youngster.id - Sebuah studi bertajuk “Employee Engagement Among Millennials” (2016), yang dilakukan Dale Carnegie Indonesia (DCI) menyebut hanya 25% tenaga kerja milenial (kelahiran 1986-2000) yang terlibat sepenuhnya (fully engaged) dengan perusahaan tempat mereka bekerja.
Padahal, milenial segera menjadi angkatan kerja terbesar di Indonesia. Data BPS (2016) memperlihatkan bahwa dari jumlah keseluruhan angkatan kerja di Indonesia sebanyak 160 juta, hampir 40% atau mencapai 62,57 juta tergolong milenial. Artinya, kelak, mereka-lah yang akan menjadi penanggung jawab utama keberlangsungan bisnis perusahaan.
Akan tetapi, hanya 25% tenaga kerja milenial yang engaged (terlibat sepenuhnya) dengan perusahaan mereka bekerja. Hal itu terungkap dari hasil studi DCI.
Menyertakan lebih dari 1.200 karyawan (sekitar 600+ milenial dan 600+ non milenial) di 6 kota besar – Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, Balikpapan dan Medan, DCI menginisiasi survei ini untuk mengetahui tingkat keterlibatan karyawan/employee engagement di Tanah Air. Employee engagement merupakan komitmen karyawan, baik emosional maupun intelektual, untuk memberikan performa terbaiknya kepada perusahaan.
Bahkan, menurut Joshua Siregar, Director National Marketing Dale Carnegie Indonesia, hasil studinya menunjukkan bahwa 9% karyawan milenial menolak terlibat (disengaged) dengan perusahaan. Lebih besar lagi, yakni 66%, tenaga kerja milenial cuma terlibat sebagian (partially-engaged).
“Tentunya, (kondisi ini) mengkhawatirkan, sebab golongan ini bisa berpindah ke disengaged jika perusahaan tidak lekas mengambil langkah antisipasi,” ucap Joshua mengingatkan.
Survei juga menunjukkan, hanya 1 di antara 4 milenial yang engaged – dan 64% diantara terlibat sepenuhnya pasti akan bertahan setidaknya setahun ke depan. Sebaliknya, 60% milenial berencana mengundurkan diri apabila merasa disengaged.
Karyawan yang engaged cenderung loyal dan bersedia bertahan dalam jangka waktu yang panjang, berkontribusi pada keuntungan perusahaan, serta bekerja secara produktif dan berkualitas. Sementara, mereka yang partially-engaged lebih berkonsentrasi pada pengerjaan tugas (asal selesai) – bukan mutu hasilnya, enggan menerima masukan, serta berorientasi pada gaji saja – berprinsip do it, get paid, go home. Kategori disengaged lebih berbahaya lagi, karena menyebarkan pengaruh negatif, menampakkan ketidakpercayaan dan permusuhan, sudi menyabotase pekerjaan bahkan kemajuan perusahaan.
DCI mendapati bahwa tenaga kerja milenial memiliki harapan khusus untuk tempat kerja mereka – yang teratas antara lain: mendapatkan perasaan terjamin dari perusahaan, perusahaan mengapresiasi karyawan, perusahaan menawarkan gaji yang kompetitif, mendapatkan keseimbangan waktu bekerja dan kehidupan pribadi, supervisor berkomunikasi secara terbuka dan jujur. Lebih jauh, studi juga merumuskan adanya tiga pendorong kunci untuk memaksimalkan employee engagement di kalangan milenial, yaitu: 1) keselarasan nilai, 2) penghargaan/pengakuan yang adil, dan 3) komunikasi yang transparan.
“Dengan masuknya milenial sebagai angkatan kerja, perusahaan harus mau dan mampu membangun budaya baru untuk membuat mereka merasa terlibat, atau feel at home,” tegas Joshua.
Lalu kultur perusahaan seperti apa yang bisa mengakomodir “keunikan” angkatan kerja milenial? Dari kedua studi di atas: “Employee Engagement Among Millennials” dan “Dale Carnegie Survey 2017 on Corporate Culture” ditemukan adanya irisan yang menjawab harapan milenial terhadap situasi perusahaan dengan area fokus perusahaan berkarakter Culture Champion.
Menurut Joshua, persamaan tersebut terangkum menjadi rumusan dua langkah kunci untuk membangun kultur baru perusahaan yang ramah milenial, yaitu: 1) komunikasi lintas generasi angkatan kerja, dan 2) Pelatihan dan Pengembangan, khususnya dalam bentuk program pendampingan (mentoring).
“Inilah yang harus berani diterapkan oleh perusahaan demi beradaptasi dengan pergantian generasi kerja sehingga kelak bisa menyerahkan posisi strategis dan tampuk kepemimpinan kepada angkatan milenial. Kami hadir membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk bersiap dan berbenah diri menghadapi angkatan kerja milenial,” tutup Joshua.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post