Kartini Masa Kini: Berjuang Lewat Teknologi

Kartini masa kini

Kartini Masa Kini: Berjuang Lewat Teknologi (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Para perempuan modern masih menjadikan semangat Kartini sebagai kiblat untuk menyuarakan hak-haknya, termasuk hak kebebasan memeluk agama. Di era digital, mereka memanfaatkan teknologi sebagai media bersuara.

Content creator Nur Fitri  Handayani  salah  satunya. Perempuan yang kerap disapa Pipit ini menggunakan aplikasi Campaign #ForABetterWorld untuk berkampanye memperjuangkan kebebasan memeluk agama. Aplikasi ini dikembangkan oleh startup sosial bernama Campaign dan dapat digunakan menjadi media untuk mengedukasi masyarakat meningkatkan kesadaran terhadap isu sosial.

Pipit adalah Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME. Sebagai perempuan, ia kerap mengalami momen tidak mengenakkan terkait atribut agama. Di lingkungan kerjanya, ia selalu dipaksa untuk memakai atribut agama tertentu oleh rekan-rekannya, walau mereka tahu bahwa Pipit adalah seorang Penghayat Kepercayaan.

“Karena aku capek menanggapi hal-hal seperti itu, aku sempat terpaksa menggunakan atribut agama tertentu untuk membungkam mulut-mulut mereka. Setelah aku beratribut sama seperti mereka, sudah tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan seperti itu, jadi kesannya urusan spiritual hanya dinilai dari atribut yang dipakai,” ungkapnya.

Untuk itu, Pipit merancang kampanye #SapaPenghayat di aplikasi Campaign #ForABetterWorld yang dapat diunduh di Play Store atau Google Play.

“Harapannya, dengan kenalan lebih dekat, stigma buruk terhadap pemeluk keyakinan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME akan sirna perlahan,” imbuh Pipit.

Dengan  memaksimalkan  teknologi, kampanye dapat dilakukan dengan praktis dimana saja dan kapan saja. Pendukung kampanye hanya perlu mengunggah foto, salah satunya pose menangkupkan kedua tangan untuk mengenal salam ‘Rahayu’ yang merupakan salam Kepercayaan Terhadap Tuhan YME. Setelah berkampanye, pendukung otomatis berdonasi untuk pemberdayaan pemuda-pemudi guna memperluas pengenalan terhadap Penghayat Kepercayaan.

Senada dengan Pipit, Adora Beata yang merupakan content creator asal Bandung, juga memanfaatkan aplikasi Campaign #ForABetterWorld untuk mengupayakan hak yang setara dalam memeluk agama.

“Jaman sekarang, perempuan diuntungkan oleh teknologi. Kita dapat memperjuangkan hak-hak kita dengan menjangkau masyarakat yang lebih luas dan mudah tanpa perlu banyak keluar rumah. Hal ini sangat membantu, mengingat perempuan kerap mengalami hambatan untuk beraktivitas, seperti nyeri menstruasi yang membatasi ruang gerak perempuan. Jadi, dengan teknologi, kita bisa membuat dampak baik walaupun hanya di rumah,” ujar Beata.

Kampanye yang diusung Beata terbilang unik dan praktis. Ia mempersatukan masyarakat dari latar belakang agama yang berbeda-beda untuk bersama-sama menjaga lingkungan lewat kampanye #PilahSampahDamai. Pendukung kampanye hanya perlu mengunggah foto-foto, salah satunya foto memilah sampah atau menggunakan produk-produk berkelanjutan, seperti tumblr. Aksi ini mengajak pendukung untuk menjaga lingkungan sekitar.

Campaign berkomitmen menciptakan ruang aman bagi perempuan dalam kampanye-kampanye digital yang berfokus pada kesetaraan, kesehatan, lingkungan, dan pendidikan. Untuk mengakomodir perempuan bersuara, Campaign menginisiasi project Creator Space: This Youth Can! yang bekerjasama dengan organisasi nirlaba Search For Common Ground dan yayasan Indika Foundation.

Project ini menjaring 100 content creator dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, dan Solo untuk diberikan pelatihan tentang isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Setelah pelatihan, terdapat 103 konten dihasilkan di media sosial dan menjangkau 5.609.204 orang. Setelah itu, Campaign memilih 5 content creator terbaik untuk meluncurkan kampanye tentang kesetaraan di aplikasi Campaign #ForABetterWorld.

“Kolaborasi  ini  bermula dari kesadaran akan keterbatasan inklusi di ranah digital Indonesia. Menurut Kementerian  Informasi dan Komunikasi, lebih dari 10% konten digital sejak tahun 2018 masih mengandung unsur kebencian dan perundungan terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Oleh karena itu, kami memandang penting untuk bekerja sama dengan para kreator konten dari tahap mentoring hingga eksekusi, sebagai langkah nyata untuk membangun masyarakat yang menghargai keragaman keyakinan,” ujar Laras Sabila Putri, Marketing & Communications Manager di Campaign.

Lebih dari sekadar itu, melaksanakan kampanye di ranah digital telah terbukti mampu menjangkau audiens yang lebih luas, dibuktikan dengan total nilai engagement kolaborasi yang mencapai 5 juta orang.

 

HENNI S.

Exit mobile version