youngster.id - Teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) sedang tren. Tak sekadar untuk bermain game, teknologi ini telah masuk ke berbagai lini industri sehingga menjadi ladang bisnis yang menjanjikan termasuk di Indonesia.
Secara umum, VR dan AR adalah teknologi yang bertujuan merangsang persepsi dan indera dari penggunanya. Pengguna (user) dapat merasakan berada di “dunia lain” dan berinteraksi di dalamnya.
Popularitas teknologi ini adalah lewat permainan game Pokemon Go. Sehingga semakin banyak pengembang aplikasi yang turut memanfaatkan antusiasme ini untuk memproduksi konten VR dan AR dalam jumlah banyak dan telah merambah ke berbagai bidang. Sebutlah Microsoft HoloLens, Oculus Rift, atau Google Carboard.
Namun ternyata teknologi ini juga telah hadir di Indonesia. Salah satu perusahaan lokal yang terjun di bisnis tersebut dan mengembangkan teknologinya adalah Octagon Studio Indonesia, startup yang dikelola anak-anak muda di Bandung, Jawa Barat.
Salah satu produknya yang paling populer adalah seri kartu pengingat (flashcard) edukatif berbasis AR. Produk ini dirancang untuk mengajarkan alfabet, bahasa Inggris, serta pengetahuan tentang dunia satwa, profesi, angkasa luar hingga makhluk-makhluk prasejarah.
Produk ini dipasarkan sampai ke mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Hong Kong, Australia, Perancis, Irlandia, Inggris Raya, Amerika Serikat hingga Kanada. Bahkan, kemampuannya dalam mengembangkan teknologi VR dan AR telah mendapatkan pengakuan. Awal 2016, Octagon berhasil meraih trofi Best App dan Rising Star Awards pada Wearable Technology Show (WTS) 2016 yang digelar di Kota London.
Menariknya, Octagon Studio Indonesia berawal dari perusahaan rintisan multimedia. Namun, seiring berjalannya waktu mereka melihat peluang dari perkembangan teknologi AR dan VR.
“Kami dulu bergerak di bidang multimedia tetapi kemudian sejak 2013 kami memutuskan untuk menggarap bisnis digital dan software. Dari situ kami mengenal AR dan VR, lalu melihat potensi bisnis dari teknologi tersebut dan mengembangkannya hingga saat ini,” ungkap Stella Setyadi, Co-founder & Chief Marketing Officer Octagon Studio saat ditemui youngster.id di Synergy Tower, Jakarta belum lama ini.
Menurut Stella, teknologi AR dan VR bisa diterapkan di mana saja, termasuk untuk bidang properti. Perusahaannya pun pernah menjalin kerja sama dengan pengembang besar seperti Agung Podomoro dan Alam Sutera, yang minta dibuatkan brosur interaktif.
“Kalau maket kan tidak bisa dibawa pulang, kalau brosur kan bisa dibawa pulang. Sampai di rumah bisa di-scan dan dilihat detailnya. Jadi memang lebih tertib,” ujarnya.
Perjalanan Panjang
Meski sukses di bidang teknologi, sejatinya Octagon Studio Indonesia mengalami proses cukup panjang. Perusahaan ini didirikan oleh Michael Hilley (CEO), Hasbi Asyadiq (CTO), Aurelia Vina (COO), dan Stella.
Stella mengungkapkan, awalnya mereka adalah bagian dari Octagon Ltd yang bergerak di bidang multimedia dan engineering company. Tetapi pada tahun 2013, mereka memutuskan untuk berdiri sendiri dan membangun bisnis digital dan software dengan payung Octagon Studio Indonesia. Di saat bersamaan mereka mengenal AR dan VR yang sedang tren.
“Seiring berjalan waktu kami menemukan teknologi AR dan VR. Kami melihat ada potensi dengan teknoloogi tersebut. Dengan teknologi ini kami bisa masuk ke berbagai industri dengan cara mengembangkannya sampai saat ini,” ungkap Stella.
Di awal langkah ini tidak mudah, karena tren AR dan VR tergolong baru di Tanah Air. Menurut Stella mereka terus meningkatkan brand awareness dengan aktif mengikuti berbagai pameran dan konferensi. Selain itu mereka juga terus menggodok ide kreatif bagi dari sisi produk maupun jangkauan pasar.
Pada tahun 2015 mereka membuat produk perdana yaitu animal 4D flash card yang isinya 26 kartu dari A sampai Z kartu yang berisi binatang-binatang dengan memasukan teknologi AR. “Kartu 3D tersebut dan bermanfaat sebagai sarana pembelajaran anak-anak usia 5 sampai 12 tahun. Dan, respon pasar ternyata bagus. Dari sinilah kami terus mengembangkan seri baru, termasuk kartu yang bisa dipindai dan ditampilkan ke dalam aplikasi,” ungkap Stella.
