youngster.id - Potensi kewirausahan di Indonesia sangat besar. Namun potensi ini perlu mendapat dorongan untuk berkembang. Dengan begitu, para wirausaha Indonesia tidak saja berhasil membangun bisnis mereka tetapi juga mampu memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
Di negara berkembang seperti Indonesia, wirausahawan masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengakselerasi bisnis. Termasuk minimnya role model, rendahnya kepercayaan investor, keterbatasan manajemen yang berkualitas, ketidakmampuan mengakses permodalan, dan kurangnya akses terhadap jejaring.
Salah satu lembaga kewirausahaan yang fokus pada pembangunan dan penguatan ekosistem kewirausahaan di Indonesia adalah Endeavor Indonesia. Organisasi nirlaba internasional ini didirikan oleh Linda Rottenberg dan Peter Kellner tahun 1997, dan hadir di Indonesia sejak tahun 2012. Fokus utama organisasi ini adalah melakukan pengembangan high-impact entrepreneur.
Seperti apa upaya yang dilakukan Endeavor Indonesia untuk turut mengembangkan ekosistem kewirausahaan bagi anak muda di Indonesia? Berikut petikan wawancara wartawan Youngsters.id Stevy Widia dan Fahrul Anwar dengan Sati Rasuanto, Managing Director Endeavor Indonesia:
Sebenarnya, apa sih visi dan misi dari Endeavor ini?
Endeavor adalah sebuah komunitas global yang misi utamanya adalah membangun hight-impact entrepreneurship di negara-negara dimana ekosistemnya belum begitu maju. Contohnya di Indonesia. Yang kita sebut hight-impact entrepreneur itu adalah entrepreneur yang bukan hanya bisa membangun bisnisnya sehingga skalanya menjadi besar, tetapi juga mau give back ke komunitas kembali dalam bentuk menjadi mentor, investor dan menjadi role model.
Di Endeavor kami punya theory of change, yaitu pada saat kita ingin membangun komunitas atau ekosistem seperti itu, kami hanya membutuhkan sedikit dari hight-impact entrepreneur ini. Bahwa tidak semua entrepreneur itu sama. Jadi ada entrepreneur yang punya dampak terhadap ekosistem lebih besar daripada yang lainnya.
Di luar luar negeri contohnya, Steve Jobs. Dia bukan hanya membangun Apple, tetapi juga sebagai mentor untuk entrepreneur lain, sebagai role model, sehingga orang ingin jadi entrepreneur juga. Di Endeavor kami percaya perlunya menciptakan “Steve Jobs” di level lokal, supaya kami bisa membangun ekosistem dan komunitas.
Di mana saja keberadaan Endeavor ini?
Endeavor sudah hadir di 26 negara, seperti Jepang, Malaysia, Fililpina, Amerika, Brazil, dan di Mexico.
Di setiap negara, komunitas ini berdiri sendiri tetapi punya jaringan global. Jadi kami bisa mengakses komunitas di 26 negara lainnya.
Indonesia merupakan negara ke-12 dari komunitas ini. Dimulai tahun 2012. Indonesia adalah negara pertama di Asia.
Endeavor mulainya tahun 1997/1998. Mereka mulai di Amerika Latin di Argentina, Brazil dan Meksiko. Lalu merambah ke Timur Tengah, Afrika Utara, dan berlanjut ke Afrika Selatan. Kemudian melihat Asia kosong maka mereka memutuskan untuk masuk ke Asia dan Indonesia adalah yang pertama. Hal itu karena potensi kewirausahaan sangat besar.
Ketika itu (di Indonesia) kewirausahaan belum seperti sekarang. Kalau menyebut konsep mentoring, orang belum banyak paham. Ketika itu Tokopedia baru mulai, Bukalapak belum mulai. Jadi waktu itu memang ada kebutuhan untuk membangun ekosistem itu daripada sekarang.
Waktu itu sebagian besar pemain yang ada fokus ke starting a company, sementara Endeavor fokusnya ke scaling a company. Jadi kami ingin membantu ketika sudah dibangun dan mau besar, yang mendampingi siapa.
Seperti apa upaya kongkritnya?
Endeavor secara rutin menggelar Scale-Up Indonesia yang memasilitasi wirausahawan untuk berkonsultasi soal tantangan bisnis dengan para mentor dan membangun jejaring dengan investor dan pemimpin bisnis.
