youngster.id - Industri berbasis mikrobiologi merupakan salah satu industri yang mengalami pertumbuhan pesat di Indonesia dan mempunyai prospek yang menjanjikan. Salah satunya adalah budidaya dan pemanfaatan mikroalagae atau ganggang. Produk ini menjadi terobosan teknologi produksi air tawar di Tanah Air.
Industri mikrobilogi sudah lama dikenal di Indonesia, baik yang tradisional maupun yang modern. Yang termasuk ke dalam industri tradisional, antara lain industri tape, tempe, minuman beralkohol dan keju.
Kini dengan kemajuan teknologi, industri ini berkembang pesat. Salah satunya adalah PT Algaepark Indonesia Mandiri (Algaepark), startup yang bergerak dalam bidang industri microbiologi dengan teknologi budidaya dan pemanfaatan microalgae (ganggang).
Dipelopori oleh pengalaman riset yang dilakukan sendiri sejak tahun 2010, tim Algaepark mampu menemukan terobosan teknologi produksi air tawar yang dapat dikembangkan dengan kapasitas yang lebih besar (industri) dan menghasilkan produk berkualitas, aman dan halal.
“Bisnis ini akan menjadi solusi yang tepat bagi banyak orang di Indonesia ke depan. Karena bisnis algae yang kami geluti ini tidak hanya mampu memberikan solusi atas permasalahan kesehatan, tapi juga memberikan opsi pada industri makanan, minuman, kecantikan dan agro industri untuk mulai mempertimbangkan pemanfaatan algae sebagai bahan baku yang akan meningkatkan nilai tambah industri mereka,” ungkap Rangga Warsita Aji, Founder & CEO AlgaePark kepada youngster.id belum lama ini.
Dijelaskan Rangga, Algaepark bergerak di bidang biotechnology dengan spesialisasi produksi dan pengembangan produk-produk berbahan baku mikroalgae. Algaepark memproduksi microalgae air tawar, dimana hasil panen dari microalgae tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku untuk suplemen kesehatan, makanan dan minuman kesehatan dan juga kecantikan. Salah satu produk yang sudah dipasarkan adalah Chloskin Green Algae Skin Care, produk kecantikan berbahan baku microalgae (ganggang).
“Teknologi produksi yang digunakan adalah paten teknologi milik kami, sehingga memberikan kebebasan untuk kami terus bereksperimen dan meningkatkan nilai ekonomis dari sisi hulu,” klaimnya.
Untuk mencoba fokus dengan apa yang ditekuni mulai saat ini. Rangga mengaku tak ingin main-main sejak menekuni bisnis yang dinilainya memliki masa depan cerah ini. Untuk itu, riset sepanjang kurang lebih 2 tahun pernah dilakukan sebelum usaha rintisan ini diluncurkan ke khalayak ramai.
“Kami melakukan riset atau penelitian sejak tahun 2010 – 2012. Setelahnya kami fokus melakukan market analysis dan trial pasar. Dengan demikian, bisnis Algaepark akan mampu bersinergi dengan seluruh stakeholder yang ada, lokal ataupun internasional,” jelas Rangga.
Dilema Besar
Sesungguhnya membangun bisnis ini menjadi dilema besar Rangga. Pasalnya sejak lulus dari Teknik Kimia Universitas Diponegoro tahun 2012 silam, dia bergabung di perusahaan konsultan Migas. Namun, karena alasan kebersamaan dengan keluarga yang dirasa kurang, Rangga pun memutuskan untuk berhenti dan menempuh jalur sebagai entrepreneur.
Pria kelahiran Jakarta, 21 April 1990 ini memilih untuk membuka usaha sendiri di bidang agro industri. Awalnya dia memproduksi pupuk cair dengan bahan baku utama adalah mikroalga. Bagi Rangga, mikroalga bukan hal asing. Sebab dia sudah mulai meneliti makhluk tersebut sejak duduk di bangku kuliah 2010 silam. Termasuk menggunakan penelitian itu sebagai bahan utama skripsi.
