youngster.id - GSMA mendorong percepatan investasi digital di Indonesia untuk memperkuat transformasi digital nasional dan meningkatkan inovasi. Seruan ini disampaikan dalam Digital Nation Summit (DNS) Jakarta, seiring rilis laporan Digital Nations 2025 dan ASEAN Consumer Scam 2025.
Pimpinan GSMA Asia Pasifik, Julian Gorman, mengatakan Indonesia memiliki potensi besar berkat skala populasi, semangat kewirausahaan, dan demografi muda yang terhubung.
“Prioritas saat ini adalah investasi pada bidang tepat—spektrum yang terjangkau, backhaul tangguh, pusat data siap AI, serta perlindungan konsumen. Dengan kebijakan yang jelas dan eksekusi lintas sektor, Indonesia dapat menarik modal swasta dan mempercepat pertumbuhan inklusif,” ujar Julian, dikutip Jum’at (12/12/2025).
Dalam paparannya, GSMA menekankan pentingnya mendorong masuknya modal swasta untuk memperluas pemanfaatan spektrum 5G, memperkuat backhaul serat optik, serta membangun pusat data yang berkelanjutan dan siap AI. Upaya ini dinilai membutuhkan kepastian kebijakan dan kolaborasi lintas sektor.
Hasil survei GSMA Intelligence terhadap lebih dari 580 perusahaan di ASEAN menunjukkan perusahaan Indonesia mengalokasikan rata-rata 10% anggaran untuk transformasi digital selama 2025–2030—lebih tinggi dari rerata ASEAN (10,4%) dan global (9,8%). Dua pertiga responden menempatkan AI sebagai tiga area pengeluaran terbesar, sementara lebih dari separuh melihat IoT berbasis 5G sebagai pendorong pertumbuhan.
GSMA Intelligence memperkirakan gelombang baru investasi 5G dapat menambah nilai ekonomi sebesar US$41 miliar bagi Indonesia sepanjang 2024–2030. Sejak 2015, operator seluler telah menanamkan hampir US$29 miliar untuk infrastruktur jaringan. Investasi tambahan senilai US$16 miliar diproyeksikan masuk hingga 2030, terutama untuk pengembangan 5G.
Laporan Digital Nations GSMA menempatkan Indonesia di posisi tengah dari 21 negara Asia Pasifik, dengan kekuatan pada sumber daya manusia, keahlian digital, dan keamanan siber. Namun laporan juga mencatat tantangan, seperti lambatnya alokasi spektrum 5G pita menengah, kesenjangan cakupan di wilayah pedesaan, serta keterbatasan kesiapan AI yang dapat menghambat momentum digital.
Sementara itu, laporan ASEAN Consumer Scam 2025 menunjukkan tingkat penipuan digital yang tinggi. Sebanyak 45% masyarakat Indonesia pernah menjadi korban, dan 68% di antaranya mengalami kerugian finansial. Modus terbanyak disampaikan melalui pesan OTT (50%) dan panggilan suara (44%).
Meski begitu, 81% masyarakat Indonesia mendukung upaya operator untuk menyediakan sinyal jaringan khusus pada kondisi berisiko tinggi, demi mencegah penipuan. Upaya ini sejalan dengan pemanfaatan API anti-penipuan GSMA Open Gateway.
Tiga operator terbesar—Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, dan XL Smart—telah bekerja sama memanfaatkan API seperti SIM Swap, Verifikasi Nomor, dan Lokasi Perangkat untuk meningkatkan keamanan pembayaran dan proses login. (*AMBS)
