youngster.id - Gerakan kaum muda dalam aksi iklim merupakan bukti meningkatnya kesadaran di masyarakat bahwa perubahan iklim adalah persoalan serius yang tidak dapat diabaikan. Berbagai inisiatif yang diambil oleh kaum muda Indonesia untuk menjaga dan melestarikan alam.
Perkembangan teknologi di bidang industri telah membawa dampak yang luar biasa bagi seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali aspek lingkungan. Industri yang maju memang perlu diakui memudahkan manusia dalam bekerja, akan tetapi dampak buruk yang muncul juga besar.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mendorong masyarakat dan industri untuk mengubah perilaku agar lebih memperhatikan aspek lingkungan dalam pola konsumsi maupun produksi. Karena kemasan dari produk makanan dan minuman yang tidak dikelola dengan baik, menghasilkan timbunan sampah yang berdampak buruk pada lingkungan.
Produk ramah lingkungan tidak hanya mencangkup proses pembuatan yang sudah menggunakan teknologi ramah lingkungan, tetapi juga ada aspek efisiensi sumber daya. Juga, bagaimana pengolahan sampah dari produk tersebut setelah digunakan di masyarakat.
Belakangan ini banyak generasi muda turut ambil bagian dalam kegiatan ini. Salah satunya adalah Azka Hasna. Perempuan berparas cantik ini mengagas upaya melestarikan lingkungan dan melindungi bumi melalui produksi dan pemasaran barang-barang ramah lingkungan. Di bawah platform bernana “Untuk Bumi” Azka membangun komunitas sekaligus memproduksi dan memasarkan berbagai produk ramah lingkungan. Seperti sedotan bamboo dan besi, serta tote bag yang menggantikan fungsi plastik.
“Ini berawal dari keresahan kami akan lingkungan di sekitar. Ketika saya sekolah di Belgia ada begitu banyak orang yang peduli dan memberi impact pada lingkungan. Tetapi setelah saya kembali ke Indonesia, saya melihat belum ada kesadaran dari semua masyarakat akan hal ini. Dari sini ide untuk membuat wadah dan platform produk eco friendly ini muncul,” kisah Azka kepada youngster.id saat ditemui belum lama ini di Jakarta.
Usaha ini mulai dirintis Azka sejak tahun 2018. Menurut dia, upaya ini lebih untuk mendorong orang-orang agar pemahaman dan kesadaran tersebut dapat diwujudkan dalam sebuah aksi nyata untuk menjaga bumi. “Komitmen untuk mengubah aksi, kami wujudkan melalui proyek kecil bernama ‘Untuk Bumi’ yang memberikan pilihan dan kesempatan bagi orang-orang untuk menjaga bumi agar tetap lestari. Termasuk dengan menggunakan produk ramah lingkungan,” paparnya.
Perempuan yang pernah mendapat beasiswa Erasmus Mundus Association ini memulai aksinya dengan membuat sebuah blog bernama Surat Untuk Bumi. Di sana dia berbagi informasi tentang upaya-upaya kecil dalam menjaga lingkungan. Mulai dari memilih sampah, menggunakan produk bukan sekali pakai, dan banyak lagi. Rupanya, kemampuan menulis yang diasah saat menjadi jurnalis media kampus menjadi bekal untuk mengisi konten dari platform yang memanfaatkan media sosial Instagram itu.
Produk Alternatif
Seiring waktu, Azka menyadari bahwa kalau sekadar informasi tidaklah cukup. Dia merasa perlu ada tindakan nyata untuk mendukung gerakan peduli lingkungan ini. Yaitu menyediakan produk alternatif yang sesuai dengan kampanye yang mereka gaungkan.
“Kami merasa kalau hanya ngomongin lingkungan saja, tanpa ada aksi kan sayang. Akhirnya kami berpikir kembali yang memberikan alternatif pilihan buat orang-orang memiliki produk ramah lingkungan. Kami tidak memaksa mereka untuk membeli, cuma kalau memang mereka sudah tergerak hatinya untuk mengubah sesuatu, maka kami juga ada online shop-nya,” ungkap Azka.
Produk yang ditawarkan selain sedotan besi atau bambu, ada tote bag dan sabun dari lerak. Menariknya lagi, produk eco friendly yang dihadirkan di Untuk Bumi ini melibatkan para pengrajin lokal.
“Semua produk kami bekerjasama dengan pengrajin local, yang misinya sesuai dengan misi kami. Seperti produsen tas dan lerak berasal dari produsen lerak di Yogyakarta. Sedang untuk sedotan bambu kami ambil dari pengrajin di Bali,” ujar Azka.
