youngster.id - Internet of Things (IoT) tidak hanya menjadi suatu konsep yang mempengaruhi hidup manusia tetapi solusi berbasis IoT juga bisa membantu memudahkan kehidupan manusia. Bahkan, teknologi ini tak hanya diterapkan bagi IT, tetapi juga dapat menjadi solusi di berbagai bidang. Termasuk dalam kegiatan peternakan.
Jumlah penduduk yang terus meningkat dari waktu ke waktu tentu akan menigkatkan pula kebutuhan pangan dan pola hidup masyarakat. Hal tersebut merupakan salah satu potensi untuk mengembangkan sektor pertanian, khususnya subsektor peternakan sehingga lahan yang luas dapat memberikan pengaruh positif serta jumlah penduduk yang meningkat akan berbanding lurus terhadap kebutuhan pangan yang berasal dari subsektor peternaka jika pengelolaan pada subsektor ini sudah cukup baik.
Namun kondisi peternakan di Indonesia masih sangat perlu dilakukan evaluasi dan pengembangan dalam pengelolaannya. Langkah ini kerap membuat para peternak mengalami kesulitan. Namun, kini hadir teknologi yang memanfaatkan perangkat manajemen ternak berbasis IoT.
Solusi ini yang ditawarkan oleh SmarTernak, yang dikembangkan DycodeX. Ini merupakan platform yang membantu peternak Indonesia memantau hewan ternak mereka.
“Platform ini, merupakan sebuah solusi untuk para peternak, jadi smarternak ini hadir untuk memotong satu langkah kesulitan dari peternak dalam mengelola hewan peliharaannya seperti sapi, kambing dan lain-lain,“ kata Andri Yadi, CEO dan Founder SmarTernak kepada youngster.id.
Andri menjelaskan, SmarTernak merupakan perangkat precision livestock farming (PLF) dengan sejumlah fitur untuk mengelola peternakan. Yakni mencakup fitur pelacakan hewan ternak, mendeteksi aktivitas hewan ternak, estimasi kesehatan hewan ternak, hingga membaca kondisi lingkungan hewan ternak. Data-data tersebut dipancarkan secara real time dan bisa dibantu melalui aplikasi yang ada di perangkat mobile.
“Contoh critical problem yang ada di peternakan melihat ada hewan peliharaannya sakit baru akan tahu 3 atau 4 hari ke depannya. Tetapi dengan visual precision dari aplikasi ini kondisinya cepat terdeteksi dan dapat langsung ditangani,” klaim Andri.
Perangkat ini telah mendapat dukungan Kementerian Pertanian Indonesia. Dalam pengembangannya, DycodeX berperan penuh dalam pengembangan sistem dan alat-alat yang digunakan, sementara pemerintah mendukung dalam penyedian lahan untuk uji coba.
SmarTernak bekerja dengan beberapa sensor yang mampu secara langsung mendeteksi aktivitas hewan ternak secara real time. SmarTernak didesain untuk bisa langsung diimplementasikan dengan mengalungkan sensor pada hewan dan memasang koneksi.
“Jadi fitur-fitur yang ditawarkan mencakup fitur pelacakan hewan ternak, mendeteksi aktivitas hewan ternak, estimasi kesehatan hewan ternak, hingga membaca kondisi lingkungan hewan ternak. Data-data tersebut dipancarkan secara real time dan bisa dibantu melalui aplikasi yang ada di perangkat mobile,“ ungkapnya.
Stok Pangan
Tahun 2016, kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri untuk industri pengolahan susu adalah 3,7 juta ton. Namun, pasokan susu segar hanya 852 ribu ton alias 23% dari kebutuhan. Sisanya, Indonesia masih harus mengimpor dalam bentuk susu skim, butter milk powder, dan anhydrous milk fat.
Keresahan pemerintah akan ketersediaan stok pangan menjadi latar belakang lahirnya solusi DycodeX ini. “Aplikasi ini sudah kami buat sejak awal Januari tahun 2017 kami memutuskan permasalahan yang ada dengan peternak ini bisa di-slot dengan teknologi,” kata Andri.
Menurut pria kelahiran Belitung, 9 April 1983 ini ide awal terciptanya aplikasi SmarTernak ini datang dari seorang peternak yang punya 50 ekor sapi tetapi sulit mengawasi kondisi ternaknya itu. “Dari cerita itu mulai kami kembangkan dengan IoT bagaimana peternakan bisa terhubung melalui teknoligi ini. Jadi inspirasi aplikasi ini tercipta karena melihat peternak ada yang kesulitan. Nah, dengan adanya SmartTernak ini bisa jadi mudah,” kata Andri.
Peternakan yang sudah menjalankan program SmarTernak ini dapat mendeteksi jika sapinya bermasalah. Bahkan, bukan hanya mengecek sakit atau tidak. Menurut Andri saat sapi sehat pun dapat terlihat gerakan sapi itu aktif atau tidak.
Jika sehat, namun diam saja berarti sedang tidak produktif. Bisa diketahui juga keadaan sapi dari seberapa sering sapi mengunyah makanannya. “Sapi yang dibebaskan juga kita bisa tahu keberadaan mereka. Kami pasang pagar virtual. Jadi begitu lewat, walau pagar tidak berbentuk dan tidak kelihatan, tapi begitu dia lewat satu koordinat tertentu alat ini akan berbunyi dan sapi sudah tahu bahwa dia harus balik lagi,” jelasnya.
