Danu Sofwan : Belajar dari Tukang Keliling Hingga Jadi Raja Cendol

Danu Sofwan, Founder & CEO Radja Cendol (PT Warisan Kuliner Indonesia) (Foto: Dok. Pribadi)

youngster.id - Kekayaan kuliner Indonesia memang tak habis untuk dikelola menjadi bisnis. Bahkan, di tengah maraknya minuman kekinian impor seperti boba atau mango, belum dapat menyisihkan minuman khas Indonesia yaitu cendol atau dawet. Menariknya, kini minuman tradisional ini mulai mendapat tempat di jajanan kekinian anak muda perkotaan.

Cendol bisa dibilang hidangan penutup (dessert) khas Indonesia. Makanan yang terbuat dari tepung beras yang disajikan dengan es parut yang dicampur gula merah dan santan itu memang lekat dengan lidah orang Indonesia.

Kini pamor cendol tak kalah dengan baverage internasional. Bahkan CNN Travel menyebut cendol berada di urutan ke-9 dari 50 makanan penutup terenak di dunia. Naiknya pamor cendol membuka peluang bisnis bagi wirausaha muda. Salah satunya adalah Danu Sofwan. Berkat bisnis cendol yang dikasih brand Radja Cendol (Randol), Danu masuk jajaran 40 anak muda berpengaruh di Indonesi versi Prestige 2021.

“Saya sadar betul kalau cendol ini merupakan bagian dari kekayaan kuliner yang dimiliki Indonesia. Daripada saya menjual minuman asing, lebih baik saya mengangkat martabat Indonesia dengan berbisnis cendol,” ucap Danu, CEO PT Warisan Kuliner Indonesia–perusahaan yang menaungi Radja Cendol–kepada youngster.id.

Danu mengungkapkan, saat dia memulai bisnis Randol pasar Indonesia tengah dibanjiri oleh tren minuman dari luar negeri. Meski demikian, Danu meyakini bahwa dengan berbisnis cendol juga bisa sukses mendunia.

“Saya optimis aja, meskipun banyak juga di tahun awal-awal saya membuka usaha ini banyak usaha yang menawarkan minuman dari luar negeri. Tapi dengan persiapan dan strategi matang dan cara berjualan dengan strategi dalam bentuk storytelling ternyata berhasil saya lakukan,” klaimnya dengan bangga.

Pria kelahiran Tasikmalaya ini mengisahkan, di awal usaha dia melakukan promosi dengan cara berteriak seperti orang gila. “Gila itu cendol enak banget ada coklatnya, ada susunya, harus coba itu enak banget,” ucapnya ketika itu di sejumlah tempat. Ternyata langkahnya itu berhasil memancing perhatian orang banyak. “Beberapa minggu kemudian orang-orang datang sambil bilang, kemarin ada yang teriak-teriak kayak orang gila katanya enak,” ungkap Danu.

Kini Danu berhasil membangun Randol menjadi bisnis besar dengan 800 gerai yang tersebar di sejumlah wilayah di Tanah Air, bahkan hingga ke Hong Kong. Tak hanya itu Danu juga mengembangkan outlet Es.Teh. Indonesia dengan ribuan karyawan.

 

Gengsi

Tak ada kata gengsi bagi Danu. Sebaliknya dia semangat untuk berwirausaha. “Kalau melihat kondisi pandemi seperti sekarang, saya jadi teringat ketika mendirikan usaha ini saya juga berawal dari bawah,” ucapnya.

Meski dibesarkan dari keluarga berada, Danu mulai usaha ketika kondisi keluarga sedang sulit akibat jatuh bangkrut yang disusul meninggalnya sang ayah. Bahkan, Danu yang hanya lulusan SMA sempat melamar pekerjaan sebagai office boy dan cleaning service hingga jadi pengamen jalanan.

