youngster.id - Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih menjadi primadona ekonomi di Indonesia. Sayangnya, masih banyak pelaku UKM yang tidak memiliki dasar pengelolaan keuangan yang baik. Mereka masih mengandalkan sistem informasi arus kas yang manual yang sulit dilacak.
Di era yang serba digital dan maraknya bisnis online, pelaku UMKM masih membutuhkan faktur atau invoice, sebagai bukti transaksi pembelian atau pembayaran. Dokumen ini penting dalam melacak transaksi yang dilakukan dan dapat membantu mengetahui arus kas dari usaha yang dijalankan. Akan tetapi faktur manual sangatlah merepotkan.
Berangkat dari masalah tersebut, Jeremy Limman dan Yosia Sugialam membangun Paper.id. Ini adalah platform invoicing pertama di Indonesia yang terintegrasi dengan laporan manajemen arus kas dan laporan keuangan. Dengan paper. id, pelaku usaha mampu menelusuri semua tagihan dan penjualan serta melihat laporan keuangan yang komprehensif. Paper.id memungkinkan pelaku usaha untuk membuat invoice dan laporan keuangan secara mudah dan cepat.
“Repotnya masalah penagihan dan arus kas mungkin tidak mudah dipecahkan dalam waktu dekat. Namun di era komputerisasi dan digital ini, UMKM perlu dilatih untuk lebih memahami manajemen keuangan dengan menggunakan platform untuk mengelola keuangan dan arus kas mereka dengan mudah,” kata Jeremy Limman, CEO Paper.id saat ditemui youngster.id di Jakarta.
Jeremy menerangkan, dengan paper.id pelaku usaha mampu menelusuri semua tagihan dan penjualan serta melihat laporan keuangan yang komprehensif. Sebab, platform ini memungkinkan pelaku usaha untuk membuat invoice dan laporan keuangan dengan mudah dalam waktu yang cepat. Selain itu, Paper.id juga membantu pelaku usaha membuat faktur elektronik dari platform web pada laptop atau aplikasi pada ponsel Android.
Platform ini teritegrasi dengan fitur laporan keuangan seperti neraca keuangan, laporan laba rugi, dan lainnya yang memungkinkan melihat laporan keuangan secara sederhana, lengkap dan real-time. “Dilengkapi dengan sistem pengingat, pengguna Paper.id tidak akan pernah lupa akan tagihan atau pembayaran pelanggannya,” ujar Jeremy.
Menurut Jeremy, saat ini tren perkembangan ekonomi digital sudah meluas dan mempengaruhi ke berbagai aspek kehidupan. Termasuk operasional bisnis di dalam badan usaha. Oleh karena itu, masuk di dalam era ekonomi digital ini kehadiran Paper.id juga dibekali dengan berbagai solusi pembayaran yang lengkap.
“Melalui platform Paper.id memungkinkan usaha tradisional untuk membayar invoice dengan pilihan metode pembayaran yang aman dan terpercaya, mulai dari transfer bank, virtual account, kartu kredit, m-banking dan e-wallet,” jelasnya penuh antusias.
Bahkan, bekerja sama dengan Yap! dari Bank Negara Indonesia (BNI), Paper.id dapat berfungsi sebagai alat transaksi pembayaran, mulai dari sistem transfer bank,virtual account, kartu kredit, m-banking dan ewallet. Dan itu dilakukan dengan sangat mudah, hanya dengan memindai QR code.
Sampai saat ini, Paper.id diklaim sudah digunakan oleh ribuan pemilik bisnis untuk mengirimkan lebih dari 30.000 invoice secara digital. Selain memiliki layanan gratis, Paper.id juga memiliki layanan basic dan layanan premium. Harga yang ditawarkannya pun cukup terjangkau, yakni Rp 50.000 per bulan.

Peluang dan Kendala
Jeremy mengaku mendirikan Paper.id karena melihat peluang bisnis UMKM di Indonesia yang masih sangat besar. Dan belum ada yang menghadirkan platform invoicing yang ditujukan bagi UMKM dan dapat memberikan harga yang terjangkau.
Dia mengaku mulai membangun platform ini sejak tahun 2016. Sebelumnya, Jeremy adalah seorang analisis bisnis yang sempat bekerjadi di Accenture dan mendirikan e-commerce khusus casing smartphone bernama Pokaku.
Menurut Jeremy, mereka melihat kebutuhan akan manajemen keuangan digital bagi usaha kecil adalah peluang yang menarik. Memang sudah ada startup yang menawarkan layanan software as service (SaaS) untuk pengelolaan bermacam aspek bisnis. Namun umumnya akses software digital ini kurang terjangkau bagi pelaku UMKM.
