youngster.id - Tak bisa dipungkiri, peran generasi milenial sangat krusial di masyarakat Indonesia. Mereka akan menjadi penerus tanggung jawab generasi sebelumnya, baik bidang sosial, politik, maupun ekonomi. Namun sebuahstudi mendapati hanya 9% dari mereka yang tertarik pada isu politik.
Melibatkan sekitar 5.000 pengguna sebagai responden, “Studi Yogrt 2017: Milenial Akar Rumput Indonesia” digagas untuk memahami karakter psikografis dan minat generasi milenial khas Tanah Air – sebuah pasar besar yang potensial.
“Belum adanya temuan memadai terhadap milenial, terutama di Indonesia, mendorong Yogrt untuk memprakarsai studi ini. Didesain khusus untuk pasar Indonesia, aplikasi Yogrt melalui fitur dan aktivitasnya hadir sebagai platform solusi yang tepat untuk menjangkau kalangan muda khas Tanah Air: milenial akar rumput, yang jumlahnya sangat besar dan belum tersentuh,” kata Jason Lim, Co-founder Yogrt, Kamis (2/11/2017) di Jakarta.
Bila istilah ‘milenial’ merujuk kelompok usia 15-34 tahun yang lekat gawai dan internet, secara lebih spesifik ‘milenial akar rumput’ terkategorikan sebagai milenial berpenghasilan rumah tangga di bawah 5 juta rupiah per bulan. Gambaran jumlah, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencantumkan keseluruhan populasi berusia 15-34 tahun di Indonesia mencapai lebih dari 85 juta jiwa atau lebih dari 32,6% dari total 261,9 juta penduduk.
Aplikasi media sosial berbasis lokasi, Yogrt, melalui studi terbarunya mengungkap, hanya 9% milenial akar rumput Indonesia yang memiliki ketertarikan terhadap isu politik. Sementara, dari sisi karakternya, meski terbuka terhadap ide atau pemikiran baru, kalangan muda ini cenderung tak mau mengambil risiko.
Lebih jauh, temuan juga memperlihatkan bahwa kebersamaan menjadi nilai utama yang dijunjung milenial akar rumput Indonesia – bukan pencapaian diri, seperti yang kerap direkatkan pada anak-anak muda.
Terkait minat, senada dengan perhatian yang rendah terhadap ihwal politik, studi Yogrt mengemukakan hanya 7% milenial akar rumput Indonesia yang tertarik topik literatur atau buku. Sebaliknya, hiburan menjadi bahasan yang paling digemari – dengan rincian 45% meminati musik (tertinggi), dan 30% memilih film.
Yang menarik, subjek agama ternyata cukup mendapat animo milenial akar rumput Indonesia – sebesar 28%. “Meski demikian, perlu digarisbawahi, minat terhadap agama tampaknya bukan akibat dorongan ideologis, tetapi lebih karena keinginan bersosialisasi. Ini terlihat dari nilai ideologis konservatif yang berada di bawah nilai kekeluargaan/kebersamaan,” jelas Roby Muhamad Ph.D, sosiolog bidang jejaring sosial, dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, sekaligus co-founder Yogrt.
Dia mengungkapkan tingginya minat berupa aktif di media sosial dan chatting mempertegas pergeseran personalitas ekonomi digital yang tak lagi terbatas pada transaksi tradisional seperti pembelian barang. Ekonomi digital justru dinilai sarat aktivitas berbasis pengalaman dan interaksi sosial yang kini juga telah memiliki nilai moneter.
Yogrt sendiri telah menghadirkan fitur pendukungnya, antara lain Grup, Live Content ataupun Game. Unduhan aplikasi Yogrt yang telah mencapai sekitar 7 juta pengguna, juga adanya lebih dari 40 ribu komunitas bentukan, memberi bukti bahwa milenial akar rumput Indonesia memiliki ketertarikan tinggi terhadap kegiatan ekonomi digital berbasis pengalaman dan interaksi sosial.
Generasi milenial memang menjadi sasaran para pelaku ekonomi. Berdasarkan riset Boston Consultant Group (BCG), masyarakat Indonesia masih didominasi kelas berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan; pada 2012 saja, jumlahnya melebihi 128 juta jiwa – dan di 2020 nanti diproyeksikan melebihi 90% dari keseluruhan penduduk.
STEVY WIDIA
Discussion about this post