youngster.id - Sepatu merupakan item fesyen yang diminati banyak orang. Tak heran jika beragam model dan merek sepatu terus bermunculan, termasuk produksi pengrajin lokal. Bahkan kreasi mereka tidak kalah menarik dan unik dari merek ternama.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengklaim sektor industri alas kaki dalam negeri berhasil menduduki peringkat ke-5 sebagai eksportir dunia, dengan pangsa pasar di dunia mencapai 4,4%. Produk alas kaki Indonesia unggul setelah China, India, Vietnam, dan Brasil.
Hal ini menunjukkan produk alas kaki dalam negeri memiliki daya saing dunia. Tak hanya itu, industri alas kaki menyumbang sekitar 0,28% terhadap penerimaan negara. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan pangsa pasar alas kaki nasional dapat meraih 10% pasar dunia.
Menariknya, 82% dari industri alas kaki nasional itu berskala kecil dan mikro. Salah satunya adalah merek The Warna Shoes yang dikembangkan oleh Dany Anwar pada tahun 2013. Berbeda dengan produk sepatu lainnya, sepatu ini menggunakan kain khas Indonesia yaitu songket, batik dan tenun. Meski terkesan etnik, sepatu The Warna tetap hadir dengan tren gaya masa kini.
“Saya melihat banyak kain tradisional belum diolah optimal. Dari situ saya mendapat ide untuk memproduksi sepatu berbahan kain lokal. Lewat produk ini kami bisa menyampaikan cerita di balik setiap motif kain yang kami gunakan sehingga kearifan lokal tetap terjaga,” ungkap Dany kepada youngster.id saat ditemui di acara Pesta UMKM di Ancol Conevntion Center Jakarta belum lama ini.
Oleh karena itu, Dany memilih nama The Warna yang merupakan singkatan dari “Warisan Nusantara”. Karena bahan yang digunakan benar-benar merupakan kain wastra, produksi para pengrajin lokal.
“Produk The Warna pastinya kental dengan unsur lokal. Jadi, di sini saya tidak hanya menggunakan bahan lokal, tapi juga melibatkan para pengrajin lokal. Lewat usaha ini kami mencoba memberikan peluang usaha dan pendapatan bagi mereka sehingga dapat tumbuh bersama,” katanya.
Meski menggunakan produk lokal, setiap sepatu etnik dari The Warna mempunyai desain yang modern dan up-to-date, sesuai dengan slogan mereka “Sepatu Etnik Masa Kini”.
Peluang Baru
Berbisnis bagi Dany bukanlah hal baru. Bahkan, pria kelahiran Pontianak, 30 Desember 1993 ini sudah pernah menjajal berbagai peluang usaha. “Sejak saya tidak dapat melanjutkan kuliah, saya memutuskan untuk berwirausaha. Saya sudah pernah mencoba beberapa usaha, tapi sayang tidak berhasil,” ungkapnya.
Namun Dany tidak putus asa. Ketika mengikuti sebuah seminar bisnis dia mendapati bahwa kain songket Pontianak belum diolah maksimal. Dia lalu mulai membuat celana dan baju yang memanfaatkan limbah kain, terutama kain etnik. Namun kesulitan dalam hal produksi membuat Dany berpikir ulang.
“Di Pontianak saya kesulitan dalam hal produksi. Jadi produk baju dan celana akhirnya saya hentikan. Namun, dari sisa kain yang ada malah menimbulkan ide untuk membuat sepatu dengan bahan kain songket. Dan ternyata produk ini lebih laris daripada produk pakaian tadi,” kisah Dany.
Sesungguhnya ia tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam dunia mode. Namun kreativitasnya tidak terbendung. Dengan modal Rp 30 juta Dany memutuskan untuk serius menekuni bisnis produk sepatu. Bahkan demi membesarkan usaha, dia memutuskan untuk memidahkan usaha ke Bogor, yang merupakan pusat industri sepatu terbesar di Indonesia.
“Merasa usaha ini menjadi peluang baru, akhirnya saya memutuskan pindah ke Bogor untuk membesarkan usaha ini. Karena di Bogor usaha ini dapat berkembang, terutama dalam memenuhi kebutuhan manufaktur,” jelas Dany.
Sejak didirikan 4 tahun yang lalu, The Warna berkembang sangat pesat. Awalnya diproduksi secara rumahan di Pontianak dengan tiga pekerja, kini Dany sudah punya 60 pengrajin yang membuat sepatu etnik secara handmade.
Berbagai motif etnik mulai dari batik, songket hingga tenun disulap menjadi produk berkualitas.
Mengingat tidak semua produk itu bisa diubah menjadi sepatu, maka The Warna membangun pabrik dan membuat sendiri materi dasar itu. Tidak hanya memproduksi bahan dasar, seluruh proses pembuatan produk pun mengambil tempat di pabrik sendiri yang terletak di Bogor, Jawa Barat.
Pabrik sendiri ini memungkinkan The Warna bisa terus berkreasi dan mengikuti perkembangan dan selera pasar. Bahkan, para konsumen bisa memilih produk sesuai keinginan. Dengan sistem pemesanan di awal, The Warna bisa menyajikan produk yang diinginkan seperti tinggi hak sepatu yang bisa disesuaikan.
