youngster.id - Belakangan ini startup menjadi istilah yang sangat dibicarakan. Bisnis yang tengah digandrungi anak muda terutama yang terhubung dengan teknologi ini memang menjadi salah satu harapan ekonomi Indonesia. Namun sayangnya, bisnis ini punya kekurangan terutama dari sisi sumber daya manusia.
Pengguna internet Indonesia mencapai 150 juta orang, ini merupakan jumlah terbesar se-ASEAN. Angka ini dinilai jadi peluang peningkatan ekonomi. Sayangnya, Indonesia kekurangan sumber daya manusia di bidang digital (digital talent) sebanyak 600 ribu orang per tahun.
Penelitian dari IMD yang dipublish belum lama ini menyatakan, Indonesia berada di peringkat 62 untuk daya saing digital di kancah global. Kedua data itu menunjukkan perkembangan ekonomi digital harus didukung dengan ketersediaan SDM yang mumpuni.
Kondisi ini yang mendorong Alamanda Shantika mendirikan Binar Academy, sebuah startup yang bergerak di dunia pendidikan, khususnya membentuk taltenta digital.
“Saya ingin terus berkontribusi bagi masyarakat Indonesia. Lewat Binar Academy, saya ingin membentuk talent-talent berkualitas yang nantinya bisa membentuk ekosistem dimana tiap orang makin melek digital dan teknologi informasi sehingga nantinya bisa berkontribusi untuk daerahnya dan meningkatkan ekonomi di setiap kota di Indonesia,” ucap Alamanda kepada youngster.id saat ditemui di Jakarta baru-baru ini.
Startup yang dibangunnya Maret 2016 ini berpusat di Yogyakarta. Berbeda dengan pendidikan formal di bidang IT, Binar fokus pada kemajuan startup. Menurut Alamanda, Binar itu fokus pada mereka yang mempelajari programmer, coding, digital experience.
“Melihat kebutuhan startup-startup terutama yang sudah paham soal sulitnya mendapatkan talenta digital, kami ingin bisa berperan secara aktif dengan menyediakan talenta digital berkualitas, mulai dari software engineer, product designer, hingga product owner,” papar Alamanda.
Kini sebanyak lebih 200 murid lulusan Binar Academy telah mendapatkan pekerjaan yang memang sesuai yang diinginkan berbagai perusahaan multinasional yang ada di Indonesia.
“Sekarang total lulusan yang masuk ke perusahaan-perusahaan itu sekitar 200 lulusan dan sudah bekerja, atau sekitar 50% dari total lulusan kami di Binar Academy,” klaim Alamanda dengan bangga.
Tak hanya itu, dia juga mengembangkan komunitas Binar di sejumlah daerah seperti Bandung, Batan, Semarang, Kupang, dan Ambon. Sedangkan untuk pendidikan, setelah Yogyakarta, Binar Academy melebarkan sayap dengan hadir di The Breeze BSD City Tangerang.
“Kami buka di sini karena tingginya minat masyarakat untuk belajar dan mendalami programmer, coding, digital experience, Binar juga ekspansi ke Jabodetabek dan sekitarnya,” ujarnya.
Siapkan Talenta
Kiprah Alamanda di dunia startup digital Indonesia sudah tak diragukan. Dia bersama Nadiem Makarim turut merintis Go-Jek dari nol. Tetapi di saat Go-Jek mulai berkembang dia memutuskan keluar.
Perempuan lulusan Ilmu Komputer Universitas Bina Nusantara ini pun mengembangkan sayap bergabung dengan Kibar untuk membangun ekosistem digital di Indonesia. Tidak puas dengan itu, dia pun ingin mengembangkan pendidikan terutama terkait teknologi digital.
Menurut Alamanda, pelaku IT di Tanah Air semakin bertumbuh namun belum memenuhi kebutuhan pasar.
“Sebenarnya kita sangat kekurangan talenta digital. Terutama yang ready untuk masuk ke dalam perusahaan digital dan non-digital. Hal ini yang ingin kami fasilitasi. Bagaimana Binar Academy menyiapkan talenta-talenta digital untuk terjun langsung ke dunia kerja baik yang startup maupun korporasi,” ungkap perempuan kelahiran 12 Mei 1988.
Alamanda pun memutuskan untuk memulai Binar Academy di Yogyakarta. Kini Binar Academy kini sudah hadir di lima kota, yakni Batam, Kupang, Ambon, dan Tangerang.
Dia menjelaskan, yang membedakan Binar Academy dengan pendidikan formal lainnya adalah pendidikan soft skill. “Binar itukan tidak seperti pendidikan formal, kami mengganti kurikulum setiap batch per tiga bulan. Karena kami selalu update dan cepat menangkap kebutuhan pasar. Misalnya, sekarang yang dibutuhkan adalah three XJS, ya udah kami bikin kurikulum itu. Sementara kalau di pendidikan formal seperti universitas untuk mengubah hal-hal tersebut tidak mudah, ada prosesnya yang cukup panjang,” jelas Alamanda.
