youngster.id - Anak yang mengidap autis cenderung berperilaku hiperaktif. Peduli akan hal itu mahasiwa Universitas Negeri Malang (UNM) membuat program E-Bout (Education Biomedic for Autism). Ini adalah program menerapkan terapi biomedik bebas gluten dan bebas kasein atau diet free gluten free casein (GFCF).
Diet ini merupakan salah satu intervensi bagi anak autis sehingga meminimalisir perilaku hiperaktif anak. Program E-bout dibuat oleh tim yang beranggota Lhulu Annisa (mahasiswi psikologi), Uswatun Hasanah (mahasiswi biolog), Nanda Devi (mahasiswi teknik informatika) dan Luqyana Dhiya (mahasiswi pendidikan luar biasa) Universitas Negeri Malang.
Program berangkat dari kepeduli mereka pada penyandang autis. Ketua tim E-bout, Sunsya Putri mahasiswi Jurusan Tata Boga UM menjelaskan, E-bout merupakan program yang ditujukan bagi orangtua dan guru yang tersebar di berbagai SLB.
“Berbeda dengan intervensi lainnya, diet GFCF ini mengobati dari dalam karena pada anak autis terdapat hipermeabilitas usus sehingga tidak dapat mencerna protein komleks yang pada akhirnya dapat memicu perilaku hiperaktif anak. Kegiatan E-bout dilaksanakan beberapa kali pertemuan yang terdiri dari pemaparan materi oleh para ahli seperti ahli gizi, psikolog dan ahli tata boga,” kata Sunsya dalam keterangan pers, Senin (27/5/2019) dari Malang, Jawa Timur.
Menurut dia,program ini sudah dilaksanakan pada Sekolah Luar Biasa Laboratorium UM Malang dengan sasaran orang tua dan guru, beberapa waktu lalu.
Dalam program ini, ahli gizi menjelaskan mengenai diet bebas gluten dan bebas kasein bagi anak dengan spektrum autis. Sedangkan psikolog anak berbicara tentang apa pengaruh atas perilaku anak ketika mengonsumsi makanan yang mengandung gluten dan kasein. Setelah itu para orangtua dan guru mengikuti kelas memasak yang diadakan oleh ahli tata boga yang berasal dari pengajar tata boga UM yang mengajarkan penerapan makanan bebas gluten dan bebas kasein.
Pada setiap kegiatan selalu ada grup fokus diskusi sehingga orang tua dan guru lebih memahami materi. Salah satu orang tua penyandang autism spectrum disorder atau ASD, Sutia Rahmawati menyatakan, ia merasa terbantu oleh program tersebut. ” Kami juga senang karena pengetahuan tentang diet bebas gluten dan bebas kasein bertambah, selain itu tim E-BOUT mampu mengemas kegiatan pendampingan ini dengan baik” jelasnya.
Lhutam, Wakil Kepala SLB Laboratorium Malang menambahkan, di SLB yang ia pimpin sudah ada berbagai terapi yang telah terprogram, namun untuk terapi biomedik memang memiliki tingkat kesulitan berbeda dengan yang lain. Hal itu karena tidak hanya guru saja yang berperan melainkan orang tua juga turut andil. “Jika terapi yang lain mengobati dari luar, ini mengobati dari dalam. Jadi saya rasa program ini sangat tepat sasaran” ujar Lutham yang menjadi Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum SLB Laboratorium Malang.
Tim pembuat E-bout berharap adanya kegiatan tersebut, orang tua dan guru dapat menerapkan terapi biomedik GFCF secara optimal, sehingga dapat mendukung terapi yang telah diterapkan lainnya seperti terapi bermain, terapi wicara, maupun terapi okupasi.
STEVY WIDIA
Discussion about this post