“Sejujurnya saya beli putus bahan dari para pengrajin kain. Karena produk The Warna temanya selalu berbeda-beda sesuai musim. Kalau lagi musim kain batik Cirebon, kami menampilkan kain batik Cirebon. Kalau musimnya kain Jepara, kami beli langsung ke pengrajin kain batik di Jepara. Begitu juga dengan pengrajin kain di Garut atau Songket maupun daerah lainnya. Paling tidak, apa yang saya lakukan ini telah membantu mereka memberikan tambahan ekonomi dan peluang baru bagi para pengrajin kain supaya mereka juga lebih semangat untuk menciptakan industri kreatif dan kerajinan dari daerah mereka masing-masing. Saya juga senang, bisa membantu orang lain. Dan, tentunya, di balik apa yang saya lakukan dengan berbisnis sepatu ini, saya juga nggak lupa mereka yang telah membantu saya secara tidak langsung,” ungkap Dany.
Story Telling
Dany bersyukur, setelah enam tahun bisnis The Warna berjalan dengan baik. Toh, untuk mencapai semua itu, Dany mengaku, melalui proses pembelajaran dalam bisnis ini. Mulai dari pengaturan stok, hingga mengedukasi para pengrajin tentang desain.
“Saya ingin sekali produk ini menjadi kebanggaan, dan konsumen yang beli juga puas. Dan itu tidak mudah, apalagi kami juga bersaing dengan brand-brand lain,” katanya.
Untuk itu, Dany mendorong para pengrajin sepatu yang bekerjasama dengan The Warna untuk mengikuti standar produksi yang tepat. Misalnya, masalah yang dia temui, pengrajin batik atau tenun membuat motif dalam ukuran besar untuk baju. “Nah, dari situ membuat kami berpikir, gimana caranya jika kain ini bisa pas di sepatu ketika digunakan untuk ukuran kecil ini,” terangnya.
Melalui komunikasi dan hubungan baik dengan para pengrajin, maka standar itu dapat terpenuhi. “Keunggulan produk The Warna, selain menggunakan kain etnik semua dikerjakan hand made, tanpa mesin. Jadi dalam pengerjaan dan pembuatan selama proses produksi benar-benar detail,” tegasnya.
Di sisi lain, Dany juga menerapkan konsep cerita untuk membangun loyalitas pelanggan. “Untuk menghadapi persaingan usaha, di sini kami lebih memainkan konsep cerita ke dalam setiap produk sehingga berwarna. Jadi kami sengaja memperlihatkannya langsung sama konsumen dan menceritakannya bagaimana proses dan pembuatan produk sepatu handmade yang dibuat oleh The Warna. Jadi konsumen juga tahu bagaimana proses pembuatan sepatu ini. Termasuk cerita dari motif yang digunakan. Misal tema Dayak kami angkat cerita masyarakat,” ungkap Dany.
Tak hanya itu, Dany juga mulai memanfaatkan dunia digital, terutama sosial media, untuk memperkenalkan produk-produk The Warna. “Kami aktif di sosial media untuk lebih mendekatkan produk The Warna ke masyarakat, seperti Facebook dan Instagram. Ataupun melalui acara-acara pameran. Karena cara ini sangat efektif untuk memperkenalkan produk kami ke khalayak,” ujarnya.
Kini, The Warna rata-rata menjual 2.000 sampai 3.000 pasang dalam setiap bulannya. Untuk satu pasang sepatu yang dibanderol mulai dari harga Rp 175.000 hingga Rp 350.000.
Tak merasa cepat puas dengan apa yang telah dicapainya, pengembangan lain dalam bentuk produk sepatu lainnya juga tengah dipersiapkan The Warna untuk pelanggannya. Bahkan, dalam waktu dekat ini, The Warna siap meluncurkan sneaker etnik yang trendy khusus bagi pelanggan pria.
“Ke depan, kami akan mengembangkan produk sneaker untuk cowok. Karena sebelumnya, sepatu sneaker untuk cewek. Desainnya sudah kami siapkan, pokoknya tinggal tunggu aja di media sosial kami,” ujar Dany sambil tersenyum.
Dany berharap bisnis yang dirintisnya ini tak sekadar menghasilkan keuntungan, tetapi dapat membawa dampak positif bagi masyarakat. Terutama terkait dengan nilai budaya.
“Kami berharap, ke depan The Warna dapat punya store di sejumlah daerah dengan mengusung budaya daerah masing-masing. Misal nanti kami buka store di Medan, dan kami menggunakan kain Medan.Terus di Palembang, kami akan gunakan kain Songket. Di Jawa kami akan menggunakan kain batik Jawa, sehingga produk bisa sesuai dengan etnik dan budaya masing-masing daerah,” pungkasnya.
====================================
Dany Anwar
- Tempat Tanggal Lahir : Pontianak 30 Desember 1993
- Pekerjaan : Founder & CEO CV Warisan Nusantara
- Nama Brand : The Warna Shoes
- Pendidikan : SMA Darusallam, Sekubang Kalimantan Barat
- Mulai Usaha : Tahun 2013
- Modal : Rp 30 juta
- Omset : sekitar Rp 300 juta per bulan
- Jumlah tim : 60 orang
=========================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post