youngster.id - Industri pakaian jadi terus berkembang seiring dengan perkembangan dunia fesyen di Indonesia. Bahkan, belakangan ini banyak anak muda yang terjun ke industri ini baik sebagai desainer maupun pengusaha distro dengan basis brand lokal.
Harus diakui industri fesyen merupakan salah satu sektor industri penopang ekonomi nasional dan harus terus dipertahankan serta ditingkatkan kinerjanya. Industri pakaian jadi juga sangat erat hubungannya dengan sektor industri tekstil. Berdasarkan data Pusdatin Kemenperin, kontribusi sektor Industri Tekstil dan Pakaian menyumbang 6,75% pada kontribusi PDB Industri Pengolahan Non-Migas di Triwulan III tahun 2020.
Selain itu, kinerja ekspor industri pakaian jadi sepanjang tahun 2019 mencapai US$ 8,3 milyar. Dan, pada periode bulan Januari hingga September tahun 2020 ekspor industri pakaian jadi telah mencapai angka US$ 5,36 milyar.
Oleh karena itu, bisnis fesyen ini terus bergulir meski turut diterpa pandemi. Apalagi banyak anak muda yang memilih fesyen sebagai pernyataan jati diri. Mereka mulai mencari busana yang anti–mainstream yang bisa membuat tampil beda. Di posisi ini distro menjadi pilihan karena menghadirkan trend setter bagi gaya busana remaja masa kini, terutama untuk produk clothing.
Distro menjadi tempat yang diminati karena adanya sesuatu yang unik dan menarik dari barang yang diproduksinya. Barang yang unik mampu membedakan mereka dengan yang lain. Secara keseluruhan perkembangan vendor distro di Indonesia tetap memberikan pengaruh positif bagi perkembangan trend dan fashion. Pengaruh yang positif inipun mampu memberi sebuah motivasi tentang adanya independensi dalam mendirikan sebuah usaha.
Peluang itu ditangkap oleh Muhammad Fuad Fadli, yang mencoba mengakomodir hasil-hasil cloting line milik UKM milenial yang ada di kawasan Depok, Jawa Barat dengan menghadirkan distro yang dikenal dengan nama Depok Street Market (DSM).
“Distro kami ini mencakup semua local brand. Jadi bisa dibilang ini adalah pusat clothing lokal yang ada di Depok,” kata pemuda yang akrab disapa Fuad ini kepada youngster.id saat ditemui di tempat usahanya di kawasan Cilangkap, Tapos Depok.
Seperti umumnya distro, DSM fokus pada usaha ritel yang menjual produk kaos dari berbagai perusahaan clothing. Di toko tersebut terlihat sejumlah brand lokal seperti Almost, dan Quality Time dari Beiji Depok, dan merek lainnya. Rupanya Fuad bekerjasama dengan brand-brand tersebut. “Kami bekerjasama dengan sistem bagi hasil, meskipun ada juga yang kami beli putus,” ujar Fuad.
Merangkak Dari Nol
Fuad bercerita, dia terjun ke bisnis ini bermula dari produk cloathing miliknya bernama Snacky. Berbarengan dengan itu dia juga membangun distro sendiri. Sayangnya, usaha rintisan itu kurang memberikan hasil memuaskan baginya.
“Saya menyadari karena mungkin mereknya juga baru dan belum dikenal, jadi bisnisnya tidak jalan. Tetapi, ada dukungan dari para pecinta distro yang tergabung dalam UKM dan komunitas anak-anak muda di Depok. Akhirnya saya memutuskan untuk fokus ke bisnis distro dengan konsep berbeda,” ungkap Fuad.
Fuad merasa tertantang mengingat bahwa bisnis ini seperti kembali dari awal. “Saya seperti merangkak lagi dari nol, harus memperkenalkan kembali produk baru. Saya harus kembali mengedukasi pasar agar kenal dengan nama Depok Street Market ini,” bebernya.
Segmen pasar yang dituju Fuad adalah komunitas dan penggemar hobi mural dan grafiti. “Tadinya target konsumennya hanya untuk pelajar dan mahasiswa. Tetapi sejak usaha ini buka, banyak juga konsumen berusia lebih dari 40 tahun datang berbelanja di sini,” ujarnya sambil tertawa.
Berbeda dengan bisnis sebelumnya, kali ini Fuad berkolaborasi untuk menghadirkan beragam produk. Selain kaos, juga ada jaket, tas, jumper hingga aksesori seperti gelang. “Semua produk di sini buatan lokal dengan kualitas yang bisa dijamin,” klaim Fuad menegaskan.
