youngster.id - Aplikasi Gigicare ini berhasil memenangkan pendanaan di ajang Young Social Entrepreneurs 2017 yang diselenggarakan Singapore International Foundation baru-baru ini.
Aplikasi ini dibuat oleh Hamzah Assaduddin dan Ahmad Faris Adli Izzudin. Hamzah mengatakan Gigicare ditujukan untuk mengatasi permasalahan yang ada di Indonesia. Gigicare menawarkan connecting services, yaitu layanan untuk menghubungkan pasien yang memiliki suatu permasalahan gigi dan mulut tertentu dengan dokter gigi koas yang sedang memiliki persyaratan stase terkait permasalahan gigi tersebut.
Mereka kemudian mengikuti YSE 2017 sebagai sarana untuk mendapatkan pendanaan, mentorship maupun jaringan. “Kami memutuskan untuk mengikuti YSE ini karena memang kami melihat YSE ini sebagai suatu perlombaan yang unik, tidak hanya sekedar perlombaan kemudian berhenti setelah selesai,” kata Hamzah dalam siaran pers baru-baru ini.
Dalam proses selanjutnya di ajang YSE 2017, mereka berhasil meraih pendanaan dari Singapore International Foundation sebesar US$ 20 ribu atau sekitar Rp 200 juta. Dengan pendanaan yang ada, aplikasi Gigicare akan melakukan open recruitment menambah kapasitas tim.
Mereka mencari orang-orang yang memiliki visi yang sama, untuk meningkatkan taraf kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sekaligus mengurangi angka masyarakat yang tidak mendapatkan perawatan.
“Kami berharap menjadi perusahaan yang berdiri atas visi sosial dan berorientasi kepada masyarakat,” ujar Hamzah.
Selain mereka, sejumlah tim Indonesia juga menarik perhatian. Seperti tim Bhumihara yang digawangi Fadhila El Discha dan Febri Purborini Raharningrum yang sukses membuat dewan juri tertarik dengan gagasan mereka. Lulusan Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada tersebut, menyodorkan gagasan soal pengelolaan sampah yang ada di Pulau Bawean, Jawa Timur, sehingga mempunyai ekonomi tinggi dan berguna bagi masyarakat setempat.
Febri mengatakan bahwa dengan mengikuti program YSE selama delapan bulan terakhir menjadi pengalaman paling menarik dari perjalanan pengembangan kewirausahaan yang dikembangkan. “Pengalaman ini sangat berharga dalam menjalin persahabatan dengan sesama agen perubahan sosial,” kata Febri yang kini melanjutkan kuliah S2, Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia.
Adapun dua tim Indonesia, Taponesia dan Super Wonder, yang juga memiliki ide cemerlang cukup puas mengikuti program yang diselenggarakan SIF ini. Taponesia yang dimotori oleh Tri Lestasi, Nur Maulidah El Fajr, dan Muhammad Ali Fikri, menyodorkan gagasan penanaman kembali hutan yang gundul seperti dari nama timnya yang merupakan kepanjangan dari Tanam Pohon Indonesia.
Sedangkan Super Wonder yang diwakili oleh Khoirul Anam As Syukri menyodorkan bisnis mengelola limbah rumah tangga dan kotoran sapi untuk budidaya cacing yang akan dijadikan tepung cacing. Peternak dan petani dijadikan mitra penyedia bahan baku budidaya dan mereka memberdayakan ibu rumah tangga dalam memproduksi tepung cacing organik dan bebas kimia. “Bisnis ini memberdayakan ibu rumah tangga sehingga mempunyai penghasilan,” kata Khoirul.
Jean Tan, Direktur Eksekutif dari Singapore International Foundation, mengatakan bahwa ajang YSE 2017 ini akan menjadi batu loncatan bagi para wirausaha muda untuk memulai atau meningkatkan bisnis sosial mereka, menciptakan koneksi secara internasional, dan menjembatani perbedaan budaya untuk dunia yang lebih baik.
“Para pemuda masa kini banyak yang terdorong memiliki usaha sosial yang kuat dan kami ingin terlibat di dalamnya,” kata Jean Tan. “Hal ini memungkinkan mereka menjadi agen perubahan sosial yang positif antara Singapura dan seluruh dunia.”
STEVY WIDIA
Discussion about this post