youngster.id - Kekayaan hayati Indonesia sangat besar. Bahkan, Indonesia dinobatkan sebagai mega center keanekaragaman hayati terbesar di dunia, nomor dua setelah Brasil. Kekayaan ini terus diolah dan dimanfaatkan menjadi produk bernilai ekonomi, termasuk oleh anak-anak muda di daerah.
Kekayaan hayati di Indonesia sangat melimpah. Dari 40.000 jenis flora yang tumbuh di dunia, sebanyak 30.000 di antaranya tumbuh di Indonesia. Akan tetapi baru sekitar 26% yang telah dibudidayakan dan 74% masih tumbuh liar di hutan. Padahal beberapa tumbuhan memiliki kemampuan pengobatan karena kandungan senyawa kimia atau senyawa aktif yang terdapat di dalamnya.
Sayang, pemanfaatan akan kekayaan hayati lokal masih terbatas. Pasalnya dibutuhkan riset lebih lanjut dan kesinambungan dari pengetahuan turun temurun (local wisdom and knowledge) serta teknologi pengolahan untuk dapat memaksimalkan pemanfaatannya. Padahal tuntutan dari populasi penduduk dan kebutuhan yang semakin meningkat.
Peluang ini yang ditangkap oleh Alifia Dea Hartawan, pendiri dari produk herbal dengan label Lulur Sarongge. Dia memanfaatkan kekayaan alam yang ada di tempat tinggalnya, Desa Sarongge, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dari tumbuh-tumbuhan alami serta pengetahuan yang diwariskan keluarganya turun temurun, Alifa memproduksi produk herbal, khususnya lulur kecantikan.
“Saya membuat usaha herbal ini dengan menggunakan bahan alami yang ada di sekitar tempat saya tinggal di Desa Sarongge. Resepnya saya dapatkan dari warisan orang tua zaman dahulu,” ungkap Alifia kepada youngster.id yang menemuinya belum lama ini di Cianjur, Jawa Barat.
Lulur memang sejak dulu telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai perawatan untuk kebersihan kulit. Bahkan kandungan bahan alami dari ramuan ini diyakini dapat meningkatkan tekstur kulit supaya lebih halus dan lembut serta membantu pengelupasan sel-sel kulit mati sehingga mendorong terbentuknya sel-sel kulit yang baru. Dengan terbentuknya sel-sel kulit baru, maka kulit Anda akan terlihat lebih cerah dan bersih.
Hal ini juga diterapkan pada produk Lulur Sarongge. Menurut Alifia, produknya ini mengusung konsep tradisional dengan mempertahankan bahan-bahan alami sebagai bahan dasar utamanya.
“Untuk bahan lulur Sarongge saya menggunakan bahan yang alami. Mulai dari beras ketan, kunyit, kencur, jeruk nipis, madu dan pandan. Semua terjamin keamanan dan khasiatnya dan bisa untuk digunakan sama anak mulai usai 10 tahun sampai usia dewasa,” terang Alifa.
Sejak usaha ini dimulai akhir tahun 2018, dia sudah memproduksi tiga varian yaitu Lulur Sarongge Original, Lulur Sarongge Binahong dan Lulur Sarongge Kopi. Semua dipasarkan melalui program desa eco wisata yang tengah dikembangkan di desanya.
“Lewat usaha ini, kami anak muda di desa tidak lagi hanya mengandalkan untuk mencari pekerjaan di kota, tetapi kami dapat membangun usaha sendiri dan memperoleh penghasilan yang baik,” ungkap Alifia.
Dukungan Keluarga
Alifia bercerita ide untuk membangun usaha ini berangkat dari desakan orang tua. Ketika itu dia sudah menyelesaikan sekolah menengah kejuruan dan berniat untuk mencari pekerjaan ke kota. Namun, sang ibu malah mendorong dia untuk terjun dan berwirausaha.
“Saya ketika itu susah mendapatkan pekerjaan. Melihat itu, ibu saya lalu mendorong dan menyemangati saya untuk membuka usaha sendiri. Dia mendorong untuk mengembangkan produk lulur yang selama ini dibuat oleh keluarga untuk digunakan sendiri untuk dipasarkan. Dengan dukungan keluarga saya memutuskan untuk terjun berwirasuaha,” kisah Alifia.
Gadis kelahiran Cianjur, 19 November 2000 ini mengaku mulai usaha ini dengan modal Rp 150 ribu. Untuk mendapatkan bahan baku ia juga tidak kesulitan karena semua tersedia di alam di sekeliling rumah. Bahkan, proses produksi juga tidak memakan waktu panjang. “Hanya butuh proses pengeringan dari bahan-bahan alami selama 10 hari, baru kemudian diolah menjadi lulur,” ujarnya.