Sejak tahun 2012, Endeavor telah menyeleksi ribuan wirausahawan di Indonesia, dan memilih 22 wirausahawan sebagai Endeavor Entrepreneur.
Apa saja yang menjadi program Endeavor?
Survey menunjukkan dari 10 startup yang mulai: sembilan gagal, hanya satu yang berhasil. Riset GNom menyebutkan bahwa dua per tiga dari (startup) yang sudah fundraising masih gagal juga. Hal itu menunjukkan bahwa perjalanan itu kalau sudah berhasil di level yang ini sudah selesai.
Untuk ke tahap skala, maka yang dibutuhkan adalah sistem. Sementara banyak entrepreneur yang muda dan kurang berpengalaman untuk membangun sistem itu. Mereka harus pindah dari mindset startup ke mindset korporasi. Jadi bagiamana caranya? Perlu ada pendampingan ke arah situ.
Jadi pendampingan kita bentuknya macam-macam. Antara lain, mentoring. Ada entrepreneur yang masuk ke jaringan Endeavor, mereka itu diseleksi oleh mentor-mentor yang adalah pelaku bisnis atau entrepreneur yang sudah lebih berpengalaman. Jadi bentuk interview dalam proses seleksi itu adalah adalah bagian dari proses mentoring. Setiap kandidat Endeavor entrepreneur akan diinterview oleh 6-12 local mentor. Tugas kami adalah mencari lalu matchmaking sama mentor.
Bagaimana proses untuk menjadi bagian dari Endeavor Indonesia?
Ada tiga sumber asal enterprenur yang akan menjadi bagian dari jaringan Endeavor. Bisa lewat mengajukan diri, rekomendasi, atau kami yang cari sediri. Mereka yang menjadi kandidat akan diinterview dengan tim Endeavor. Setelah entrepreneur itu memenuhi kriteria, barulah dia dipertemukan dengan mentor.
Di fase ini tugas mentor adalah, memberi dua masukan. Pertama input ke si entrepreneur penilaian akan bisnisnya. Kedua memberi masukan ke Endeavor, apakah entrepreneur ini bisa lanjut ke proses seleksi berikutnya. Proses seleksi ini berlanjut dari tingkat Indonesia hingga ke tingkat internasional. Â Endeavor dalam satu tahun akan ada 6-8 kali mengumpulkan kandidat yang lulus di level lokal untuk diinterview oleh mentor selection panel di tingkat global. Tujuan agar seluruh entrepreneur di Endeavor ini ada kalibrasinya, levelnya setara. Sesudah itu mereka bisa mulai masuk dalam komunitas Endeavor.
Keunggulan entrepreneur Indonesia dibanding dengan pemain global?
Ada beberapa fitur yang kami highlight ketika membawa entrepreneur Indonesia ke selection panel. Pertama, kreativitas. Misalnya, karena keterbatasan internet speed ketika anak Indonesia bikin aplikasi, desain dibuat sedemikian rupa sehingga meskipun datanya lambat dia bisa upload. Itu butuh desain yang berbeda dibanding luar.
Kedua, karena ekosistem Indonesia masih kecil, banyak perusahaan bisa berada di beberapa vertical yang berbeda. Jika di Amerika, perusahaan (startup) harus benar-benar fokus dan spesifik karena pesaingnya banyak dan ekosistem sudah sangat maju. Segala macam ide sudah pernah ada yang melakukan. Sementara di Indonesia masih banyak sektor yang bolong-bolong. Ada satu entrepreneur, media dan ke gaming. Ketiga, potensi market Indonesia yang sangat besar.
Hambatan dalam membangun ekosistem ini?
Ekosistem ini masih baru di Indonesia, sehingga belum banyak mentor untuk mendampingi satu perusahaan baru. Misalnya, ada perusahaan yang spesifik ke data analytic, kami harus mencari mentor yang sesuai. Dan mentor di lokal untuk hal itu tidak banyak, jadi harus mendatangkan dari luar.
Kendala kedua, bagaimana memastikan kualitas mentoring itu tetap tinggi dengan jumlah entrepreneur yang lebih banyak dan bisa beda dengan program lain di luar sana. Target yang terseleksi harus lebih tinggi.
Kalau dari sisi entrepreneur, apa kekurangan yang perlu diperbaiki di Indonesia?
