youngster.id - Kreativitas sudah tak terpisahkan dari kegiatan bisnis, terutama yang dilakukan anak muda. Bahkan, industri kreatif telah memberikan dampak besar terhadap perekonomian Indonesia. Industri kreatif mampu menyerap lebih dari 18 juta tenaga kerja.
Untuk itu, Pemerintah menginginkan produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif secara bertahap meningkat melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Bertolak dari pencapaian 2015 dan 2016, ambisi ini diyakini tercapai untuk dua tahun terakhir serta pada 2019. Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf menyatakan, target PDB dalam Rencana Strategis 2015 – 2019 akan terlampaui. Pada tahun depan, PDB ekonomi kreatif (ekraf) dibidik 6,75% sedangkan secara nilai sekitar Rp 1.200 triliun.
Data Badan Pusat Statistik yang dipublikasikan Bekraf mencatat PDB sektor kreatif sejak 2010 konsisten menanjak hingga terealisasi Rp 922,59 triliun pada 2016. Nilai ini setara 7,44% terhadap total perekonomian Indonesia, sedangkan Rencana Strategis Bekraf hanya menargetkan 5,21%. Pada saat itu, Indonesia menjadi negara ketiga dengan kontribusi ekraf terbesar bagi perekonomian nasional. Urutan pertama Amerika Serikat (11,12%) dan kedua adalah Korea Selatan (8,67%). Porsi PDB ekraf RI lebih besar dari Rusia, Singapura, Filipina, dan Kanada.
Merujuk kepada data yang sama, diketahui subsektor fesyen menjadi salah satu kontributor terbesar PDB ekraf. Peluang di sektor ini terutama berkembang di tangan anak-anak muda. Salah satunya adalah Karlina Ratnasuri, yang membangun brand fesyen bernama Zanneta.
Di tengah iklim kreatifitas yang begitu tinggi dia memilih mengkreasi syal (scarf ) dalam disain yang mengangkat tema kebudayaan khas Indonesia.
“Jadi Zanneta ini adalah produk syal atau scarf yang mengangkat tema-tema kebudayaan yang memadukan unsur tradisonal dan modern,” kata Karlina kepada youngster.id saat ditemui di The Hall kawasan Senayan City Jakarta baru-baru ini.
Produk syal dari Zanneta memang tampil dengan desain ilustrasi yang khas. Sebagian besar berasal dari unsur budaya Betawi, tetapi ada juga tema dari Gayo, Aceh.
“Setiap produk syal saya itu memiliki cerita masing-masing. Jadi kami nggak hanya menjual produk ,tetapi di sini juga menjual cerita dan informasi yang ingin kami berikan untuk konsumen,” paparnya.
Melalui konsep tersebut, produk Zanneta diproduksi dengan jumlah terbatas alias limited edition. “Saya memang berusaha menjaga otentik brand, sehingga produk yang dihasilkan juga benar-benar berkualitas,” ujarnya.
Alhasil, produk Zanneta disukai oleh masyarakat, termasuk pembeli dari Asia dan Eropa. “Saya mendapat banyak respon yang bagus dari masyarakat. Saat kami pameran di event kejuaran Golf Internasional ada pembeli dari Inggris yang borong scarf dalam jumlah yang banyak. Mereka sangat suka dengan desain yang memiliki cerita unik dari budaya Jakarta. Begitu juga ketika saya ikut pameran Kedutaan Besar Indonesia di Laos tahun 2017 dan di Jepang tahun 2018. Responnya sangat bagus dari mereka,” imbuhnya.
Budaya Betawi
Perempuan cantik jebolan Fashion Manajemen Binus ini memang sedari awal ingin menghadirkan produk yang mengangkat budaya lokal di mata generasi muda. Oleh karena itu, ketika menciptakan produk ini dia langsung terinspirasi pada budaya Betawi, yang akrab dengan lingkungan dirinya sehar-hari.
“Saya ingin mengenalkan kembali budaya Indoensia ke kalangan anak muda. Kebetulan yang akrab dengan saya adalah budaya Betawi. Selain ingin memberi apresiasi, saya ingin mengenalkan budaya ini kepada anak-anak muda agar mereka makin cinta pada kearifan lokal negeri sendiri,” ungkapnya.
Menurut Karlina, ide untuk mengembangkan bisnis syal ini berawal dari proyek tugas akhir dia di tahun 2017. Ketika itu Karlina memilih mengambil tema budaya Betawi, lingkungan yang akrab dengan kesehariannya.
