Adopsi AI Bisa Percepat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Hingga 7%

ki-ka CEO Twimbit Manoj Menon, Wamen Komdigi Nezar Patria dan CEO Indosat Ooredoo Hutchison Vikram Sinha pada peluncuran Empowering Indonesia Report 2025. (Foto: stevywidia/youngster.id)

youngster.id - Pemerintah Republik Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dan status negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2038 sebagai bagian dari visi Asta Cita. Salah satu pendorong utama pencapaian tersebut adalah pemanfaatan kecerdasan artifisial (AI). Diprediksi, jika dijalankan secara strategis, adopsi AI berpotensi menambah US$140 miliar terhadap PDB Indonesia pada 2030.

Hal ini terungkap dalam Empowering Indonesia Report 2025 bertema “Building Bridges of Tomorrow”. Riset kolaborasi Indosat Ooredoo Hutchison dan Twimbit ini menegaskan pentingnya AI berdaulat sebagai fondasi utama pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

President Director dan CEO Indosat Ooredoo Hutchison Vikram Sinha menegaskan, adopsi AI bukan hanya tentang penggunaan teknologi, tetapi tentang membangun masa depan yang dimiliki dan dikendalikan oleh Indonesia sendiri. Karena itu dibutuhkan kedaulatan AI. Untuk itu Indosat menegaskan perannya sebagai mitra bangsa dalam mempercepat kedaulatan digital dan transformasi AI nasional.

“Melalui kolaborasi strategis dan inovasi berkelanjutan, kami  berkomitmen menghadirkan konektivitas yang inklusif dan solusi AI yang beretika untuk  memberdayakan setiap lapisan masyarakat menuju Indonesia Emas 2045,” katanya pada Senin (27/10/2025) di Jakarta.

Dalam laporan tersebut diprediksi, dengan adopsi AI yang kuat diperkirakan akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahunan 6,8% hingga 7%. Selain itu, mempercepat pencapaian target perekonomian hingga lima tahun lebih awal.

“Untuk itu, ada lima pilar utama menuju kedaulatan AI. Yaitu, infrastruktur digital andal, tenaga kerja AI berkelanjutan, industri AI yang tumbuh, riset dan pengembangan yang  mumpuni, serta regulasi dan etika yang kokoh,” kata Vikram.

Sementara itu, Founder and CEO Twimbit Manoj Menon menegaskan, Indonesia memiliki posisi strategis untuk memimpin di era AI berdaulat. “Dengan membangun fondasi digital yang kuat dan menciptakan ekosistem yang inklusif, Indonesia dapat menjadi pusat pertumbuhan AI di Asia,mempercepat pencapaian visi Indonesia Emas 2045,” ucapnya.

Manoj menjelaskan, jika dijalankan secara strategis adopsi AI Indonesia berpotensi menambah US$ 140 miliar terhadap PDB Indonesia pada 2030, meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahunan hingga 6,8%, serta mempercepat pencapaian status negara berpenghasilan tinggi ke 2041—atau bahkan 2038 dalam skenario terbaik.

Menurut laporan tersebut, penerapan AI juga dapat mendorong peningkatan produktivitas hingga 18% di sektor jasa, 15–20% di manufaktur, dan 5–8% di pertanian, menjadikannya faktor utama dalam memperkuat daya saing dan efisiensi nasional.

Untuk itu, dibutuhkan kesiapan infrastruktur, dan Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$3,2 miliar atau sekitar Rp 53 triliun hingga 2030 untuk memenuhi kebutuhan komputasi nasional. Apalagi saat ini, AI data center di Indonesia baru mencakup kurang dari 1% dari pasar global. Hal ini menandakan, perlunya percepatan pembangunan pusat data bertenaga energi terbarukan dan jaringan 5G yang lebih luas.

Laporan Empowering Indonesia Report 2025 juga menyoroti kebutuhan pengembangan 400 ribu talenta AI pada 2030, dengan investasi sebesar US$ 968 juta untuk pendidikan, pelatihan. dan reskilling tenaga kerja.

“Indonesia diharapkan mampu menarik investasi tahunan sekitar US$5 miliar hingga US$6 miliar agar bisa memainkan peran secara global,” ujarnya.

Dalam peluncuran Laporan ini, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital RI Nezar Patria mengatakan, AI bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang kemandirian bangsa.

“Kedaulatan AI berarti kita membangun teknologi yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila, menjamin etika dan keamanan, serta memastikan manfaatnya dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat,” katanya.

 

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version