youngster.id - Gaya hidup sehat mulai menjadi tren di kalangan anak muda, termasuk di Indonesia. Gaya hidup ini pun melahirkan bisnis kuliner makanan sehat berbasis lingkungan. Produk yang ditawarkan menarik, kekinian sekaligus berdampak sosial.
Berdasarkan laporan Indonesia Vegetarian Society (IVS), makin banyak bisnis kuliner yang menyediakan menu makanan sehat, terutama vegetarian. Bahkan, tercatat lebih dari 1000-an bisnis kuliner vegetarian dan vegan, baik yang berskala besar (restoran) hingga warung kaki lima tersebar di 34 provinsi Indonesia.
Salah satunya adalah Burgreens. Ini adalah restoran yang menawarkan fastfood dengan bahan nabati dan organik dalam kemasan kekinian. Menariknya lagi, bisnis ini juga mengedepankan dampak sosial.
“Jadi makanan yang ditawarkan di restoran Burgreens ini adalah jenis makanan organik healty fastfood yang beroperasi sebagai wirausaha sosial. Jadi kami itu spesialisasi di makanan sehat dan sebagian besar terbuat dari bahan-bahan organik dan nabati tetapi dengan tampilan kekinian,“ ungkap Helga Angelina, Co-Founder dan Managing Director Burgreens kepada Youngster.id saat ditemui di Artpreneur Lotte Shoping Avenue kawasan Kuningan Jakarta baru-baru ini.
Ya, sesuai namanya Burgreens menyajikan burger, hotdog, hingga smoothy cake. Tampilannya juga menarik dan tidak terlihat seperti menu sehat pada umumnya. Hanya berbeda dari bahan baku yang digunakan yakni bahan organik.
“Jadi makanan yang kami jual di sini dipastikan tidak menggunakan MSG. Dan, karena nabati jadi kami memastikan bahannya tidak mengandung pestisida. Jadi semua aman dikonsumsi,” klaim Helga.
Helga mengaku, menu Burgreen belum 100% organik. Hal itu karena keterbatasan bahan baku yang tersedia. “Tapi setiap tahun kami menaikkan target sehingga makin banyak bahan organik, dan kini sudah mencapai 70%,” ujarnya.
Hal itu tidak terlepas dari kerjasama kolektif yang dilakukan Helga dengan 20 petani di daerah Bogor dan Cipanas, Jawa Barat. Langkah itu, menurut Helga, dilakukan karena mereka menyadari pentingnya petani bagi kelangsungan bisnis kuliner.
“Rantai distribusi produk yang dijual petani itu panjang sekali. Dari petani, pengepul kecil, pengepul besar, lalu sampai ke pasar dan pembeli. Petani cuma dapat sepersepuluh dari yang harga yang kita bayarkan. Jadi, jangan heran kalau anak petani tidak ada yang mau menjadi petani karena mereka melihat kehidupan orang tua yang susah. Kalau tidak ada petani, maka kita tidak punya ketahanan pangan,” ucap Helga mengingatkan.
Dengan kerjasama tersebut, Helga tidak saja dapat mempertahankan kelangsungan usahanya tetapi juga mengangkat perekonomian para petani. Tak herna jika pada 2016, nama Helga masuk dalam daftar 30 Under 30 Asia versi Majalah Forbes.
Jatuh Hati
Helga mengaku dia mulai jatuh hati pada makanan sehat sejak dia menjadi vegan. Sebelumnya, di masa remaja, perempuan kelahiran Jakarta, 2 Desember 1990 ini kerap jatuh sakit dan tidak dapat beraktivitas dengan bebas.
Semua berubah sejak Helga mencoba mengkonsumsi makana sehat dan kemudian memutuskan menjadi vegan sejak usia 15 tahun. “Sejak sembuh saya jadi sangat passionate tentang healthy food,” ujarnya.
Selepas kuliah, Helga memutuskan untuk membuka usaha menyediakan bahan organik dengan nama Burgreens. Namun usaha ini berkembang setelah ia bertemu Max Mandias, yang kemudian menjadi suaminya. Keduanya kemudian memutuskan untuk membuka restoran dengan konsep healthy food.
“Makanan punya impact besar untuk kesehatan kita keberlanjutan lingkungan. Nah, di Indonesia orang-orang enggak mikirin sampai situ. Jadi kami pikir buat makanan sehat yang konsepnya fast food yang menunya bisa diterima masyarakat umum, tetapi bahannya sehat dan organik,” kisah Helga.
Semua makanan di Burgreens merupakan produk konsumsi vegetarian, tanpa daging atau ikan. Hanya telur yang masih digunakan pada beberapa menu. Nama Burgreens sendiri menyiratkan produk andalannya, yaitu burger sehat (green, warna hijau dari sayuran). Selain burger, resto ini juga menawarkan pula menu lain seperti salad, sup, spageti, dan kue. Untuk menu andalan, coba Mighty Mushroom dan Spinach Chickpeas, burger dengan patty yang terbuat dari jamur dan bayam.
