sebagai actionable insight,” ungkap Rey.
Menurut Rey, bisnis aplikasi mobil Snapcart dikembangkan dengan modal minim. Namun dalam waktu kurang dari 3 tahun berdiri Snapcart telah memiliki 64 orang karyawan dimana 40 di Indonesia dan 24 di Filipina yang telah mendukungnya kini menjadi perusahaan rintisan yang besar.
“Kami melihat ada peluang yang besar di sini. Ada gap antara supply dan demand. Kebutuhan akan data real-time yang begitu tinggi, namun belum ada pihak yang memenuhinya. Snapcart hadir untuk mengisi kebutuhan tersebut. Kami menerima respon yang begitu baik, hingga kini sudah diunduh hampir 700.000 kali, dengan pemasaran yang sangat minim dan boleh dikatakan organik,” klaim Rey.
Aplikasi Snapcart ini membantu masyarakat terkait dalam kegiatan pembelanjaan secara online. “Yang jelas, Snapcart membantu masyarakat untuk melakukan pengiritan dalam berbelanja. Cashback yang kami tawarkan berupa rupiah bukan poin dan sebagainya. Saya rasa itu sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengguna,” ujarnya.
Rey menegaskan pihaknya tidak memberikan penghasilan tambahan untuk masyarakat. Oleh karena itu, jika di temukan kecurangan-kecurangan dalam menggunakan Snapcart, seperti mengumpulkan struk belanja yang bukan struk belanja sendiri, pihaknya tidak segan untuk memblokir akun-akun yang melakukan kecurangan tersebut.
Melengkapi Riset Pasar
Di sisi lain mekanisme cashback didukung oleh brand, sehingga memberikan mereka akses ke analisis konsumer secara real-time dari seluruh negeri. Brand juga dapat menargetkan pembeli dengan penawaran dan kampanye yang telah dipersonalisasi dan dilokalisasi yang sebelumnya tidak bisa dilakukan karena kurangnya data live.
“Kami mampu mendapatkan data pembelian offline secara real-time dan kebiasaan berbelanja suatu informasi inheren yang sulit diperoleh. Dan kami menggunakan mobile phone sebagai basis teknologi untuk mendapatkan data tersebut,” ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Rey, kehadiran Snapcart melengkapi market research tradisional yang sudah berdiri sebelumnya. “Jadi secara tidak langsung, perusahaan-perusahaan market research tersebut adalah kompetitor kami. Namun kami juga melihat adanya peluang untuk bersinergi dengan mereka. Sebab, dengan sinergi, kami percaya dapat menguntungkan kedua belah pihak. Cuma kalau persaingan dari sisi teknologi, belum ada,” imbuh Rey.
Pada akhir Maret 2017, Snapcart mengumumkan kalau mereka telah mendapat pendanaan terbaru senilai US$3 juta (sekitar Rp40 miliar). Investasi ini merupakan kelanjutan dari pendanaan Pra Seri A senilai US$1,7 juta (sekitar Rp22 miliar) yang mereka dapat pada bulan Januari 2016 yang lalu.
Pendanaan terbaru ini dipimpin oleh Vickers Venture Partners, serta diikuti oleh investor mereka sebelumnya, Wavemaker Partners, SPH Media Fund, dan beberapa angel investor.
Dana segar ini akan digunakan Snapcart untuk memperbaiki teknologi pembaca teks, serta kemampuan machine learning dan data science yang mereka miliki. Mereka pun akan merekrut lebih banyak pegawai demi membangun tim penjualan.
“Selama 1,5 tahun ke depan, kami akan fokus untuk mengembangkan produk dan meningkatkan basis pengguna,” ujar Rey.
Sebagai pengusaha muda ia berkomitmen untuk selalu dengan hati menjalankan lini bisnisnya ke depan agar semakin berkembang.
“Ini semua bagian dari filosifi kami sebagai pengusaha bisa melakukan bisnis dengan sepenuh hati dan sepenuh waktu. Jangan lakukan setengah-setengah ataupun disambil karena hasilnya tidak akan maksimal,” tuturnya.
===============================================
Reynazran Royono
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Agustus
- Pendidikan : S1 Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung
- Mulai Usaha : 2015
- Jabatan : Founder dan CEO Snapcart
- Aplikasi Download : sekitar 700.000
- Karyawan : 64
- Wilayah Usaha : Indonesia, Filipina
==========================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post