“Sebagai anak lelaki satu-satunya, boleh dibilang saya menjadi tulang punggung keluarga. Banyak banget kalau ditanya pengalaman jatuh bangun mendirikan usaha ini. Tetapi, saya selalu mensyukuri apa yang saya punya. Sebenarnya tujuan saya memiliki usaha itu sederhana, saya cuma pengin keluarga saya nggak khawatir besok harus makan apa, kalau sakit berobatnya gimana. Itu aja, simple. Satu hal yang saya yakini, ternyata berhasil itu bukan hanya untuk mereka yang pintar dan bekerja keras, tetapi juga untuk mereka yang sabar dan ikhlas,” kisahnya.

Menurut Danu, dia tertarik dengan usaha cendol karena melihat pedagang keliling. Melihat bahwa produk minuman ini punya banyak peminat, Danu pun mulai menjajal usaha ini dengan modal sangat minim sekitar Rp 300 ribu. “Modal minim itu saya manfaatkan sebaik mungkin. Saya putar modal, salah satunya saya gunakan uang itu buat bikin gerobak dulu,” ujarnya.

Uniknya, untuk memupuk informasi dan strategi bisnis, Danu pun mesti menjelajahi Pulau Jawa dan Sumatera dengan menjadi backpaker. Dari perjalanan itu dia mendapati bahwa minat orang pada minuman cendol tinggi. Oleh karena itu, Danu yakin bahwa usaha yang dikemas ulang akan memiliki nilai dan daya tarik, terutama di kalangan milenial.

Usaha dengan nama Radja Cendol pun didirikan tahun 2014. Keunggulan produk cendol ini adalah mengganti santan dengan susu. Danu mengaku pemilihan dan penggunaan susu pada cendol produk besutannya ini bukan semata-mata agar terkesan modern. Rupanya, dia menyadari bahwa Indonesia termasuk salah satu negara dengan konsumsi susu terendah di dunia.

“Penggunaan susu pada Randol, selain meningkatkan rasa, juga saya ingin berkontribusi untuk meningkatkan konsumsi susu rakyat Indonesia,” ujarnya.

Dia juga menyematkan nama-nama yang unik pada produknya. Seperti Sundel Bolong yang artinya tiramisu pake cendol boleh dong, lalu digondol. Kemudian ada lagi, Satpol yang berarti di mana greentea dan cendol bersatu itu nampol. Ada juga Kece Parah yang artinya keju cendol pakai duren. Total produk Randol sekarang lebih dari 20 varian.

“Pembuatan nama-nama menu tersebut saya lakukan itu sendiri, malah sampai migren. Nama-nama ini pun menjadi menu yang pasti tidak dimiliki sama minuman lainnya di Indonesia,” ujarnya sambil tertawa.

Dalam waktu 5 bulan, Danu mempersiapkan untuk membuka outlet cendol pertamanya. Saat itu, dana yang dibutuhkan Danu harusnya Rp5 juta, tetapi ia hanya memiliki Rp300 ribu. Dari uang Rp300 ribu itu, Danu putar dengan berjualan kaos kaki hingga baju. Dari setiap keuntungan yang Danu dapatkan, ia mencicil untuk membeli peralatan-peralatan bisnisnya. Hingga 5 bulan kemudian, Danu pun membuka outlet pertamanya dan langsung balik modal di hari pertama.

 

Danu Sofwan - Randol
Berkat keuletan dan kerja kerasnya, Kini Radja Cendol (Randol) sudah memiliki 800 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan sudah ada di Hong Kong (Foto: Dok. Pribadi)

 

Inovasi Produk

Kini dalam lima tahun, Danu berhasil mengembangkan bisnis Randol. Rupanya, penggunaan susu membuat Randol memiliki pangsa pasar yang luas, mulai dari  anak-anak, milenial hingga orang dewasa. Selain itu, tiap tiga bulan sekali Randol selalu keluarin menu baru. “Sekarang kami mengikuti pasar, seperti tren cokelat atau green tea, dan lain-lain. Sense seperti itu emang harus dimiliki sih,” ucapnya lagi.

