youngster.id - Pengamat ekonomi, Aviliani, berpendapat periode amnesti pajak khusus wajib pajak yang bergerak di bidang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) perlu diperpanjang melebihi periode III yang akan berakhir 31 Maret 2017.
“Periode untuk UMKM perlu diperpanjang karena mereka butuh pendampingan dalam mengikuti amnesti pajak,” kata Aviliani dalam acara diskusi perpajakan Senin (9/1/2017) di Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta.
Komisaris Independen PT Bank Mandiri Tbk (BMRIitu menyebutkan pendampingan yang dibutuhkan oleh UMKM terutama menyangkut cara membuat laporan keuangan. Aviliani mengatakan perguruan tinggi dapat dilibatkan untuk pendampingan tata cara administratif dalam mengikuti program amnesti pajak kepada UMKM. “Pengisiannya saja tidak mudah, maka perlu pendampingan. Ini salah satu cara meningkatkan (peserta) amnesti pajak di 2017,” kata Aviliani.
Selain pendampingan, ia menyarankan pihak otoritas pajak untuk terus melakukan sosialisasi progresif di periode terakhir program amnesti pajak. “Jangan kendor sosialisasi amnesti pajak, masih banyak wajib pajak yang belum mengikuti program amnesti pajak, apalagi yang belum punya NPWP (nomor pokok wajib pajak),” kata dia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, tarif uang tebusan bagi UMKM adalah sebesar 0,5 persen untuk deklarasi harta sampai dengan Rp10 miliar dan 2 persen deklarasi harta lebih dari Rp10 miliar. Data amnesti pajak per 9 Januari 2017 pukul 16.00 WIB menunjukkan dari komposisi uang tebusan berdasarkan surat pernyataan harta (SPH), kontribusi WP orang pribadi UMKM Rp4,79 triliun dan WP Badan UMKM Rp341 miliar.
Sementara Ekonom senior Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih menilai, sektor UMKM saat ini justru sedang terseok-seok di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedang melambat. Lana mengatakan, pemilihan waktu pelaksanaan amnesti pajak memang kurang tepat karena ekonomi domestik dan global melambat. Meski tak bisa lagi mengandalkan sektor UMKM sebagai penggerak utama penerimaan amnesti pajak, Lana mengakui, pemerintah sudah cukup banyak berupaya menghidupkan sektor UMKM.
Dari sisi penyaluran kredit, misalnya, pemerintah sejak tahun lalu sudah mendorong perbankan memberikan bunga murah agar UMKM bisa lebih berkembang. Namun, Lana menilai, usaha pemerintah ini tak memberikan hasil signifikan terhadap keikusertaan pelaku UMKM dalam program pengampunan pajak. “UMKM walaupun dapet Kredit Usaha Rakyat (KUR), kalau produksinya nggak ada yang nampung, ya ngapain? Kalau mau mendorong UMKM memang harus bersabar. Ya kesulitannya mereka nggak akan bisa ikut pada periode ketiga,” kata Lana.
Bahkan, Lana menganggap, tak banyak UMKM di Indonesia saat ini yang bisa dibilang menunjukkan keuangan yang prima. Bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, menurut dia, tak heran bila besaran pinjaman UMKM lebih tinggi dibandingkan nilai aset yang dimiliki. Dengan kondisi seperti itu, Lana menyatakan, pelaku UMKM akan semakin tertekan untuk ikut amnesti pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, strategi yang diusung pemerintah untuk mengejar target penerimaan di periode ketiga amnesti pajak kurang lebih masih sama dengan jurus yang dilakukan di dua periode sebelumnya. Sri menjelaskan, pemerintah tetap mengacu pada data dasar wajib pajak, yakni total wajib pajak yang terdaftar sebanyak 32 juta. Dari angka tersebut, terdapat 20 juta wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), dan hanya 12 juta wajib pajak di antaranya yang secara aktif membayar pajak.
“Itu nanti pakai kirim email lagi, surat cinta yang akan kita kirimkan kepada mereka. Saya akan minta supaya dilanjutkan. Kita akan melakukan secara fokus, karena itu juga seperti yang saya katakan, kalau seluruh komisaris dan direksi BUMN, ya kita akan lihat saja dan sampaikan kalau ikut tax amnesty bagus, kalau enggak ikut ya kita lihat saja SPT-nya nanti di 2017,” kata Sri.
STEVY WIDIA
Discussion about this post