Menurut Helga, dengan modal awal sekitar Rp 200 juta mereka buka restoran di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada tahun 2013. Setahun kemudian, bisnis mereka menarik perhatian angel investor, sehingga Burgreens bisa buka di kawasan Dharmawangsa. Dan di tahun 2018 mereka bisa buka cabang di tiga pusat perbelanjaan mewah di Jakarta.
“Bisnis Burgreens terus berkembang sehat meski perlahan. Karena kami bukan bisnis yang ingin nyari berkembang cepat banget. Memang di bisnis kuliner ini konsep sehat dan organik dan semuanya dibikin sendiri jadi tidak bisa grow fast,” ucap Helga.
Lulusan Bachelor Communication di Hogeschool van Arnhem en Nijmegen, Belanda ini menegaskan bahwa bisnis restoran yang dijalani ini juga berkonsep wirausaha sosial. Jadi selain menjual makanan sehat, Helga dan Max bercita-cita dapat memberdayakan petani lokal dalam produksi mereka.
“Kami punya misi sosial ingin memberdayakan petani lokal dan wanita di dalam responsible supply chain. Jadi ke depan, rencananya kami ingin mencapai visi tersebut dengan membuka cabang sebanyak mungkin di tempat strategis sehingga di manapun orang bisa menemukan opsi makanan sehat di Burgreens,” katanya menegaskan.
Oleh karena itu, Helga mengaku tidak mengejar skala usaha yang cepat besar. “Untuk meningkatkan produksi kami harus memastikan petaninya juga siap. Jangan sampai skala bisnis saya gede-gedean, tapi timnya belum support sehingga banyak masalah yang terjadi saat itu. Mungkin kalau kami di sini agak konservatif ya pelan-pelan baru rencananya baru scaleup, “ paparnya.
Edukasi
Di sisi lain, Helga merasa tak perlu mengedukasi petani melakukan pengolahan pertanian dengan cara organik.
“Karena saya petani-petani kami jauh lebih pintar, dan mereka lebih tahu bagaimana cara bertani ke arah organik. Jadi, yang kami berikan di sini adalah akses market. Tapi kami membeli ke mereka dengan kuantitas banyak dan pasti, selain itu harganya layak,” ucapnya.
Tidak hanya memikirkan nasib petani, Helga memberi kesempatan bagi wanita yang tidak berpendidikan tinggi bekerja di bagian produksi. Di bagian produksi Burgreens, 70% karyawannya perempuan lulusan SD. Di bagian penjualan, komposisi karyawannya 50% perempuan dan 50% laki-laki. Helga punya alasan kuat dalam menerapkan kebijakan ini.
“Saya pernah membaca riset yang dilakukan Yayasan Cinta Anak Bangsa bahwa prioritas mengeluarkan uang antara laki-laki dan perempuan itu berbeda. Kalau perempuan, nomor satu makanan, nomor dua edukasi anak, dan ketiga belanja untuk keperluan pribadi. Sementara laki-laki, nomor satu makanan, nomor dua rokok, nomor tiga edukasi anak,” ucapnya cemas.
Kini bisnis Burgreens telah berkembang. Disebutkan Helga, pihaknya menjalankan tiga strategi pemasaran untuk mengembangkan Burgreens.
“Kami sangat percaya untuk makanan, strategi pemasaran utamanya adalah produknya. Pemasaran sebagus apa pun, tempatnya seindah apa pun, kalau makanannya enggak enak, ya orang enggak akan balik. Jadi kami memastikan produk kami adalah makanan yang kualitasnya terjaga dan konsisten dari segi rasa, bahan yang dipakai, dan presentasi. Itu nomor satu,” tegas Helga.
Berikutnya, tentu mengandalkan kekuatan media sosial. “Media sosial bisa kami gunakan untuk pemasaran dan edukasi. Misalnya, berupa kampanye atau promosi produk,” ujarnya.
“Ketiga, kami bikin acara bersama komunitas. Burgreens menjadi penyambung banyak komunitas seperti komunitas organik, gaya hidup sehat, gaya hidup berkesadaran, dan komunitas anak muda yang peduli lingkungan,” tambah Helga.
Di sisi lain, Helga juga tidak lupa bahwa misi awal dia membangun bisnis ini adalah mengedukasi masyarakat akan gaya hidup vegan dan melestarikan lingungan.
“Orang Indonesia itu rata-rata milih makannya karena rasa, enak, kenyang dan harga, tapi jarang yang mikir kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu, kami terus mengedukasi tentang makan berkesadaran,” ujarnya.
Ia juga mengampanyekan hidup sehat dan berkontribusi untuk perbaikan lingkungan. “Peternakan hewan atau meat base diet itu adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim. Lewat Burgreens saya bisa mempromosikan gaya hidup sehat dan menujukkan kecintaan saya terhadap lingkungan.” katanya
=====================================
Helga Angelina
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 2 Desember 1990
- Pekerjaan : Co-Founder & General Manager Burgreens
- Pendidikan : Bachelor Communication Hogeschool van Arnhem en Nijmegen, Belanda
- Mulai Usaha : November 2013
- Modal Awal : sekitar Rp 200 juta
- Jumlah karyawan : 70 karyawan
- Jumlah Gerai : 6 gerai
Prestasi : Masuk daftar “30 Under 30 Asia” versi Majalah Forbes, tahun 2016
===================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post