“Di era komputerisasi dan digital seperti sekarang ini, UMKM perlu dilatih untuk lebih memahami manajemen keuangan dengan menggunakan platform untuk mengelola keuangan dan arus kas secara lebih efisien,” ujar Jeremy.
Dia yakin di era operasional yang serba digital ini, masalah efisiensi itu berlaku bagi pelaku bisnis apa saja. Oleh karena itu, Jeremy dan Yosia ingin menghadirkan layanan yang mempermudah para pelaku usaha dapat membuat laporan invoice dan laporan keuangan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Namun tak hanya membuat invoice, platform ini dapat menelusurui semua tagihan dan penjualan serta melihat laporan keuangan yang komprehensif.
Tak hanya itu, kini Paper.id menggandeng YAP! Aplikasi pembayaran dengan cara scan QR Code, hasil kolaborasi dengan Bank BNI.
Meski demikian, ternyata tidak mudah bagi Paper.id untuk menarik pengguna. Jeremy mengaku di awal kemunculannya, ia dan tim harus bekerja keras untuk mengedukasi masyarakat mengenai platform ini. Padahal aplikasi ini tersedia secara gratis.
“Kendala yang kami hadapi di sini bukan saja terkait masalah teknologi, tapi juga masalah sosialnya. Meskipun sudah ada platform gratis yang kami buat bagi masyarakat, tetapi kami kesulitan karena mereka belum mengerti,” ungkap Jeremy.
Paham akan hal itu, maka Jeremy dan tim Paper.id pun gencar melakukan pendekatan ke masyarakat. Salah satunya kepada para ibu yang menjadi pelaku UMKM di Makassar, Sulawesi Selatan. “Kami senang sekali akhirnya mereka mau melakukan pencatatan manajemen secara digital. Memang butuh waktu dan kehadiran dari kami agar masyarakat dapat merasakan manfaat secara langsung dari apa yang kami tawarkan,” katanya.

Fokus ke Customer
Menurut Jeremy, mereka juga terus fokus pada customer untuk mendapatkan umpan balik. “Dari sini kami dami dapat menyampaikan keinginan konsumen ketika mereka menggunakan paper.id, sehingga akhirnya mereka percaya dan merasa puas,” katanya.
Karena itulah Paper.id juga menawarkan harga yang terjangkau. “Paper.id bersifat freemium yakni penggunaannya gratis bila digunakan oleh satu pengguna saja. Namun untuk menikmati fasilitas yang lebih banyak seperti inventori dan bisa dipakai oleh banyak orang maka harus dibayar Rp 50.000 per bulan atau Rp 500.000 bila dibayar per tahun,” tambah Jeremy.
Dalam usahanya, Paper.id memosisikan diri sebagai platform untuk membantu menghilangkan hambatan dalam manajemen keuangan. Dengan begitu pelaku UMKM dapat fokus pada hal-hal yang penting, yakni melayani pelanggan dan mengembangkan bisnis mereka. Hal ini yang membedakan Paper.id dengan startup penyedia SaaS lain.
Dalam waktu setahun beroperasi, platform ini sudah diunduh 5.000 pelaku UMKM. Ini terbilang hasil yang menarik bagi startup yang baru berjalan. Branding sebagai platform solusi invoicing pelaku UMKM ternyata berhasil membantu Paper.id meraih pendanaan dari Golden Gate Ventures. Selain itu, mereka juga berhasil menggandeng BNI melaui porduk YAP! untuk berkolaborasi.
Hal ini mungkin tak lepas dari kondisi pasar Paper.id yang terlihat belum memiliki kompetitor langsung di Indonesia saat ini. “Kami tidak melihat ada direct competitor. Kompetitor yang paling dekat dengan kami saat ini justru nota kertas dan Microsoft Excel,” ujar Jeremy
Jeremy mengungkapkan, dengan pendanaan tersebut akan digunakan untuk pengembangan produk, pemasaran serta meningkatkan pertumbuhan bisnis Paper.id.
Hingga akhir 2019, Jeremy menargetkan 100.000 pengguna. Saat ini terdapat 5.000 pengguna yang terdaftar di Paper.id dan telah mengeluarkan 30.000 invoice.
“Ke depannya kami bakal gandeng finacial partner seperti peer to peer landing atau fintech untuk memberikan pembiayaan dan pinjaman bagi pengguna,” pungkas Jeremy.
=================================
Jeremy Leonardo Limman
- Tempat tanggal lahir : Jakarta 8 Agustus 1990
- Pendidikan : Industrial & System Engineering, Salton University California, AS
- Nama Usaha : Paper.id
- Mulai Usaha : 2016
- Jumlah Karyawan : 15 Karyawan
- Pengguna : sekitar 5000 user
===================================
FAHRUL ANWAR
Editor: Stevy Widia
Discussion about this post