Awalnya Alifia memproduksi 1 kg lulur untuk 7 kemasan. Kini, seiring dengan meningkatknya permintaan, dia sudah mampu memproduksi 3 kg untuk 1 varian lulur yang kemudian dikemas menjadi 25 kemasan produk.
Peluang usaha ini semakin terbuka setelah Alifia mendapat ilmu dari tim mahasiwa Prasetya Mulya dan UIN Bandung yang melakukan KKN di Desa Sarongge. Para mahasiwa tidak saja membagikan ilmu di bidang pertanian dan peternakan, tetapi juga pemasaran produk. Apalagi Desa Sarongge ini kemudian berkembang menjadi desa eco wisata.
Dari pertemuan dengan para mahasiwa ini, Alifia dapat ilmu tentang pemasaran melalui media sosial. Alhasil produk lulur Sarongge yang dia produksi dengan cepat beredar luas.
“Jadi produk-produk dari Desa Sarongge, termasuk Lulur Sarongge pemasarannya dilakukan melalui media sosial seperti Instagram dan facebook. Bahkan sekarang produk kami juga sudah dapat dibeli melalui e-comerce seperti Tokopedia, Shopee dan Lazada,” ungkapya dengan bangga.
Tak hanya itu, pembeli Lulur Sarongge juga tak hanya warga sekitar tetapi datang dari Jakarta, Bandung hingga Australia dan Belanda. “Mereka ada yang datang langsung ke rumah saya untuk memesan Lulur Sarongge,” ujarnya.
Alifia mengaku produk Lulur Herbal Saronge bisa terjual 25 – 30 produk setiap bulan dengan harga Rp 25 ribu per produk. “Ya bersyukur setiap bulan saya bisa memasarkan produk 25-30 produk dengan omset bisa Rp 900 ribu hingga Rp 1,5 juta per bulan,” ungkapnya.
Alifia dengan yakin mengatakan, produk Lulur Sarongge memiliki kualitas yang baik, dan masih bisa untuk digunakan dalam penyimpaan selama satu tahun.
“Soalnya produk ini nggak pakai bahan kimia, jadi tetap masih aman untuk digunakan. Dan sampai sejauh ini belum pernah ada yang komplain,” imbuhnya.
Modal dan SDM
Menurut Alifia, pengembangan Desa Sarongge yang terkenal sebagai desa eco wisata telah membawa dampak positif bagi usahanya. Banyak wisatawan yang datang ke desanya cukup membantu pemasaran dan memperkenalkan produk langsung ke semua tamu yang datang.
Meski demikian, dia sadar bahwa usahanya ini masih terbilang baru. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah modal pengembangan usaha dan pembukuan.
“Saya menyadari bisnis kami belum stabil. Sumber daya berupa tenaga masih kurang, sehingga ketika ada pemesanan dalam jumlah besar kami belum berani. Selain itu, saya juga masih bermasalah dengan pembukuan, karena kadang pemesanan tercatat, kadang tidak,” ucap Alifia.
Pasalnya, usaha ini baru ditangani dia sendiri. Mulai dari produksi, pengepakan hingga pengiriman. Dia mengaku baru berani mengambil tenaga kerja untuk membantu ketika ada pesanan dalam jumlah besar.
Kendala besar lain adalah modal. “Saya kepingin, usaha saya menjadi besar, hanya saja sampai saat ini modal saya belum cukup untuk membuat usaha ini besar. Saya ingin jika ada tambahan modal saya dapat menambah SDM sehingga saya bisa fokus pada pemesanan dan pemasaran,” ujarnya.
Untuk itu, Alfia berharap akan dapat mengembangkan usahanya lebih lagi sehingga produknya dapat menjangkau pasar yang lebih luas. “Jika saya mendapatkan bantuan pendanan saya akan mengembangkan usaha ini jadi lebih baik lagi sehingga produk Lulur Sarongge ini bisa menjangkau pasar yang luas ke Sumatera, Kalimantan sampai ke Indonesia Timur,” pungkasnya.
==================
Alifia Dea Hartawan
- Tempat Tanggal Lahir : Cianjur, 19 November 2000
- Pendidikan : SMK Putra Pertiwi Indonesia, Cianjur
- Bisnis yang dikembangkan :membuat produk herbal kecantikanLulur Herbal Sarongge
- Pekerjaan : Founder & CEO
- Mulai Usaha : Desember 2018
- Prestasi : Penerima Sertifikasi BalladKop, Pemkot Bandung
==================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post