youngster.id - Pesatnya perkembangan pesat teknologi internet telah mengubah perilaku konsumen dan tentu mempengaruhi bisnis. Salah satunya yang bakal menjadi tren adalah bisnis layanan video over-the-top (OTT) alias video streaming berbayar.
Menurut laporan Global Entertaiment and Media Outloook 2018-2022 PricewaterhouseCooper, tercatat bahwa total pendapatan bisnis video OTT telah semakin menanjak sejak 2017 lalu. Konten-konten original adalah penyumbang terbesar dari meningkatnya pendapatan ini.
“Investasi dalam konten asli, pemrograman eksklusif serta strategi pemasaran mengindikasikan bahwa tren ini sudah diatur untuk terus tumbuh. Tantangan bagi penyedia OTT adalah bagaimana menyeimbangkan biaya tinggi dari produksi konten original dengan harga yang harus terus menarik pelanggan tanpa menekan margin,” ungkap peneliti dalam laporannya.
Pada 2017 pendapatan bisnis ini mengalami peningkatan 15,2 persen dari tahun sebelumnya. Dan pada 2018 ini meski angkanya melambat, pendapatan pelaku bisnis video OTT tetap meningkat pada kisaran 12,2% atau sekitar US$22,6 miliar. Sektor bisnis video OTT saat ini sebagian besar didominasi oleh Netflix, Amazon, dan Hulu.
“Ketika orang terus mengubah cara mereka mengakses konten di perangkat yang semakin canggih, maka data yang lebih kuat diperlukan untuk membangun pemahaman yang lebih dalam tentang kebiasaan konsumen. Akan ada pergeseran penjualan iklan berdasarkan pola konsumen yang lebih detail dan kompleks,” ujar peneliti.
Peneliti memprediksi bahwa pada 2022 mendatang, para pelaku bisnis video OTT ini bakal menuai keuntungan sampai sekitar US$30,6 miliar. Tetapi meski demikian, televisi konvensional akan tetap menjadi pilihan utama para pengiklan untuk menggelontorkan anggaran belanja iklannya. Bahkan angka biaya iklan untuk televisi konvensional tetap besar bahkan mencapai US$71 miliar.
“TV tetap menjadi tujuan periklanan utama bagi para pemasar yang mau menggelontorkan dana besar untuk kampanye produk,” kata peneliti.
Kendati demikian perubahan perilaku konsumen yang beralih pada penggunaan gadget dan konsumsi video streaming akan menuntut para pengiklan untuk lebih banyak menggelontorkan dana kampanye multichannel. Inilah yang akan terus mendorong keuntungan bisnis video over-the-top hingga 2022 mendatang.
STEVY WIDIA
Discussion about this post