Namun keputusannya ini sempat menjadi dilema besar. Tentangan terbesar datang dari keluarga. “Jadi ketika menjalankan bisnis ini pun banyak sekali bisik-bisik bernada meremehkan dan menjatuhakan karena menganggap bisnis ini tidak akan tumbuh dan berkembang,” ungkap anak kedua dari lima bersaudara ini.
Namun, akhirnya dia berhasil menyakinkan bahwa jalan yang ditempuhnya akan berbuah manis. Meski untuk itu dia harus berhutang cukup besar. “Modal awal kami dapat dari pinjaman orang tua dan teman sebesar Rp 200 juta yang kami angsur selama lima tahun,” kisahnya.
Rangga juga mencoba mencari modal hibah dengan mengikuti kompetisi startup. Antara lain dia berhasil menjadi finalis Wismilak Diplomat Success Competiion IX, dan mendapat hibah Rp 123 juta.
Dengan modal itu Rangga merintis usaha. Tantangan besar lainya adalah karena produk mikroalga belum banyak dikenal, sehingga muncul penolakan. “Saat berjualan produk, saya pernah dimarahi seorang ibu, karena beliau mengira saya penipu ketika sedang menawarkan obat suplemen. Ternyata ibu tersebut tidak konsumsi produk kami, tapi produk kompetitor. Dari peristiwa itu saya justru belajar pentingnya memastikan kualitas produk yang aman dan menjamin kenyamanan konsumen,” kisah Rangga.
Toh, tidak butuh waktu lama bagi Rangga untuk mendapatkan pengakuan dan dibina langsung oleh BIT-BPPT dan Puspitek di bawah Kemenristekdikti. Apalagi produk inovasinya, tak hanya mampu meningkatkan kualitas hasil panen tetapi juga dapat menekan biaya pupuk dan menjaga kualitas tanah dan tanaman. Dalam hal industri, pupuk mikroalga cair dapat digunakan sebagai agen bioremediasi lahan dan air tercemar.
“Bisnis Algaepark tidak hanya fokus pada produksi microalgae, tapi juga menghadirkan varian formula atau produk-poduk inovatif yang dapat digunakan masyarakat sehari-hari. Sehingga dari sisi riset dan pengembangan teknologi, kami terus bertumbuh. Paten teknologi kami juga menjadi salah satu pembeda dimana kami mengembangakn teknologi microalgae air tawar dengan tingkat keamanan yang tinggi (terstandard ISO 22000),” papar Rangga.
Kolaborasi
Rangga mengungkapkan kalau sektor bisnis ini tak dapat dilakukannya sendiri. Pasalnya, berkolaborasi dengan berbagai pihak telah dilakukan sejak usaha rintisan ini ia dirikan.
“Jadi ketika kami memilih sektor bisnis ini tentunya kami sadar kami tidak bisa sendiri. Kami harus menggandeng lebih banyak mitra agar semua produk, teknologi dan jaringan yang kami miliki dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu kami merasa perlu berkolaborasi dan menggandeng banyak pihak,” papanya.
AlgeaPark bermitra dengan Universitas Diponegoro. Hal ini mengingat industri ini erat kaitannya dengan bioteknolgi. “Awalnya kami kesulitan untuk mencari tim inti dalam pemenuhan produk dan riset. Namun ketika kami berinisiatif membuka peluang magang dengan mahasiswa, kami bisa menemukan potensi SDM muda, cerdas dan pekerja keras,” ungkapnya.
Selain itu, Rangga juga menggandeng lembaga negara seperti BPPT-RI dan Kemenristekdikti dalam hal validasi bisnis dan teknologi. Kemudian bermitra dengan Pertamina serta lembaga desa dalam hal pemberdayaan masyarakat.
“Industri ini sebenarnya bukan tergolong industri baru, di pasar internasional microalgae sudah lama menjadi primadona dan banyak dicari. Namun di Indonesia belum banyak yang mengenal produk ini, sehingga kami harus terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar mereka perlahan bisa mengerti produk microalgae,” ungkapnya.
Menurut Rangga, saat ini bisnis AlgaePark terbagi dalam dua jenis.Pertama, dengan cara bisnis model retail, dan kedua dengan model bisnis Business to Business (B2B).