Masalah think bigger. Sering tidak tahu bahwa potensi perusahaan dia akan besar. Beberapa entrepreneur ketika ke tingkat global dengan prediksi usahanya akan meningkat 10 kali lipat, ternyata dari mentor dia bisa 20-30 kali lipat. Belum ada hero, atau belum ada inspirasi karena di entrepreneur pertama di bidang itu. Kurang risk taker juga. Kami ingin meningkatkan percaya diri dari entrepreneur itu. Mengubah mindset sehingga pencapaiannya tidak hanya ke bulan, tapi ke bintang.
Salah satu kriteria paling besar di Endeavor adalah entrepreneur menerima pembelajaran dan feedback. Harus thingk bigger dan mau belajar.
Target Endeavor dalam setahun?
Target kami 8-12 startup per tahun. Memang jumlahnya sedikit, karena berdasarkan pengalaman kami dari 26 negara dan 20 tahun, angka kelulusan entrepreneur hanya 1-4%. Jadi memang panjang prosesnya. Terutama di tahap akhir, di level global seluruh yang menginterview harus setuju 100%. Di Indonesia, contohnya E-Fishery dan Bukalapak. Dan di tahun 2016, ada 10 startup Indonesia yang lulus 100% di tingkat global.
Apa yang didapatkan dari para entrepreneur yang lolos masuk dalam komunitas Endeavor?
Saat mereka sudah menjadi Endeavor Entrepreneur, mereka mendapatkan banyak manfaat. Saat mereka melalui proses seleksi, itu sesungguhnya adalah bagian dari proses mentoring. Kalau mereka sudah lulus, kami mulai melakukan berbagai program. Pertama mentoring sudah spesifik. Mereka juga mendapat akses ke mentoring di seluruh dunia yang berjumlah sekitar 2.800 orang. Mereka juga mendapat akses ke banyak learning event. Endeavor itu ada kerjasama dengan Harvard dan Stanford untuk kelas entrepreneur.
Kami juga memberi akses ke sejumlah talent yang tidak bisa mereka bayar sendiri. Misalnya, mendapat konsultan dari Ernest and Young selama 6-8 minggu untuk proyek tertentu.
Apakah ada fundraising untuk para startup yang tergabung dengan Endeavor?
Kami mempunyai investor network di San Fransisco. Kami juga dekat dengan investor network di Singapura, Malaysia dan Filipina. Cara kami untuk membantu fundraising adalah bukan hanya menghubungkan mereka ke investor yang relevan, tetapi juga memberi mereka mentor yang bisa bantu mereka untuk diskusi mengenai itu. Apakah mau cari investor yang strategic saja, apakah mau loan atau equity. Perlu ada pendampingan atas hal itu.
Endeavor juga punya fund di Silicon Valley namanya Catalis. Tapi ini hanya berlaku untuk Endeavor Entrepreneur yang fundraising lebih dari US$ 5 juta. Caranya, kami tidak melakukan due diligent tapi menggandengkan itu ke perusahaan lain yang sudah berinvestasi ke perusahaan itu. Oleh karena Catalis ini tujuannya untuk dana bergilir untuk Endeavor. Ada tiga yang sudah terima investasi Qrave, Ruma dan HappyFresh. Rata-rata US$ 500 ribu.
Bagaimana tingkat kesuksesan program ini di Indonesia?
Tiga hal yang kami paling bangga. Pertama, entrepreneur yang terpilih terbaik di kelasnya. Ada Bukalapak, E-fishery, dan Javara. Kedua, mentor network kami unik. Kami tidak hanya memilih technopreneur, tetapi beragam. Oleh karena itu, mentor kami juga beragam mulai dari perusahaan teknologi seperti Microsoft, konsultan seperti McKinsey, ada juga konglomerat, hingga pebisnis media. Jadi kami membantu membuka mindset para pelaku bisnis bertemu dengan para entrepreneur dan menjadi bagian dari ekosistem itu. Ketiga, kami dapat menggelar event yang berdampak besar. Terutama ScaleUp Clinic dengan kaliber mentor yang mumpuni.
Sesi one-on-one speed mentoring, yang memasilitasi wirausahawan untuk berkonsultasi soal tantangan bisnis dengan para mentor dan membangun jejaring dengan investor dan pemimpin bisnis. Kami percaya bahwa high-impact entrepreneur dapat menciptakan siklus kewirausahaan kondusif, yang secara jangka panjang mampu berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Scale-Up Indonesia hadir sebagai wadah untuk membangun ekosistem kewirausahaan yang lebih kuat dan mendukung lebih banyak lagi high-impact entrepreneur.
Discussion about this post