Langkah itu mengikuti perkembangan startup digital yang juga sangat cepat berubah. “Kalau untuk bikin aplikasi itu gampang, tetapi menantang orang-orang yang ada di dalamnya untuk mengembangkan aplikasi itu yang sulit. Makanya di sini kami punya digital transformation yang mana membantu para korporasi untuk transform,” katanya lagi.
Diklaim Alamanda, Binar Academy sudah bekerja sama dengan banyak korporasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga startup untuk membiayai pendidikan para siswanya. Beberapa perusahaan yang sudah bekerja sama adalah CIMB Niaga, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Angkasa Pura, PT Visionet Internasional (OVO), dan PT Investree Radhika Jaya (Investree).
Alamanda menjelaskan, Binar Academy memiliki model bisnis yang cukup unik, dimana pihaknya mendapatkan fee dari beberapa perusahaan yang telah menggunakan jasa dan tenaga dari murid-murid lulusan Binar Academy. Kemudian hasil yang didapatnya itu kembali diputarkan untuk membiayai murid baru yang telah siap bergabung di perusahaan rintisannya itu.
“Salah satu model bisnis yang kami terapkan di sini adalah carrier hub, yaitu program sekolah gratis yang dihelat di beberapa kota. Jadi kami mengambil talent fee dari siswa-siswa yang sudah bisa dimasukkan ke perusahaan-perusahaan tersebut. Jadi perusahaannya yang memberikan fee tersebut pada Binar Academy. Sehingga kami dapat menyekolahkan anak lainnya di batch-batch berikutnya,” jelas Alamanda.
Kemajuan Daerah
Bersama rekannya Dheta Aisyah, Alamanda mendirikan Binar Academy dengan cita-cita mulia: ingin membangun talenta digital yang mumpuni. Namun, mewujudkan cita-cita itu tentunya tidaklah mudah.
“Modal kami membangun ini cukup besar. Tapi kalau ditanya omset cukuplah kiranya untuk menyekolahkan murid-murid yang selama ini ada di Binar Academy,” kilah Alamanda sambil tertawa.
Binar Academy menerima pelajar dari segala umur dan profesi. Tetapi, Binar Academy juga menawarkan program beasiswa agar para siswa dapat belajar coding atau digital experience secara gratis. Untuk mendapatkan fasilitas tersebut, kata Alamanda, calon murid harus melewati rangkaian tes yang diadakan oleh Binar Academy berupa tes logika.
Namun, dari yang sudah-sudah, dari 10 ribu orang yang mendaftar program beasiswa tersebut, hanya 10% yang berhasil mendapatkan beasiswa.
“Standarisasi kami sangat tinggi, karena slot-nya juga terbatas. Soal-soal kita memang sulit sekali. Makanya saya sendiri enggak pernah coba jawab soalnya,” ujar Alamanda sambil tertawa.
Bagi yang tidak lolos tetapi tetap ingin belajar, Binar Academy membuat program berbayar yang disebut Binar Plus dan Binar Masterclass. Dengan begitu, masyarakat umum bisa mendapat pendidikan dan pelatihan seputar digital di Binar Academy tanpa melalui seleksi, dengan membayar Rp 10 juta. Lalu, ada program workshop Binar Masterclass yang juga dikenakan biaya hingga Rp 13 juta.
Adapun Binar Academy menyediakan tiga jurusan, yakni software engineer, product designer, dan product manager. Jurusan product manager akan fokus pada analisa pasar, guna menentukan aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, layanan yang disediakan oleh perusahaan bisa diterima pasar.
Lalu, product designer fokus pada kepuasan dan pengalaman pengguna (User Interface-User Experience/UI-UX). Sedangkan software manager, pendidikan dan pelatihannya fokus membuat sistem. Sebab, divisi software manager bertugas memastikan sistem di aplikasi berjalan.
Dengan begitu, Binar Academy bisa beroperasi meski belum mendapat pendanaan. Sejauh ini, operasional dibiayai melalui program berbayar dan rekrutmen perusahaan.
Alamanda mengatakan lewat Binar Academy mereka ingin mewujudkan cita-citanya membangun startup ini hingga ke penjuru Tanah Air. Oleh karena itu, ia berharap talenta-talenta para lulusan Binar Academy dapat mewujudkan kemajuan di daerah Indonesia lainnya memiliki sebuah kota cerdas di setiap daerah.
“Mudah-mudahan Binar Academy ini bisa masuk ke wilayah Indonesia Timur lagi, karena itu salah satu cita-cita kami, ingin hadir di setiap daerah. Sehingga anak-anak muda nantinya bisa berkontribusi bagi daerah untuk membangun smartcity. Mereka tak lagi harus datang ke Jakarta dan masuk ke perusahaan-perusahaan di Jakarta tapi benar-benar untuk mengembangkan kota-kota tersebut,” ujarnya penuh harap.
=======================================
Alamanda Shantika Santoso
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 12 Mei 1988
- Pendidikan : S1, Ilmu Komputer Universitas Bina Nusantara
- Pekerjaan : Founder & President Director Binar Academy
- Mulai Usaha : 2016
- Modal : –
- Jumlah tim : 100 orang
===========================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post