“Ketika hendak membuat tugas akhir, terbersit ide untuk merancang produk fesyen dengan tema budaya Betawi. Apalagi saya melihat kurangnya souvenir khas Jakarta, terutama untuk anak muda.” kisahnya.
Menurut anak bungsu dari tiga bersaudara ini, budaya Betawi memiliki warna dan keunikan yang beda. Setelah tugas selesai, Karlina memutuskan untuk mengembangkan produk ini menjadi bisnis berkelanjutan. “Modal awalnya waktu itu Rp 60 juta,” ujarnya.
Perempuan yang hobi baca dan menulis ini mengaku mengerjakan sendiri semua mulai dari pemilihan bahan hingga mencari tempat produksi. “Tantangan yang saya hadapi di awal adalah mulai ketika mencari kain dengan kualitas dan warna yang saya mau itu sangat sulit. Belum lagi ketika di-print ada nodanya,” kisahnya.
Akhirnya, Karlina memilih bahan satin, katun dan polyester. “Sekarang kami juga sedang mengembangkan bahan foal, karena bahan ini banyak diminati oleh kaum hawa yang berhijab. Bahan ini juga sedang popular, jadi kami kembangkan untuk menambah variasi,” jelas Karlina bersemangat.
Di awal memulai usaha Karlina juga mengaku sempat kesulitan mencari ilustrator yang dapat mendukung bisnisnya. “Kalau untuk desain produk akhirnya saya kolaborasi dengan ilustrator lokal. Inspirasi tema dan warna semua dari saya, tetapi untuk tehnik pengerjaan dilakukan ilustrator,” akunya.
Karlina mengaku beruntung, karena semua bahan baku dan proses produksi bisa dilakukan di Jakarta. Dari kesulitan itu, Karlina mengaku belajar banyak. “Saya jadi belajar proses dan waktu produksi yang tepat sehingga itu sudah bukan tantangan terbesar lagi. Sekarang kami bisa dapat omset per bulan Rp 3 juta sampai Rp 5 juta,” katanya.
Produk Zanneta memang masih diproduksi terbatas. Selain karena keterbatasan modal, Karlina tidak mau gegabah memproduksi dalam jumlah besar. Karena dia juga ingin menjaga kualitas dan nilai otentik dari produk yang dibuatnya.
“Yang pasti saya akan tatap menjaga otentisitas dari brand saya. Saya juga lebih cermat dalam memilh ide sehingga dapat sesuai dengan pasar yang saya tuju,” jelasnya.
Misi Budaya
Menurut Karlina, produk scarf yang diproduksinya itu ditujukan untuk anak muda dengan rentang usia 17 – 30 tahun. Oleh karena itu, pemilihan warna bagi syal terbilang berani dan menarik perhatian.
“Dengan tampilan warna-warna ceria, saya kepingin menarik perhatian milenial ini untuk menggunakan produk saya,” ujarnya.
Tetapi ternyata banyak juga orang yang lebih tua tertarik dengan produk Zanneta. Oleh karena itu, Karlina pun terus mengembangkan produk agar dapat meraih semua pangsa pasar dengan range harga Rp 250 ribu hingga Rp 680 ribu.
Di sisi lain, Karlina juga terus menekankan bahwa produknya tak sekadar untuk gaya tetapi juga membawa misi cinta budaya. “Saya menciptakan produk untuk milenial dengan unsur kebudayaan bangsa Indonesia. Tujuannya, agar produk tersebut dapat disukai oleh kalangan milenial,” ucapnya.
Tak hanya iu, Karlina juga membuka peluang kolaborasi dengan para anak muda lain untuk mengangkat tema-tema budaya daerah lain. Salah satunya tema tari Buwel dari Gayo, Aceh yang menjadi special edition produk Zanneta.
Karlina berharap, ke depan akan lebih banyak mengeksplor lagi budaya Indonesia ke dalam produk-produk Zanneta. “Saya ingin terus memperkenalkan budaya Indonesia yang sangat banyak dan uni. Karena kalau tidak kenal berarti tidak sayang. Dan itu saya terapkan melalui produk-produk Zanneta. Bahkan saya berencana akan mengembangkan produk ke fesyen seperti dress tetap dengan menampilkan budaya Indonesia kepada masyarakat seluruh dunia,” pungkas Karlina.
=====================================
Karlina Ratnasuri
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 4 Januari 1996
- Pendidikan Terakhir : S1, Fashion & Management, Binus
- Bisnis : Mengembangkan usaha fesyen produk scarf merek Zanneta
- Jabatan : Founder & Creative Director
- Mulai Usaha : 2018
- Modal Awal : sekitar Rp 60 juta
=======================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post