Para produsen itu awalnya diajak untuk bergabung dalam platform Untuk Bumi dan produknya dipasarkan di sana. “Jadi kami lebih menonjolkan sisi sosialnya, karena bisnis eco friendly memang bukanlah bisnis yang duitnya banyak. Oleh karena itu, kami sistemnya kerja sama dengan para pengrajin, kami sebagai reseller-nya,” terangnya.
Menurut Azka, terpenting adalah bagaimana membangun kesadaran dan mengajak orang lain untuk mencintai bumi, terutama dalam hal mengurangi penggunaan plastik. “Saya ingin dapat meningkatkan kesadaran orang-orang dalam menjaga dan mencintai bumi. Dampaknya secara langsung saya belum tahu, tetapi paling tidak kita menjadi duta bagi lingkungan terdekat di sekeliling kita akan masalah lingkungan, dan ada alternatif produk lain yang bisa jadi pilihan bagi mereka,” papar Azka.
Sejauh ini, Untuk Bumi baru bekerjasama dengan dua komunitas pengrajin lokal. Selain itu ada beberapa pengguna aktif dalam platform tersebut.
“Jadi kalau dari sisi bisnis kami memang belum menetapkan target dalam kuantitas. Kami lebih mendorong orang untuk mengenal dahulu akan adanya produk ramah lingkungan ini,” katanya.
Di sisi lain, Azka memang belum 100% mencurahkan waktu dan tenaga untuk kegiatan ini. Dia masih bekerja di perusahaan multinasional yang beroperasi di Yogyakarta. Hal ini yang membuat usahanya bergerak lambat.
“Saya mengakui belum sepenuhnya fokus pada Untuk Bumi, karena saya masih bekerja sebagai karyawan di perusahaan. Saya juga pernah dapat cibiran dari teman-teman kantor saat menjalankan platform ini. Menurut mereka, buat apa bikin platform ini, paling bentar lagi hipe-nya hilang,” kisahnya sambil tertawa.
Tetapi Azka tidak mau menyerah. Karena menurut dia, sampah plastik masih terus ada. “Saya selalu balik bertanya ke diri sendiri, sejauh ini apa yang dapat dilakukan orang agar tidak merugikan bumi. Saya juga terus mengajak orang, dengan bertanya pernahkan terpikir berapa banyak menghabiskan plastik dalam satu hari? Bisakah itu dikurangi? Tahukan mereka apa dampaknya bagi dunia ini,” ucapnya.
Kolaborasi
Sejumlah riset belakangan ini menyebut pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Kementerian KLH menyebut Indonesia akan menghasilkan sampah sekitar 66 – 67 juta ton sampah pada tahun 2019. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan jumlah sampah per tahunnya yang mencapai 64 juta ton.
Sementara data The World Bank tahun 2018, sebanyak 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut diperkirakan sekitar 1, 27 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik.
Kondisi ini yang terus memacu Azka untuk lebih mendorong orang-orang menggunakan produk ramah lingkungan. Meski belum banyak merangkul para pengrajin lokal untuk mendukung Untuk Bumi, tetapi Azka mengaku cukup bangga dengan yang telah dicapai.
“Banyak yang memberi dukungan terutama dari para konsumen. Bahkan, mereka merekomendasikan produk yang kami pasarkan, terutama dari mulut ke mulut,” ujarnya.
Azka berharap upaya yang telah dimulainya ini dapat terus berkembang. Salah satu rencana pengembangan tersebut siap dibuktikan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak dan komunitas yang sama.
Azka juga berencana membuat event gathering, talkshow yang sifatnya lebih ke ramah lingkungan sehingga penyampaian edukasi tentang mejaga kelestarian bumi bisa tepat dan sampai kepada masyarakat luas.
“Kami rencana bekerjasama dalam diskusi, atau event yang sifatnya lebih ke ramah lingkungan. Jadi penyampaian edukasinya bisa lebih dapat lagi sehingga nggak hanya di media sosial aja tapi lebih real ke masyarakat. Harapannya, lewat Untuk Bumi kami bisa memberikan aksi nyata bukan hanya bikin online shop tetapi membangun kepedulian masyarakat akan produk yang ramah lingkungan,” pungkasnya.
=================
Azka Hasna
- Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 30 November 1993
- Pendidikan : Psikologi, UGM Yogyakarta
- Bisnis yang dikembangkan : wirausaha sosial pengolahan sampah menjadi produk eco friendly, seperti sedotan, tas, sabun
- Mulai Usaha : tahun 2018
- Nama Platform : Untuk Bumi
- Jabatan : Founder & CEO
==================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post