youngster.id - Sejumlah nama penulis berpengaruh dan kritis dari kawasan Asia Tenggara akan hadir pada pergelaran sastra ASEAN Literary Festival 2017 (ALF) yang akan digelar di kawasan Kota Tua, Jakarta, 3-6 Agustus 2017 mendatang.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, festival sastra yang diikuti penulis dari 10 negara ASEAN dan puluhan lainnya dari lebih dari 20 negara di lima benua ini akan diselenggarakan di kawasan Kota Tua. ALF akan memanfaatkan gedung-gedung tua bersejarah di Jakarta sebagai tempat diskusi dan pameran seperti gedung pos, cipta niaga, museum keramik, hingga museum wayang.
Direktur Program ALF, Okky Madasari mengatakan, masyarakat di dalam dan luar Jakarta cukup menjadikan tempat ini sebagai tujuan wisata favorit. Predikat ini akan menguntungkan penyelenggaraan ALF yang ingin semakin mendekatkan diri pada keramaian, di mana masyarakat awam berkumpul.
Tahun ini ALF mengambil tema “Beyond Imagination” dan diselenggarakan bertepatan dengan perayaan 50 tahun berdirinya ASEAN. Kegiatan yang akan diselenggaran adalah Sastra Masuk Kampung, Residensi, Jambore Nasional Sastra, hingga seminar dan pameran buku.
“Seperti tahun-tahun sebelumnya, ALF juga selalu konsisten mengusung diskusi bertema besar kebebasan ekspresi,” ujar Okky.
Identitas
Setidaknya sekitar 70 lebih pembicara dari berbagai negara akan hadir untuk mengisi ruang-uang diskusi. Diantaranya adalah penulis asal Malaysia, Faisal Tehrani, yang bukunya dilarang diedarkan di negaranya sendiri.
“Faisal akan membuka ALF dengan memberikan kuliah umum tentang demokrasi, kebebasan berekspresi dan sastra di Asia Tenggara di Fatahillah Square, Kota Tua, yang bersejarah” ujar Okky.
Pidato Faisal tak lepas dari pengalamannya sebagai penulis yang enam karyanya dilarang diedarkan di negeri jiran meskipun dirinya pernah memenangkan Hadiah Sastera Utusan Malaysia-Exxon Mobil 2002 lewat novelnya 1515. Faisal juga menerima National Book Prize in 2005 kategori bahasa melayu.
Karya Faisal ‘1515’ kemudian dijadikan bahan kuliah di program studi Melayu di Universitas Cologne, Jerman, dan diterjemahkan dan diterbitkan kembali oleh Malaysian Institute of Translation & Books pada 2011.
Profesor Emeritus Dr Salleh Yaapar dari Universiti Sains Malaysia memuji novel itu sebagai penemuan kembali identitas dan sejarah orang Melayu. Karyanya itu juga menjadi satu-satunya novel kontemporer oleh penulis Malaysia yang masuk Ensiklopedia Novel (Blackwell, 2011).
Bersama Faisal juga akan hadir Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Hilmar Farid. Hilmar akan menyampaikan pidato tentang usaha menyatukan Asia Tenggara lewat sastra.
Sementara itu, jurnalis dan penulis Arswendo Atmowiloto akan hadir untuk menanggapi isu terbaru di tanah air, yakni penistaan agama. Arswendo pernah dijeboloskan penjara karena kasus penistaan agama setelah melakukan survei untuk tabloid Monitor.
“Tema lainnya yang diangkat adalah populisme dan radikalisme. Kami menghadirkan jurnalis sekaligus penulis yang sudah malang melintang di kawasan ini, Michael Vatikiotis. Dia sudah puluhan tahun meneliti Indonesia dan kawasan ini. Buku terbarunya juga tentang konflik agama,” ujar Okky.
Michael adalah Direktur Regional Asia di Center of Humanitarian Dialogue. Ia dulu Koresponden BBC dan Editor Far Eastern Economic Review, dan telah menjadi seorang penulis dan jurnalis di Asia selama 30 terakhir.
Michael pernah tinggal di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Hong Kong. Dia adalah penulis buku ‘Blood and Silk: Power and Conflict in Modern Southeast Asia’ (2017) dan dua buku lainnya tentang politik di Asia Tenggara, dan juga dua novel di Indonesia: ‘The Spice Garden’ (2004) dan ‘ The Painter of Lost Souls ‘ (2012). Michael lulus dari School of Oriental and African Studies, London, dan meraih gelar doktor dari Universitas Oxford.
STEVY WIDIA
Discussion about this post