Dikry Paren : Kembangkan Platform Pembiayaan Syariah untuk UKM

Dikry Paren, Co-founder dan Chief Operating Officer (COO) Qazwa )Foto: Istimewa/youngster.id)

youngster.id - Belakangan ini kegiatan bisnis usaha kecil dan menengah (UKM) tengah menjadi sorotan banyak pihak. Bahkan akses mereka ke pendanaan mulai terbuka lebar, terutama oleh para pelaku financial teknologi (fintek) peer to peer (P2P) lending. Mengapa demikian?

Di Indonesia terdapat sekitar 57,9 juta pelaku UMKM, dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 58,92%, serta kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 97,30%. Sungguh kontribusi yang besar.

Menariknya, jumlah usaha mikro yang sangat besar tersebut belum sepenuhnya didukung oleh kemudahan akses pembiayaan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa UMKM di Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar Rp 1.700 triliun setiap tahun. Namun, industri jasa keuangan yang ada baru bisa memberi pembiayaan sebesar Rp 700 triliun. Berarti, terdapat kekurangan pembiayaan sebesar Rp 1.000 triliun bagi UMKM per tahunnya.

Data lain menyebut pembiayaan UMKM di Indonesia baru mencapai seperlima atau sekitar 20% dari kredit yang disalurkan perbankan dengan total nilai Rp 640 triliun hingga Februari tahun ini. Peluang ini ditangkap oleh fintech lending yang bermunculan dan berlomba-lomba menyalurkan dananya untuk masyarakat.

Para Fintek lending menilai bahwa usaha mikro yang dapat dikatakan sebagai penopang perekonomian rakyat khususnya di lapisan bawah memerlukan kemudahan akses pembiayaan untuk mengembangkan usahanya. Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh usaha mikro di Indonesia adalah terkait dengan cash flow usaha. Tak jarang usaha mikro ingin mengembangkan bisnisnya, akan tetapi mereka mengalami kendala dari sisi pendanaan seperti uang yang belum cukup, atau sebenarnya mereka mempunyai uang, tetapi masih berada di tangan orang lain dalam bentuk piutang. Sedangkan mereka membutuhkan dana segera untuk pemenuhan stok barang  atau bahan dagang usahanya.

Hingga semester I-2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat industri fintech lending telah menyalurkan pinjaman Rp 44,81 triliun, meningkat 97,68% di bandingkan awal tahun ini.

Salah satu yang turut meramaikan industri fintek berbasis P2P adalah Qazwa. Platfom ini didirikan 16 Maret 2018, untuk menjebatani antara pihak UKM yang membutuhkan dana dengan para investor.

“Qazwa menghadirkan skema pembiayaan tempo bagi usaha mikro. Skema ini disesuaikan dengan temuan lapangan terhadap karakteristik dari usaha mikro dalam menjalankan usahanya. Perputaran barang yang ada pada usaha mikro biasanya relatif cepat, sehingga pelaku usaha mikro juga membutuhkan dana dalam waktu yang relatif cepat pula. Qazwa ingin memberikan kemudahan akses keuangan bagi usaha mikro untuk menghadapi perputaran barang dagang yang cepat tersebut,” kata Dikry Paren, CEO dan founder dari Qazwa, saat ditemui youngster.id di Gowork Chubb Square, Jakarta.

 

Tertantang Lomba

Ide untuk membangun pembiayaan bagi UKM sudah dibangun Dikry sejak duduk  di bangku kuliah. Dikry mengaku memperoleh banyak pemaparan mengenai keuangan Islam dan juga permasalahan usaha mikro.

“Berkat pengetahuan-pengetahuan yang saya peroleh di perkuliahan, saya jadi terpantik. Kemudian muncul ide tentang platform crowdfunding syariah untuk mengatasi salah satu permasalahan mendasar bagi usaha mikro, yaitu akses pembiayaan,” ujarnya.

Alumni Program Studi Ilmu Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini bahkan sempat membangun platform bernama Invest bersama dua rekannya, Anggun Puspita dan Dhiafah Qatrunnada di tahun 2016. Hal itu didorong oleh kompetisi Hult Prize di Dubai, yang menantang para pesertanya untuk mencari solusi terbaik terkait dengan permasalahan kesejahteraan sosial.

“Saya membentuk tim dan mencoba membawa ide tentang crowdfunding syariah untuk mengatasi permasalahan usaha mikro ke kompetisi tersebut. Memang saat itu belum menang, tapi itu jadi penyemangat bagi kami untuk melangkah ke depan,” kisahnya.

Pasca mengikuti perlombaan di Dubai tersebut, Dikry justru tertantang untuk mewujudkan ide itu. Ia pun mulai membangun platform crowdfunding syariah yang saat itu diberi nama Indves. Pada awal membangun Indves, Dikry dan tim menghadapi pengalaman yang cukup menarik, yaitu mereka memperoleh undangan Focus Group Discussion dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan penyusunan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. “Setelah mengikuti FGD, kami jadi mengerti hal apa saja yang harus di-improve”, ujar pemuda kelahiran Serang ini.