Untuk koneksi, SmarTernak menggunakan teknologi LoRa atau yang dikenal sebagai Long Radio. Teknologi ini diklaim lebih ekonomis dibandingkan dengan GSM. Untuk range coverage mengikuti kontur peternakan masing-masing.
“Jadi fitur-fitur yang ditawarkan mencakup fitur pelacakan hewan ternak, mendeteksi aktivitas hewan ternak, estimasi kesehatan hewan ternak, hingga membaca kondisi lingkungan hewan ternak. Data-data tersebut dipancarkan secara real time dan bisa dibantu melalui aplikasi yang ada di perangkat mobile,“ ungkapnya.
Andri mengklaim, DycodeX membuat perangkat SmarTernak sendiri. “Kami merakit semua material mulai dari menggabungkan beberapa sensor, seperti zero scope, suhu, departemen sensor, semua kami lakukan sendiri,” ujarnya.
Dukungan Pemerintah
Platform SmarTernak telah mendapat dukungan dari pemerintah. “Sejauh ini kami masih bekerja sama dengan peternakan yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian Indonesia. Tujuan utama kami dalam waktu dekat adalah mengaplikasikan Smart Ternak ini di wilayah peternakan Kementan agar dapat menjadi solusi untuk pemerintah terkait isyu Livestock Farming, khususnya sapi di Indonesia,” paparnya.
Dan, sejak dikembangkan hingga kini SmarTernak telah memiliki sejumlah pengguna. “Saat ini klien kami ada di Subang, Bogor, Jogajakarta, Padang dan Pangkalan Bun Kalimantan. Kami juga dapat support dari Kemenkominfo. Mereka konsen banget dengan pengaplikasian tentang IoT dan mereka juga telah merekomendasikan kami ke perusahaan ternak tadi,“ sambungnya.
Diakui Andri, edukasi kepada para peternak ataupun klien terus dilakukannya hingga kini, untuk memperkenalkan produk Smart Ternak agar semakin dikenal. Upaya untuk memopulerkan produknya itu agar tepat sasaran, menjadi tantangan tersendiri bagi Andri.
“So far kendalanya, pencerdasan market. Kadang market melihat diperlukan dan ada juga market yang memang belum memerlukan. Dari market atau peternak sapi di Indonesia, 80% diwakili sama mereka yang telah memiliki PT dan CV yang masih punya ternak kurang dari 1000 ekor sapi. Dan sisanya 20% seperti big company datang seperti Astra atau pemerintah. Kalau sama mereka masuk, seperti agri culture 4.0. Tapi kalau kelasnya yang PT atau CV mereka harus kami jelaskan dulu seperti tentang cost benefit. Analisanya bagaimana untuk produk yang seharga Rp 1,4 juta per unit ini,” jelasnya.
Bagaimana dengan akurasi dari aplikasi ini? “Soal akurasi yang terdapat di alat kami ini tentunya lebih akurat hasilnya dari termometer konvensional yang ada yang biasa dilakukan untuk hewan ternak. Karena di sini menggunakan frekuensi laser untuk mengetahui suhu tubuh hewan ternak tersebut. Mungkin untuk harga device agak terdengar mahal dari kami. Tapi coba bayangkan jika dibandingkan hewan ternak itu satu saja mati, mereka akan kehilangan uang sebesar Rp 15 sampai Rp 20 juta per ekornya,“ ujarnya menambahkan.
Diakui Andri, sejauh ini modal yang dikeluarkan untuk membangun aplikasi Smart Ternak memang belum balik.
“Karena 6 bulan pertama fokusnya di RnD. Kalau RnD pasti belum ada omset kan. Justru mulai bulan Agustus kemarin ada pemasukan lebih di atas Rp 500 juta per bulan. Cuma itu masih kecil,“ ucapnya sambil tersenyum. Maklum, untuk pengembangan aplikasi SmarTernak ini menelan investasi hingga Rp 10 miliar. Dana tersebut diperoleh dari seorang angel investor.
Andri berharap akan semakin banyak peternak yang dapat mengadopsi teknologi berbasis IoT, yang dikembangkan anak bangsa sendiri. Lagipula, aplikasi SmartTernak ini selain bisa memprediksi, juga dapat memenuhi ketersediaan pangan terutama daging di dalam negeri.
“Bayangkan kalau semua peternakan di Indonesia sudah memakai device ini, sehingga kita bisa mengukur produkstifitas peternakan itu pada level nasional. Jadi kami bisa menjawab pertanyaan paling simple, bisakah Indonesia memenuhi kebutuhan pangan daging tahun ini atau pas musim liburan nanti? Saat ini tidak bisa dijawab, kenapa? Karena produktifitas atau output dari peternakan itu yang bisa disembelih, dan dibibitkan lagi itu nggak tahu. Kami tahu ada 16 juta sapi, tapi 16 juta ekor sapi itu, berapa yang bisa dimakan. Berapa persen yang produktif? Itu semua tergantung laporan dari peternak. Nah sekarang dengan alat seperti ini otomatis dapat dilaporkan oleh alatnya, itu otomoatis real time,“ pungkas Andri.
=================================
Andri Yadi
- Tempat Tanggal Lahir : Belitung, 9 April 1983
- Pendidikan : S1, Fisika ITB
- Nama Usaha : SmarTernak/dycodex
- Mulai usaha : 2017
- Jabatan : CEO & Founder
- Jumlah tim : 47 karyawan
- Jumlah member : 5 peternakan, ada yang mendevelop 5 sampai 20 device
Prestasi
- 10 besar The Next Hardware Supertstar, Jakarta 2018,
- Google Demo Day 2018, Shanghai perwakilan Indonesia
==================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post