Danu mengklaim, kualitas dari produk Randol selalu terjaga dengan pemilihan bahan yang alami. Ini menjadi keunggulan sekaligus tantangan dalam pengembangan bisnis Randol.

“Yang jelas cendol kami ini hanya bisa bertahan selama 3 hari, karena kami tidak menggunakan pengawet dan pewarna, jadi memang rentan rusak dan hancur. Bahkan warna hijau cendol berasal dari daun suji. Jadi banyak banget kendala buat ke luar kota, karena cuma bisa tahan 6 jam,” ungkap Danu.

Kondisi ini menjadi kendala dalam memasarkan produk Randol oleh para mitra di daerah-daerah. Akhirnya, Danu melakukan pengembangan dan inovasi. “Kami bekerja sama dengan salah satu pabrik makanan di Surabaya. Jadi cendol yang dikirim ini adalah tepung olah. Jadi si mitra tinggal masak 10 menit jadi. Alhamdulillah 8 bulan kami develop, itu jadi solusi problem,” ungkapnya.

Kini Randol bisa menjual 10 ribu cup per hari. Danu mengungkapkan, sebagai salah satu pelaku UMKM, kendala yang dihadapi dalam mengembangkan bisnis adalah sulitnya mendapatkan akses pembiayaan. Penyebab utamanya, ketiadaan laporan keuangan yang memperlihatkan keberlangsungan sebuah bisnis. Ini semakin menegaskan peran penting pencatatan keuangan bagi pelaku UMKM.

“Alhamdulillah, setelah kami berkolaborasi dan menjadi mitra ‘BukuWarung’ beberapa tahun ini dan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan tersebut, BukuWarung menghadirkan solusi pencatatan keuangan usaha yang komplit; meliputi pembukuan transaksi usaha, serta pelaporan finansial berjangka (harian/mingguan/bulanan) yang kemudian bisa digunakan untuk pengajuan permodalan. Selain itu, aplikasi BukuWarung juga memiliki pencatatan pengelolaan utang dan dana pribadi, serta fitur pengingat jatuh tempo piutang, bahkan bisa menagihkannya kepada pelanggan secara otomatis,” jelas Danu.

Menurut Danu, dengan pencatatan keuangan yang teratur, pelaku UMKM dapat mengetahui secara jelas setiap transaksi yang terjadi, untung yang diperoleh, termasuk mengetahui apabila terjadi kerugian. “Catatan itulah yang menjadi dasar pelaku UMKM untuk melakukan evaluasi dan mengambil langkah strategis untuk mengembangkan bisnisnya,” tambah Danu.

Selain itu, Danu mengaku pengelolaan bisnisnya sangat terbantu oleh adanya aplikasi BukuWarung.  “Sebagai pengusaha, pencatatan segala aspek keuangan mulai dari modal, stok barang hingga utang piutang itu tidak boleh terlewatkan. Sebab, semua itu sangat berpengaruh pada kelancaran dan kelanjutan usaha. Dulu sewaktu masih mencatat secara manual, saya seringkali tekor. Setelah menggunakan pencatatan keuangan digital dari BukuWarung yang praktis, mudah dan gratis, keuangan usaha saya lebih terpantau dan bisnis pun lebih menguntungkan,” ungkap suami Jenita Janet itu.

Danu bersyukur dengan modal awal cuma Rp 300 ribu untuk mendirikan usaha rintisan Randol ini, kini bisnisnya terus berkembang. Sayangnya, dia enggan mengungkap omzet yang dibukukan setiap bulannya.

Pastinya, selain berharap Randol bisa terus berkembang, Danu juga sudah berencana akan melakukan ekspansi ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. “Saya mendapati bahwa cendol termasuk ke dalam 50 minuman paling lezat di dunia. Karena itu saya yakin produk ini akan dapat menjangkau pasar yang lebih luas,” pungkasnya.

 

=====================

Danu Sofwan

======================

 

FAHRUL ANWAR

Editor: Stevy Widia

Exit mobile version