Fuad menjelaskan, untuk Tsirt mereka menggunakan bahan katun combat ukuran 30 S dan 24 S yang tidak panas ketika digunakan. Bahan ini banyak digunakan oleh merek-merek lokal lain yang sudah ternama. Demikian juga dengan hasil sablon, terjamin dan tidak pecah hasilnya.
Sedangkan untuk harga, DSM menetapkan harga mulai Rp 30 ribu untuk masker dan gelang. Sedang untuk Tshirt mulai dari harga Rp 120 ribu sampai Rp 150 ribu. Produk termahal adalah jaket denim seharga Rp 420 ribu.
“Ada beberapa produk saya bekerjasama dengan para pemilik kreatif di Bandung seperti brand Holigan, yang kami beli putus,” katanya.
Fuad yakin produk yang ada di DSM berkualitas baik dan tak kalah dengan produk impor. “Meski kami mengedepankan brand lokal tetapi produk kami tak kalah kualitasnya, Sehingga kami tidak malu untuk memperkenalkan langsung ke masyarakat, terutama di kalangan pelajar dan anak muda. Hal ini yang membuat bisnis ini cepat naik daun,” ungkapnya.
Dukungan Komunitas
Fuad menyadari, untuk bisa menjangkau pasar perlu berpromosi. Untuk itu, dia juga memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Instagram. Fuad juga menggandeng komunitas, terutama yang terkait mural dan grafiti.
Langkah ini berhasil, mengingat kegiatan dari komunitas itu aktif di Depok dan sekitarnya. “Kami aktif mendukung berbagai kegiatan komunitas mural dan grafiti. Ternyata langkah itu tepat. Kaos yang kami berikan sebagai endorse ternyata jadi viral. Sehingga makin banyak orang yang tertarik untuk punya produk dari distro DSM,” jelasnya.
Fuad juga menerangkan tentang nilai dari produk yang ditawarkannya. “Saya selalu mengatakan, produk yang ada di sini memiliki kualitas, dan semua ini adalah buatan lokal yang produknya bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan harganya,” katanya.
Fuad menyadari peta persaingan di bisnis ini cukup ketat. Namun menurut dia, dengan pasar yang luas dan kolaborasi yang dilakukan DSM maka hal itu bukan menjadi kendala. Menurut Fuad, keunikan dari distro ini pada konsep yang menjadi andalan yaitu street–wear dan street–art yang memang tengah digandrungi kalangan remaja. Konsep ini mengedepankan desain mural dan grafiti.”Hal ini yang membedakan kami dengan distro lain,” tegasnya.
Persoalan terbesar justru adalah ketika Pandemi Covid-19 mulai Maret 2020. Bisnis yang tengah naik daun harus kembali terpuruk. “Biasanya, sebelum pandemi, konsumen yang datang bisa 10 sampai 15 orang setiap hari. Namun setelah itu rata-rata konsumen hanya 2 orang,” ujar Fuad.
Meski demikian lelaki kelahiran Jakarta, 5 Maret 1997 ini bersyukur bisnis yang dikembangkannya masih bisa bertahan. Hal itu berkat pembelian di pasar online. “Saya memaklumi kondisi ini, tetapi bersyukur karena masih bisa bertahan. Ini adalah hasil dari UKM-UKM kecil, jadi kalau saya hanya fokus pada kompetitor kayak bukan seperti itu. Yang jelas, usaha ini bisa bertahan sampai sekarang juga karena kolaborasi dari bidang yang sama,” katanya lagi.
Fuad yakin industri clothing masih menjanjikan. Kebutuhan anak muda akan pakaian dan desain terbaru cukup tinggi. Apalagi kalau melihat produk Indonesia sebenarnya makin berkembang dan memang perkembanngan penjualan secara online saat ini bisa menjangkau lebih banyak lagi.
“Para produsen lokal dengan era digital seperti sekarang ini jumlahnya semakin meningkat. Di sisi lain, fesyen masih jadi kebutuhan banyak orang. Karena itu saya yakin bisnis ini akan semakin besar,” pungkas Fuad dengan yakin.
====================
Muhammad Fuad Fadli
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 5 Maret 1997
- Pendidikan Terakhir : Manajemen Pemasaran, STIE Kusuma Negara, Jakarta
- Usaha yang dikembangkan : Membuat usaha distro
- Nama Usaha : Depok Street Market
- Jabatan : Founder & CEO
- Mulai Usaha : Awal 2020
====================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post