Hingga kini sudah ada empat seri flashcard yang mereka produksi yaitu untuk seri alphabet, space, dinosaurus dan profesi. Dan kini telah diterima pasar hingga mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Hong Kong, Australia, Prancis, Irlandia, Inggris, Finlandia, Amerika Serikat hingga Kanada.
Semenjak itu mereka pun terus mengeluarkan produk baru. Seperti buku Colour Me, buku mewarnai dengan konsep VR. Octagon juga membuat Octagon VR Luna dan bekerjasama dengan brand fashion seperti Mark and Spencer untuk membuat AR fashion.
“Kami kolaborasi sama Mark and Spencer, salah satunya dalam pembuatan tshirt. Jadi kalau dipindai gambar yang ada di baju tersebut muncul bentuk 3D,” kata Stella.
Selain itu, untuk memperluas sayap bisnis mereka menangani proyek untuk profil perusahaan. Seperti untuk Discovery Channel, perusahaan iklan EK Space Agency di UK. Proyek ini dihargai sekitar US$ 25 ribu. “Harga tergantung kompleksitas projek tersebut,” ujarnya.
Ekspansi Pasar
Meski teknologi VR dan AR sudah banyak dikenal, tetapi belum merupakan kebutuhan. Hal ini tentu menjadi tantangan utama Octagon Studio Indonesia dalam meraih pasar.
“Jadi bagaimana kami mengemas produk ini ke masyarakat bahwa produk ini sangat memberi manfaat karena banyak memberikan informasi. Itu tantangan kami selama startup ini berdiri. Jadi senangnya, setelah mereka tahu manfaatnya, banyak orang tua langsung membeli produk kami,” ucap Stella sambil tertawa.
Sebagai pionir pembuat 4d flash card di Indonesia, Stella mengungkapkan saat ini sudah banyak perusahaan rintisan sejenis melakukan hal yang sama. Bahkan dia pernah menemui salah satu produk Octagon yang ditiru di pasar.
“Kami pernah menemukan produk kami dibajak. Tapi menurut saya copying is the best compliment, ya. Jadi ketika produk yang kami buat sudah di-copy orang itu menjadi satu pembuktian kalau karya kami dicari pasar dan berkualitas,” ucapnya.
Untuk mengatasi masalah itu, Octagon menerapkan serial number di setiap produk yang dikeluarkan. “Jadi biar dijiplak sama orang, nggak bisa dijual sembarangan karena tetap harus divalidasi dengan serial number,” ungkap perempuan kelahiran Bandung, 21 Mei 1991.
Selain itu, menurut Stella, mereka terus berinovasi dan membuat produk yang terbaik menjadi kunci ketika menemui kompetisi di industri tersebut. “Saya percaya banyak startup lain yang bergerak di bisnis yang sama dengan kami. Tetapi untuk mengatasi kompetitor itu mau tidak mau harus membuat kami terus melakukan inovasi dengan meluncurkan produk yang baik,” katanya.
Rencana pengembangan lain juga telah dipersiapkan Octagon agar ke depan teknologi ini bisa digunakan secara massal. Stella berharap, target dan tujuannya ini bisa tercapai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
“Targetnya kami ingin eksplor terus karena kan AR ini terus berkembang ya. Bisa dilihat Facebook dan Apple yang juga membuat augmented reality. Kami masih ingin menggali teknologi ini. Apalagi adaptasinya memang belum meluas. Kami mencari bagaimana caranya agar teknologi ini bisa dipakai secara massal,” ungkapnya penuh harap.
Bahkan, Stella menyebutkan bahwa timnya sudah mulai menggarap VR headset untuk PC ala Oculus Rift, meskipun masih dalam tahap pengembangan awal. Soal jangkauan pasar, Octagon saat ini tengah melangsungkan diskusi bersama sejumlah lembaga pendidikan yang tertarik untuk menerapkan sejumlah produk Octagon dalam kurikulum belajar-mengajar mereka
“Kami optimistis teknologi AR akan terus berkembang. Teknologi ini akan menjadi kebutuhan masyarakat di masa depan. Makanya pengembangan terus kami lakukan, supaya bagaimana caranya supaya teknologi VR dan AR bisa dinikmati semua orang dan produk yang kami ciptakan kami selalu berusaha untuk memberikan harga yang benar-benar murah agar dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat,” tutup Stella.
======================
Vincentya Stella Setyadi
- Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 22 Mei 1991
- Pendidikan : Diploma, Interior Design The One Academy, Malaysia & S1, University of Southern California
- Usaha yang dikembangkan : Multimedia & Kecerdasan Buatan
- Mulai Usaha : Tahun 2013
- Nama Perusahaan : Octagon Studio Indonesia
- Jumlah Tim : 40 orang
- Jabatan : Co-founder & Chief Marketing Officer
Prestasi :
- Startup Indonesia Terpilih Dari Bekraf, Program South By South West, US 2020,
- Peraih trofi Best App dan Rising Star Awards Diajang Wearable Technology Show (WTS) 2016 London
======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Wida
Discussion about this post