Pada tahun 2017 Dikry dan tim membawa kembali ide crowdfunding syariah ke suatu kompetisi ide bisnis bernama UI Incubate yang diadakan oleh Direktorat Inovasi dan Inkubasi Bisnis Universitas Indonesia. Proposal yang diajukan oleh Dikry dan tim pun berhasil terdanai.

“UI Incubate benar-benar menjadi titik tolak bagi Indves untuk melesat lebih jauh. Kami memperoleh pendanaan untuk memulai startup. Selain itu, kami juga memperoleh kantor operasional berupa co-working space serta bimbingan usaha dan tentunya bantuan untuk legalisasi usaha,” jelas Dikry.

Selama berjalan, Indves telah berhasil membantu mendanai 25 proyek dari 15 usaha mikro yang ada di Jabodetabek dengan total pembiayaan yang disalurkan senilai Rp 1 miliar.

Seiring berjalannya waktu, para pendiri Indves sibuk dengan menyelesaikan kuliah, sehingga akhirnya Indves mati suri. Melihat hal itu, Dikry memutuskan untuk melakukan pembenahan. Hasilnya, pada akhir 2017, Indves direbanding menjadi Qazwa.

“Nama itu berasal dari nama unta yang menemani Nabi Muhammad saat hijrah dari Makkah ke Madinah. Kami berharap Qazwa bisa menjadi wadah untuk masyarakat hijrah finansial melalui platform pembiayaan syariah bebas riba,” ungkap Dikry.

Berbeda dengan finteh P2P lending lain, Qazwa ini merupakan platform berbasis syariah. “Sebagai platform pembiayaan syariah online, Qazwa berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip syariah Islam demi terwujudnya keadilan bersama,” ucap Dikry menegaskan.

 

Melalui pengembangan platform Qazwa ini Dikry Peren ingin membantu UKM dan masyarakat dalam pembiayaan pinjaman secara syariah tanpa riba (Foto: Istimewa/youngster.id)

 

Resmi Terdaftar

Menurut Dikry, peluang startup fintech P2P lending masih besar. Hal itu diukur dari total kebutuhan pendanaan bagi UMKM  mencapai US$143,43 miliar. Dari seluruh total kebutuhan pendanaan bagi UMKM tersebut, sektor perbankan baru bisa memberikan penetrasi sebesar US$ 60,2 miliar atau setara 41,97%.

Startup teknologi finansial seperti Qazwa diharapkan dapat hadir untuk berkontribusi membantu memenuhi kebutuhan pendanaan UMKM di Indonesia,” tuturnya.

Menariknya, meski telah memiliki pengalaman dengan Indves, bukan berarti jalan Qazwa mulus. Untuk bisa resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) butuh waktu yang cukup lama. Bahkan hal itu sempat membuat Qazwa tidak bisa beroperasi cukup lama, hingga akhirnya resmi terdaftar pada 6 Agustus 2019 lalu.

“Kami sempat goyah juga mengingat cukup lama proses ini sehingga tidak bisa beroperasi. Tetapi kami yakin bahwa dengan tujuan yang baik maka pasti akan memberi hasil yang baik juga,” kata Dikry penuh keyakinan.

Bahkan, dia bersama 20 anggota tim lain terus melakukan pembenahan sehingga ketika izin keluar maka platform Qazwa dapat langsung memberikan layanan terbaik.

Dia memaparkan, ada tiga prinsip unggulan yang dibawa oleh Qazwa adalah Aman, Halal dan  Berkah. “Aman, dalam hal ini Qazwa menjamin bahwa UMKM yang ditawarkan telah melalui proses verifikasi dan analisis yang komprehensif sehingga terjamin keamanannya,” ujarmya.

Ia menyebutkan, Qazwa juga membawa prinsip halal, sehingga baik pihak UMKM maupun investor tidak perlu ragu lagi dengan prinsip-prinsip syariah yang diterapkan Qazwa. “Selain diawasi oleh OJK, semua transaksi yang dilakukan oleh Qazwa juga diawasi oleh Dewan Syariah Nasional (DN)-Majelis Ulama Indonesia,’ tuturnya.

Dikry mengemukakan, bagi para investor, Qazwa bisa menjadi platform yang menarik untuk berinvestasi. “Sejalan dengan prinsip berkah dari Qazwa, selain menawarkan pengembalian investasi yang optimal, melalui Qazwa investor juga turut serta untuk berkontribusi pada pengembagan ekonomi sektor UMKM,” paparnya.

Selama kurang lebih tiga bulan berjalan, saat ini sudah lebih dari 180 proyek usaha mikro yang berhasil terdanai, dan pengembalian tingkat keberhasilan pengembalian dana pun mencapai 100% yang artinya belum ada pembiayaan dengan proses pengembalian dana lebih dari 90 hari.

Ke depan Dikry berharap, Qazwa dapat memberikan warna baru terhadap industri keuangan syariah. Bahkan, mereka sedang mempersiapkan aplikasi mobile untuk diluncurkan tahun 2020.

“Kami yakin bahwa dengan teknologi, kita tidak hanya sekedar dapat memberikan kemudahan akses terhadap keuangan syariah. Tapi bagaimana teknologi itu sendiri bisa membantu membentuk pola interaksi masyarakat dalam berkegiatan ekonomi sehingga dapat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah,” pungkasnya.

 

======================

Dikry Paren 

=======================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version