“Untuk bisnis ritel kami memproduksi bahan baku dan produk jadi untuk langsung dipasarkan kepada konsumen. Untuk itu kami melibatkan banyak group member, reseller, dan agen dengan skema model bisnis multilevel marketing,” kata Rangga menjelaskan.
Bisnis ritel ini yang menjadi sumber keuangan utama AlgaePark, termasuk di masa pandemi Covid-19 ini. Bahkan, diklaim Rangga, keanggotaan dari bisnis ini sudah mencapai 1.000 orang yang tersebar dari Aceh hingga Papua.
“Alhamdulillah sampai hari ini market retail, yaitu para reseller, member atau mitra bisnis yang kami sebut Growyh Network Indonesia (GNI) mulai bertumbuh dan memiliki pendapatan tambahan (bisnis sampingan) selama masa pandemi. Pertumbuhan member membuat kami optimis untuk dapat terus memberikan dampak bagi ekonomi masyarakat Indonesia,” tutur Rangga.
Sedangkan untuk model Business to Business dilakukan lewat kerja sama dengan beberapa industri, seperti industri makanan, kesehatan, kecantikan hingga agro industri. “Di bisnis ini memang kami tidak melibatkan lebih banyak orang karena fokus pada support system kepada klien,” ujar Rangga.
Diklaim Rangga, omzet AlgaePark di tahun 2020 berkisar Rp 3,6 miliar. Angka itu turun dari sebelumnya yang membukukan Rp 7 miliar. Rangga menyebut penurunan omzet itu disebabkan banyak faktor. Salah satunya karena model bisnis ritel tidak efektif di masa pandemi sekarang.
“Beruntungnya kami sudah menyiapkan model bisnis B2B yang notabene membuat kami lebih mampu mempertahankan income, meskipun tetap terjadi penurunan. Dan semasa pandemi kami juga fokus menata internal, memperkuat mindset team untuk tetap produktif semasa pandemi. Sehingga bisnis Algaepark bisa terus berjalan sampai hari ini,” ucapnya penuh semangat.
Rangga menyebut bahwa Algaepark telah memegang kendali atas produksi dan riset, dimana hal itu membuatnya secara fleksibel, terutama dalam menentukan arah pasar yang dituju nantinya. “Kami memegang kendali atas produksi dan riset. Itu yang membuat kami mampu secara fleksibel menentukan arah pasar yang kami targetkan. Harga produk kami mungkin sedikit lebih mahal jika dibandingkan impor, tapi pasar mengerti bahwa kualitas produk kami dapat dipertanggung jawabkan,” imbuhnya.
Rangga berencana untuk melebarkan sayap bisnis lebih luas lagi. Beberapa rencana pengembangan lain dalam waktu dekat juga telah siap dilakukan diantaranya melakukan pemasaran dalam skala internasional ke beberapa negara. Selian itu, Algaepar saat ini sudah memiliki lima anak perusahaan.
“Saat ini kami sedang mempersiapkan standarisasi internasional untuk menuju market internasional, yaitu ekspor. Kami juga menyiapkan 1 unit usaha khusus fabrikasi kosmetik dengan sertifikat CPKB untuk memperbesar pangsa pasar di market kecantikan. Selain itu, kami ingin fokus menjadikan Algaepark sebagai holding company yang siap menuju IPO,” pungkasnya.
====================
Rangga Warsita Aji
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 21 April 1990
- Pendidikan Terakhir : Sarjana Teknik Kimia Universitas Diponegoro 2008
- Usaha yang dikembangkan : Budidaya dan pemanfaatan microalgae (ganggang)
- Nama Usaha : PT Algaepark Indonesia Mandiri (Algaepark)
- Mulai Usaha : 2017
- Jabatan : Founder & CEO
- Modal awal : sekitar Rp 200 juta
- Omset per bulan : sekitar Rp 400 juta
- Jumlah karyawan : 30 orang
Prestasi :
- Excellence Performance START up Reward, oleh BPPT-RI 2019.
- Finalis Wismilak DSC IX
======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post